14 Chapter 13

Brak!!!

"Aduhh.... sakit.... "

Lenka mengelus pantatnya yang hampir retak tulangnya akibat jatuh yang tidak elit. Manik biru safir miliknya menatap ruangan yang serba putih tersebut. Ruangan yang sangat hampa baginya.

Crat!!!

Crat!!!

Ruangan tersebut seketika berubah menjadi penuh darah. Manik biru safirnya langsung membulat sempurna dan kini dia benar-benar ketakutan.

"Apa yang kau takutkan? Tidak akan ada yang menyakitimu."

Kedua telinga milik Lenka menangkap sesosok perempuan bersurai kemerahan tengah berjalan ke arahnya. Dia menatap detail perempuan itu bisa saja dia membunuhnya.

"Ma-maaf, kau ini siapa?"

"Aku? Namaku Kanzaki Runa, mantan kekasih Hoshikawa Riki yang telah meninggal 25 tahun yang lalu."

Deg!!!

Jantung Lenka seperti ditancap 1000 belati. Lenka membeku mendengar jawaban perempuan tersebut. Dia pasti bercanda karena Lenka tahu persis bagaimana kematian perempuan yang bernama Runa tersebut.

"Ka-Kanzaki-san.... "

"Panggil aku Runa, Sakumora Lenka." Runa hanya tersenyum melihat reaksi Lenka yang berlebihan tersebut.

"Dari mana kau tahu namaku??!!"

"Hmm.... " Runa tampak bingung dan memasang pose berpikir "Mungkinkah kau mirip Hazuki-kun?"

Dia menyadari bahwa dia mirip ayahnya juga banyak yang mengatakan bahwa dia adalah anak yang dekat dengan kematian, namun dia berusaha tenang.

"Kau pasti bahagia punya kekasih yang setia seperti Hoshikawa-san, Runa-san."

"Justru aku menyesal tidak cerita padanya soal Sayaka dan Amano." Runa menundukkan kepalanya dengan penuh penyesalan.

"Eh? Memangnya kenapa, Runa-san?"

"Karena aku penyebab kematian Riki-kun."

Hening sejenak....

Jeda lama sekali....

Bukannya kaget, Lenka hanya hening mendengar pernyataan Runa yang terkesan sebagai pengakuan dosa Runa selama ini "Jadi, kau menulis buku diary agar agar Hoshikawa-san membacanya?"

"Iya, benar." Runa menjeda ucapannya sendiri "Tapi, aku tidak menyangka Riki-kun meninggal dengan cara yang hina."

"Maksudnya?" Lenka menatap Runa tidak mengerti.

"Sayaka dan Amano berniat untuk menyingkirkan Riki-kun dan Hazuki-kun. Ritual itu dibuat agar semua kesalahan dilimpahkan pada mereka. Jika berhasil, maka mereka menjadi penguasa di Tachikawa. Pada zaman kami, sudah hampir separuh kota menjadi korban."

"Di zamanku juga sudah jatuh korban."

Runa terkejut mendengar pernyataan Lenka, lalu memalingkan pandangannya. Manik birunya meredup "Begitu ya.... "

"Akhirnya kau mengakuinya meskipun terlambat, Runa."

Kedua gadis tersebut terkejut mendengar suara yang sangat familiar tersebut. Mereka menoleh ke arah pemuda tersebut. Pemuda bersurai hitam dan bermanik merah tersebut hanya terdiam sambil bersedekap

"Ri-Riki-kun?? Ta-tapi kenapa.... "

"Aku hidup seperti ini karena ketakutanmu dalam menceritakannya padaku, Runa."

"Maafkan aku, Riki-kun."

Lenka mulai memundurkan badannya menjauh dari Riki dan Runa. Dia menganggap dirinya sebagai parasit di antara mereka berdua "Mungkin lebih baik aku menjauh.... "

"Dan memilih dimakan Iblis, hn?"

Manik biru safir milik Lenka langsung membulat sempurna mendengar ucapan seseorang. Dia membalikkan badannya dan menatap pemuda bersurai hitam terus. Surai coklat miliknya berkibar dengan kuat.

"Hoshikawa-san?"

"Aku tahu kau cemburu saat melihat masa laluku, tapi aku ingin mengatakan ini padamu, Lenka." Riki menjeda ucalai, lalu mengatur nafasnya sejenak "Aku menyukaimu, Lenka."

Hening sejenak....

Jeda lama sekali....

"Hee??!! Kau menyukaiku?? Bagaimana bisa??"

"Dari pertama kali aku bertemu denganmu, Lenka."

Blush!!!

Wajah Lenka merona dengan cepat dan dia hanya menundukkan kepalanya "Hoshikawa-san, sebenarnya aku juga menyukaimu."

"Benarkah? Syukurlah."

Riki berlari dan langsung memeluk Lenka dengan kuat. Gadis bersurai kemerahan tersebut hanya tersenyum melihat mereka berdua. Sungguh pemandangan yang begitu nostalgia.

"Kau pantas bahagia, Riki-kun."

"Terima kasih, Runa."

Wush!!!

Cling!!!

"Waktuku hampir habis. Riki-kun, Lenka-chan, kalian berdua harus keluar dari sini sebelum rantai-rantai pengikat tubuh kalian muncul."

"Rantai?"

"Iya, Iblis itu akan memakan tubuh dan jiwa tumbalnya. Satu-satunya cara agar kalian tidak dimakan oleh Iblis itu adalah.... ada bekas gigitan dari tubuh sang tumbal. Itupun dari para korban terdahulu."

"Eh?" Lenka meraba lehernya sendiri sendiri dan benar saja, ada bekas gigitan Riki "Umm ya.... "

"Dan jika Ritual itu gagal sampai 2 kali, maka Iblis itu memakan tubuh dan jiwa pengontraknya."

"Ada cara lain kah, Runa-san?"

"Ada, yaitu membunuh pengontraknya. Selamat tinggal semuanya." Runapun menghilang dengan cepat."

Splash!!!

"Hoshikawa-san.... "

"Panggil aku Riki." Pemuda bersurai hitam dan bermanik merah memegang erat tangan kanan gadis bersurai coklat tersebut "Ayo kita akhiri sebelum jatuh korban lagi."

"Ya."

****

Drap drap drap....

Syut!!!

"Mamoru-san, jangan mengerem mendadak!!!"

"Maaf, Saori. Soalnya kita harus mencari nomor telepon polisi."

"Hmph."

Untuk menghindari kejaran para zombie, Mamoru dan Saori berlari kembali ke kelas 2-4. Selama mereka di luar kelas, mereka berdua dikejar zombie yang sepertinya diperintahkan untuk menghabisi mereka. Tak lupa juga, hantu berjas putih yang menginginkan mereka untuk eksperimen gilanya.

"Ya ampun, Saori. Ada juga hantu yang menginginkan kepala kita."

"Iya, Mamoru-san. Seram sekali."

Mamoru menekan tombol di ponselnya untuk menelepon polisi sedangkan Saori mencari cara untuk membuat jebakan.

"Halo polisi. Kasus kematian di SMA Akatsuki selama ini, Anda ingat kan?"

("Benar, itu yang kami usut sampai sekarang. Ada apa nak?")

"Pelakunya adalah Kurohaku Amano, kepala sekolah kami yang baru."

("Baiklah. Laporan Anda akan kami usut kembali dan kami akan tangkap pelakunya. Terima kasih atas informasinya.")

"Sama-sama."

Pit!!!

Mamoru menutup teleponnya dan manik hijaunya menangkap gadis bersurai hitam tersebut tengah melakukan sesuatu seperti jebakan. Dia menaikkan sebelah alisnya karena bingung dengan gadis bersurai hitam tersebut.

"Selesai."

"Kau mau melakukan apa, Saori?"

"Menjebak para zombie dengan ini." Saori menunjukkan daging buatan alias mainan karet. Dia membuat cairan darah palsu dengan pewarna merah dan soda.

"Wah, kau benar-benar hebat, Saori."

"Sebenarnya Riki-san yang mengajariku tentang ini."

Hening sejenak....

Jeda lama sekali....

"Dasar vampire jadi-jadian!!! Bisa-bisanya dia punya ide segila ini." Mamoru hanya menggerutu dalam hati.

****

"Hatsyi."

"Riki-san, apa kau baik-baik saja?" Lenka menatap Riki yang langsung bersin.

"Ya, aku baik-baik saja."

Riki menatap rantai-rantai di depan matanya dan Lenka. Rantai-rantai hitam yang siap mengikat tubuh tumbalnya dan membawanya ke lubang kegelapan. Rumornya, siapapun yang tertelan di dalamnya tidak akan bisa kembali lagi.

"Riki-san?"

"Jangan bergerak, Lenka." Riki menyuruh Lenka untuk diam "Mereka mulai bergerak."

"Baiklah."

Sret!!!

Set!!!

Krek!!!

"Ukh!!!" Lenka terikat dengan rantai-rantai tersebut, begitu juga Riki.

"Bertahanlah, Lenka!!!"

"Ya."

Di sini yang bersamaan, tubuh Lenka mulai bersinar berwarna merah. Manik merah milik Riki juga mulai menyala dengan cepat. Rantai-rantai hitam tersebut terus membelit tubuh mereka berdua.

["Kalian tidak akan bisa selamat!!! Tubuh dan jiwa kalian akan menjadi milikku!!! Hahaha.... "]

" Tidak akan!!!"

["Kalian mau melawanku, huh? Jangan bercanda kalian."]

"Coba saja."

Krak!!!

Krak!!!

Rantai-rantai tersebut mulai mengendur dan Riki menggunakan kesempatan ini untuk menyegel Iblis yang telah memakan banyak tumbal dan itu para siswa SMA Akatsuki.

Trang!!!

Trang!!!

Syung!!!

"Lenka, menunduk!!!"

"Baik."

Lenka langsung menundukkan kepala dan tubuhnya untuk menghindari serangan mendadak dari sang Iblis. Riki menahan seluruh serangan Iblis tersebut menggunakan pisau-pisaunya.

"Ugh!!! Sial!!!"

["Hahaha....!!! Hidup kalian akan berakhir di sini!!!"]

"Ti-tidak a-akan!!!"

Pemuda bersurai hitam tersebut mendorong rantai-rantai hitam tersebut dan bersinar terang. Lenka mulai mengeluarkan pisau yang sengaja diberikan Riki padanya untuk mengakhirinya.

Crash!!!

Crash!!!

["ARGH!!! KALIAN TELAH MELAKUKAN ARGH!!!"]

"Kesalahan yang mutlak, kU akan mati jika gagal."

Riki melempar salah satu pisaunya ke arah lubang hitam tersebut dan suasana di sisi gelap tersebut berguncang hebat. Dengan cepat, Riki memeluk tubuh Lenka.

"Kerja bagus, Lenka. Kita akan pergi ke tempat kita."

avataravatar
Next chapter