12 Chapter 11

Kebenaran telah terungkap, tapi kenapa kita baru menyadarinya?

Entahlah, mungkin kita memang tidak tahu yang sebenarnya.

Baiklah, intinya semua kejadian yang kita alami murni bukan berasal dari kutukan Hoshikawa Riki kan?

Iya, benar. Mamoru, Saori, Rinto dan Misaki sudah mengatakannya pada kami. Semua yang kita alami di SMA Akatsuki ini sudah ada sejak zaman Hoshikawa Riki masih hidup dulu dan lebih parah lagi, Hoshikawa Riki yang selama ini dituduh sebagai "kutukan" menampakkan diri.

Apa pelakunya sudah ditemukan?

Ya, kepala sekolah SMA Akatsuki yang baru, Kurohaku Amano. Bukannya menyerahkan diri, malah menumbalkan Sakumora Lenka untuk Ritual Pemanggil Iblis yang telah memakan korban yang sebenarnya. Aku khawatir jika ritualnya berhasil, bisa membunuh satu kota.

Aku tahu kau khawatir, tapi kita juga tidak bisa apa-apa untuk menyelamatkan Lenka. Kudengar Riki bersamanya, jadi mereka bisa selamat dan kegelapan yang terjadi di sekolah kita segera berakhir.

Kau benar. Kita hanya bisa berdoa agar semua berakhir dan Hoshikawa Riki mendapatkan kesempatan kedua yang normal.... Semoga saja tidak ada lagi korban setelah ini....

 

SMA Akatsuki, Tahun 1986....

"Kita di mana, Hoshikawa-san?"

"Tahun 1986, awal kejadian itu berasal."

Pemuda bersurai hitam dan bermanik merah melihat suasana SMA Akatsuki yang berbeda dari zaman Lenka sekarang (2011), lalu menatap gadis bersurai coklat tersebut "Zamanku dan ayahmu."

"Begitu ya. Tenang sekali zamanmu, Hoshikawa-san."

"Kau belum tahu rasanya hidup dalam ketenangan ini, Lenka."

Drap drap drap....

"Maaf, aku terlambat, Riki."

"Huft.... kau selalu terlambat, Hazuki. Ingat, upacara penerimaan siswa hampir dimulai."

"Maaf, maaf."

Manik biru safir milik Lenka menatap seorang pemuda bersurai coklat tengah menghampiri pemuda bersurai hitam dan bermanik biru safir yang dibalut oleh kacamata, persis dalam album foto kelas yang dia temukan bersama Mamoru, Saori, Rinto dan Misaki di perpustakaan baru.

"Pemuda yang memakai kacamata itu.... kau sendiri?" Lenka menunjuk ke arah pemuda tersebut.

"Ya, itu aku."

Wush!!!

Surai mereka yang berbeda warna tersebut berkibar karena ditiup angin musim semi karena masa-masa awal masuk SMA. Riki mengingat dengan jelas semua ini.

"Ketenangan ini tidak akan bertahan lama."

"Apa maksudmu, Hoshikawa-san?" Lenka menatap Riki dengan tatapan tak mengerti.

"Nanti juga kau akan tahu."

Lenka hanya mengerucutkan bibirnya karena Riki tidak memberitahunya, namun apa boleh buat. Dia sendiri yang minta, jadi mau tidak mau dia harus mengikuti alur masa lalu Riki dan ayahnya, Hazuki.

"Upacara sudah dimulai, ayo Riki."

"Ah ya, ayo."

Kedua pemuda tersebut berlari menuju ruang olahraga di mana upacara tersebut dimulai. Karena pada masa itu, aula tidak punya. Lenka hanya menatap kepergian kedua pemuda tersebut.

"Ayo kita ke sana, Hoshikawa-san!!!"

"Kau yakin mau mengikuti mereka, Lenka?"

"Iya. Aku merasa ada yang janggal di sana." Lenka menatap Riki dengan tatapan serius.

"Baiklah, Lenka. Kita akan ke\-\-\-"

"Aaaaa!!!!"

Ucapan Riki terpotong dengan suara teriakan seseorang di ruang olahraga. Mereka berdua langsung melesat ke arah sumber suara tersebut dengan cepat.

"Bagaimana dia bersimbah darah apalagi di sini sangat ketat?"

"Ada peluru di sini. Korban ditembak tanpa kita sadari." Pemuda tersebut menunjukkan peluru yang masih baru di tangannya. Jumlahnya 2 butir.

"Kau yakin, Riki? Ada yang menembaknya? Tempat ini tertutup, Riki."

"Justru itu, Hazuki. Kita tidak sadar ada yang menembak gadis itu."

"Baiklah, Riki. Kita cari tahu siapa pelakunya."

Kedua pemuda tersebut keluar dari ruang olahraga dan berlawanan dengan Riki dan Lenka. Manik biru safir milik Lenka menatap horor kejadian yang menimpa seorang gadis muda.

"I-ini.... "

"Awalnya cuma luka tembakan biasa, tapi baik aku dan Hazuki maupun pihak kepolisian tidak tahu pelakunya siapa."

"Ternyata sudah ada dari zamanmu, Hoshikawa-san."

"Mau lanjut? Mungkin lebih mengerikan dari yang kau lihat saat ini, Lenka."

"Ya, aku mau lanjut."

Riki hanya menghela nafas sejenak dan manik merahnya menatap manik biru safir milik Lenka "Baiklah, Lenka. Kita lanjutkan alur masa lalu ini."

"Hoshikawa-san.... "

"Ya, Lenka?"

"Apa dulu kau punya pacar?"

Tubuh Riki membeku seketika. Pertanyaan yang Lenka ajukan sungguh menyayat hatinya sampai sekarang "Punya, tapi dia sudah meninggal awal musim gugur di kelas 1."

"Maaf, Hoshikawa-san."

Riki menepuk kepala Lenka dan hanya tersenyum "Tidak masalah, Lenka. Kau akan mengetahuinya nanti."

"Hmmm ya."

****

Duak!!!

"Ahakk!!!"

Amano menabrak dinding kelas dan mulutnya mengeluarkan darah. Hazuki terlihat sangat marah karena pria tersebut sudah membuat nyawa Riki dan Lenka melayang.

"Kau benar\-benar tidak waras, Amano!!! Sudah berapa banyak korban akibat ulahmu??!!"

"Hehehe.... justru karena itulah, aku bisa seperti sekarang."

"Kau.... "

"Paman, tahan emosimu dulu. Mereka pasti selamat."

Rinto dan Misaki menahan Hazuki untuk bertindak lebih brutal lagi. Mereka takut jika Lenka dan Riki kembali ke dunia ini lagi, malah syok melihat Hazuki brutal.

"Iya, paman. Mereka pasti kembali kok."

"Kalian yakin?"

"Tentu saja."

Groar!!!

Groar!!!

"Gawat!!! Aonuma dan Aozora masih di sana.... "

"Mamoru-kun.... Saori-chan.... "

Jeda sejenak....

"Kami harap kalian selamat dan berkumpul lagi. Riki-kun, Lenka-chan, cepatlah kembali.... "

****

"Hatsyi!!!"

"Ada apa, Lenka?"

"Tidak ada apa-apa, Hoshikawa-san."

Lenka mengusap hidungnya yang mendadak pilek tersebut. Dia tahu bahwa teman\-temannya berjuang untuk membebaskannya dan Riki. Tiba\-tiba, manik biru safirnya menangkap 2 orang muda\-mudi tengah bercengkrama di ruang olahraga.

"Namamu Hoshikawa Riki kan? Aku penggemarmu dalam bidang basket, namaku Kanzaki Runa."

"Ah ya, Runa. Salam kenal." Riki mulai menatap Runa sejenak karena heran "Bagaimana bisa kau menjadi penggemarku padahal aku hanya 3 bulan di klub basket ini?'

Hening sejenak....

Jeda lama sekali....

"Pfft." Lenka menahan tawa melihat mereka berdua "Ternyata kau polos sekali, Hoshikawa-san."

"He-hentikan itu, Lenka!!!"

Wajah Riki mulai memerah dan mulai memalingkan pandangannya. Lenka berhenti tertawa dan menatap Riki dengan tatapan serius. Dia merasa ada yang janggal dengan ketenangan tersebut.

Bruk!!!

"Aaaa!!!"

Seisi ruangan menjadi gaduh karena menemukan 2 mayat laki-laki yang tergeletak tanpa berdarah sama sekali. Sedikit janggal untuk hal ini.

"Hoshikawa-san.... "

"Aku kan sudah bilang, Lenka. Memang janggal karena matinya tidak ada darah dan seseorang sama sekali."

"Itu, Hoshikawa-san!!!"

Tangan mungil Lenka terangkat ke depan dan jari telunjuknya menunjuk ke arah sosok berjubah hitam tersebut "Ada sosok berjubah hitam di kejauhan itu."

"Sejak kapan dia di sini?? Seingatku, zaman ini tidak seperti sekarang. Dulu hampir satu kota jadi korban kegelapan SMA Akatsuki." Riki tak percaya dengan sosok tersebut "Pertama kali aku bertemu dengannya saat di lorong yang terhubung dengan kelas 2-4."

Hening sejenak....

Jeda lama sekali....

" Dulu kau indigo, Hoshikawa-san?"

"Ya, dulu aku indigo. Sejak Runa tiada, aku tidak pernah memakainya."

Lenka mulai paham betapa pentingnya sosok Runa bagi Riki. Dia merasa hatinya sakit karena selama ini dia masih berharap Riki membuka hatinya untuknya. Mungkin dia harus merelakan Riki.

"Riki-kun, aku membawa bekal makan siang untukmu dan Hazuki-kun."

"Waaah.... kau membawakan bekal untukku juga? Terima kasih, Runa."

"Terima kasih, Runa."

Gadis bersurai kemerahan tersebut hanya tersenyum mendengar ucapan kedua lelaki tersebut. Lenka menatap detail gadis tersebut.

"Itu Kanzaki Runa kah, Hoshikawa\-san?"

"Iya, itu dia."

Wush....

Lenka memegangi dadanya sendiri. Dia merasa sakit melihatnya tanpa sadar, air matanya menetes. Riki melihat Lenka menangis langsung memeluknya.

"Lenka, ayo kita akhiri permainan Amano."

"Tapi, kita kan tumbal ritual ini."

"Selama Iblis itu tidak memakan tubuh kita, semua akan baik-baik saja." Riki melepaskan pelukannya dan menatap Lenka "Dengar, kita sedang mencari kebenaran dari masa laluku dan Hazuki, ayahmu. Setelah selesai, kita pikirkan cara keluar dari sini."

"Baiklah, Hoshikawa-san."

Manik merah milik pemuda bersurai hitam tersebut tersirat keyakinan bahwa hanya Lenka dan dirinya yang bisa memecahkan misteri selama ini. Surai hitamnya mulai berkibar ditiup angin musim semi pada zaman tersebut "Tetaplah seperti Lenka yang kukenal."

Crat!!!

Srak!!!

Dua pasang telinga menangkap sebuah suara yang seperti jatuh dari pohon. Di saat yang bersamaan, muncul bau yang menyengat hidung mereka.

"Bau ini.... "

"Hoshikawa-san?"

"Ikut aku."

Riki menarik tangan Lenka dengan cepat karena feelingnya mulai buruk. Lenka mulai tidak paham dengan tindakan Riki yang mendadak berubah aneh tersebut.

"Eh iya. Tunggu.... "

Drap drap drap...

Sesampainya di sana, yaitu tempat yang hanya Riki yang mengetahuinya, bau yang tersebar dari arah bawah pohon dan terbungkus karung tersebut. Terkesan sangat menusuk hidung setiap orang, termasuk Lenka dan Riki. Mereka berdua langsung menutup hidung dan mulut mereka dengan tangan mereka.

"Ini yang tidak terungkap dan terjadi di masa lalu."

"Karung ini, Hoshikawa-san?"

Hening sejenak....

Jeda lama sekali....

"Iya. Karung ini berisi organ dalam yang digunakan untuk persembahan." Riki menjeda ucapannya sendiri "Persembahan Ritual Pemanggilan Iblis."

 

avataravatar
Next chapter