8 Ledger's Breaking News

Ruang Operasi

Green Earth Medical

Mumbai, India

10.05 A.M IST

Seorang perawat membukakan pintu ruang bedah untuk Tama usai dokter itu melakukan sanitasi. Lanjut perawat yang sama memakaikan jubah hijau khusus untuknya, pun memastikan prosedur pre-operasi dan keamanan sesuai SOP telah terpenuhi sebelum Tama memulai tindakan bedah otak pada pasien peralihannya, Chetna. Sejenak Tama menghela nafasnya, sebagai ritual penenangan diri standar selagi matanya mengamati sendu gadis tujuh tahun yang telah dibaringkan sempurna diatas meja bedah itu.

"Hey, Tama. We meet again." Fikhar, dokter anestesi yang bertugas kali ini menyapanya sembari memperhatikan tanda-tanda vital Chetna usai diberikan bius total. Tama mengangguk saja, "Is She already in a good sleep?" tanyanya, memeriksa Chetna lebih dekat.

"Yes, you can start now," jawab Fikhar.

Tama mengangguk, mengatur posisinya senyaman mungkin di belakang kepala Chetna yang dibaringkan diatas bantal khusus. "Let me start, shaver ..."

Seorang perawat kamar bedah memberikan pisau cukur elektrik pada Tama sesuai perintah, lanjut dokter itu memangkas habis rambut Chetna mulai dari bagian dekat leher dan telinga.

"Antiseptic ..."

"Scalpel ..." Tama membuat sayatan di kulit kepala Chetna bagian atas. "Perforator ..."

Prosedur bedah itu mulai terasa intensif ketika Tama membuat beberapa lubang alias burr hole di tengkorak Chetna sebelum dipotong dengan craniotome. Tenang tama bekerja, hingga sebuah bone flap berhasil diangkatnya, menampakkan selaput otak terluar di bawah tengkorak. Tama lantas kembali dengan pisau bedah, membuka lapisan tadi hingga organ saraf pusat itu benar-benar terlihat.

"The bone flap has been lifted, the dura mater has been opened ..."

"We will start endoscopy and removal of cancerous tissue in the central sulcus, parietal lobe ..."

Fikhar dan seluruh perawat kamar operasi itu mengangguk paham atas instruksi Tama yang memimpin keseluruhan operasi. "Endoscope ..."

Tama kembali bekerja dengan fokus tinggi usai kamera kecil berdefinisi dengan lampu dan mata pisau diujungnya itu dimasukkan ke dalam otak Chetna. Satu per satu jaringan kanker di bagian-bagian otak Chetna berdasarkan petunjuk hasil CT scan kepala diangkat oleh Tama, hingga tak terasa mereka telah menjalani prosedur bedah itu selama lebih dari tiga jam.

Tama memasang kembali potongan tulang tengkorak alias bone flap Chetna sebagai rangkaian akhir proses bedah. Setelahnya operasi otak itu diakhiri, dengan Chetna yang dibawa ke ruang intensif untuk diawasi perkembangan tanda-tanda vital pascaoperasi secara berkala.

"Great job, Tama," puji Fikhar begitu mereka melepas jubah, sarung tangan, sampai hairnet di tempat pembuangan sampah medis.

"You too. Thanks."

"Yeah, but anyway, I saw this patient several times with Lintang," ujar Fikhar, sedikit familiar dengan Chetna.

"Yes, he was indeed his patient before returning to America."

Fikhar mengangguk-ngangguk, "I see. OK, then I'll go first, have a nice lunch," pamitnya, menepuk sekilas bahu Tama. Dokter itu hanya mengangguk seadanya, karena memang tak terlalu bisa beramah tamah.

Baru saja hendak melangkah kembali ke ruangan, ponsel Tama bergetar beberapa kali tanda pesan masuk. Namun setelah diperiksa, itu bukan pesan chat seperti biasa, melainkan sebuah notifikasi dari akun twitter miliknya.

[Twitter]

(Latest news from the topic you were followed)

Fakta Baru Penyelidikan Kasus Korupsi Pembangunan Kilang Minyak oleh PT. Kartasena Energi: Keberadaan Keluarga Juan Erlangga Hardianto Terungkap

Siapa Penerus PT. Kartasena Energi Usai Terlibat Korupsi Dana APBN senilai 8 Triliun? Berikut Sosoknya.

Dua Orang yang Diduga Istri dan Anak dari Juan Erlangga terungkap Mendiami sebuah Rumah Elit di Kawasan Salemba. Begini Kondisi Terbarunya!

Tama mengerutkan dahi, membaca berita-berita itu sembari tak percaya. Menit-menit berikutnya, Tama hanya geleng-geleng kepala, llalu ekas mencari kontak Lintang di ponselnya, "Ck! Sejak kapan manusia satu ini ceroboh sih?"

****

Kantor VOLAR Media

Jakarta, Indonesia

11.14 A.M WIB

Gayatri berjalan mundar-mandir di ruangan editorial, gusar usai menyaksikan sebuah berita yang baru saja dirilis oleh satu media yang cukup terkenal, Ledger News. Gadis itu tak menyangka bahwa berita yang baru saja diajukan namun ditolak oleh Edwin itu justru terdahului oleh media lain. Kira-kira siapa jurnalis yang juga peka dan tertarik menyelidiki pria misterius di dalam Mercedez putih itu? Juga lihat narasinya, langsung mengarahkan opini bahwa pria itu adalah anak dari Juan Erlangga. Fakta dari mana? Sebuah pertanyaan besar.

"Kenapa sih? Gak suka banget keduluan rilis berita? Biasanya juga begitu kali, Tri," ujar Nana, rekannya di bagian editorial.

"Masalahnya ini beda, Na."

"Beda gimana? Wajar aja kalau kasus gede kayak gini mencuat, keluarga pelaku utamanya juga diseret-seret kan?"

Gayatri menggeleng, "Kita belum tau, apakah mereka yang merilis berita itu sekedar menyorot keluarganya aja, atau ..."

"Ikut menyelidiki keterlibatan keluarga Juan Erlangga selanjutnya."

Nana mengerutkan dahinya, "Keterlibatan?"

"Ya, siapa tau kalau korupsi ini lebih besar dari yang terungkap kan? Kartasena itu pemain lama, konglomerat, bukannya korupsi delapan triliun itu jumlah kecil buat perusahaan sebesar mereka?" Gayatri mulai menggiring opini Nana sesuai pemikirannya, "Kalau korupsi ini bertingkat-tingkat, lintas generasi, mau seberapa rugi lagi negara ini?"

"Oke, itu mungkin aja. Tapi itu bukan tugas Kita buat menyelidiki kasus ini sampai sana."

Gayatri menghela nafas dalam, rupanya Ia berbicara pada orang yang salah, "Ya, terserah. Tapi ngomong-ngomong ... Bagas kemana?" tanyanya mengganti topik.

"Nah itu dia, dari kemaren gak liat dia. Bukannya sama Kamu terakhir? Liputan di KPK?"

Gayatri menggeleng tak tahu, lau hening kemudian, yang terdengar hanya siaran berita eksklusif dari Ledger News yang sudah berkali-kali Gayatri dengar dan saksikan. Namun kali ini gadis itu mengerutkan dahi, mendadak terpikirkan sesuatu usai membaca lebih sadar siapa nama reporter yang melakukan liputan langsung di depan rumah elit tiga lantai itu.

Tanpa pikir panjang lagi, Gayatri keluar ruangan begitu saja, meninggalkan Nana yang keheranan, "Kenapa sih dia?"

Gayatri menghubungi Bagas berkali-kali, namun tak ada jawaban. Panggilannya itu bahkan direject, "Ck! Dimana sih? Ini pasti ulah mereka lagi kan? Sialan!" gumamnya geram seraya mempercepat langkah menuju basement parkir.

Ivander Syahreza, reporter Ledger News itu pasti mendapatkan informasi awal soal kediaman pria bernama Lintang itu dari Bagas, dan Bagas mendapatkan informasi itu kemarin, berkat kecerobohan Gayatri yang menanggalkan ponselnya begitu saja di ruangan selagi Ia pergi ke toilet. Siang itu Gayatri tengah melakukan 'penyelidikan mandiri', dan Ia ingat persis bahwa ponsel dan laptop miliknya itu terbuka bebas menampilkan dokumen-dokumen dari Jonathan.

Foto.

Biodata.

Alamat.

Lalu Bagas yang terkenal curang nan ambisius dengan potensi berita berbayaran tinggi itu tak akan tinggal diam. Jika Edwin tak menyetujui berita itu dirilis, mudah saja baginya bekerja sama dengan media lain, terutama Ledger News. Koneksi Bagas sangat banyak di media yang telah lama menjadi rival VOLAR itu, termasuk Ivander.

Tepat ketika berhenti di lampu merah, ponsel Gayatri berdering.

Jojo is calling ...

"Halo, Jo?"

"Ya, halo. Ay, Kamu gimana sih? Kenapa berita kemarin soal Lintang Kamu up sekarang? Informasinya belum tentu benar, Tara."

Gayatri memejamkan matanya frustasi, "Iya, Jo. Aku paham. Maaf, Aku ceroboh. Kamu tenang aja, ini gak akan berbahaya buat Kamu, Aku akan urus sisanya."

avataravatar
Next chapter