15 SANDERA

Evans menatap sinis ke arah Keynan yang asyik makan bersama ia dan Andrea.

"Kau bahagia sekarang?" sindir Evans.

"Kapan lagi saya satu meja dengan Anda," ujar Keynan sambil menyantap daging asap dengan lahapnya.

"Kau bahkan makan makanan yang lebih mahal dari yang kumakan," ujar Evans.

Andrea justru tak terlalu nafsu makan. Pikirannya tak jelas entah kemana. Evans melirik ke Kenand seolah memberi kode bertanya ada apa.

"Tak tahu," bisik Kenand.

"Kau ingin makan makanan lain?" tanya Evans.

"Tidak," jawab Andre.

"Atau makanan ini tidak enak?" tanya Evans.

"Tidak bukan itu," ujar Andrea.

"Lantas apa? Kenapa kau dari tadi hanya mengaduk aduk sendok dan garpu di atas daging seharga dua juta per kilonya. Lihatlah, sekretarisku bahkan sudah memakan tiga porsi," ujar Evans.

Keynan terbatuk saat Evans menyindirnya. Sementara Andrea meletakkan sendok dan garpunya serta menatap sinis ke Evans.

"Daging macam apa sehaga dua juta perkilo. Kau pikir aku tak tahu harga danging?" ujar Andrea sinis.

"Ini sapi dari Jepang tentu mahal," ujar Evans sambil meminum jusnya.

Kenand hendak mengambil lagi hidangan sapi di depannya namun ia mengurungkannya.

"Harga itu hanya untuk daging? Heuh, sewa rumahku sebulan," gumam Keynand.

"Kapan kau mengajakku pergi dari rumah ini? Akan kau apakan aku?" cecar Andrea.

"Tak akan kulepas. Kau berhutang padaku," ujar Evans.

Makanannya sudah habis sejak tadi dan ia menunggu Andrea makan.

"Tak ada yang menyuruhmu mencariku!" pekik Andrea.

"Tapi aku sudah menolongmu. Kau harus tahu yang namanya etika berterimakasih," ujar Evansa santai.

9Andrea menghela napas. Ia tak mengerti dunia macam apa yang sekarang menghampirinya.

"Lalu apa yang kau inginkan dariku?" tanya Andrea.

"Kesetiaan, tubuhmu, bahakan isi kepalamu. Semua yang kau miliki serahkan padaku," ujar Evans.

"Kau pelaku perdagangan manusi!" pekik Andrea.

"Apa?" Evans tak menyangka dengan ucapan Andrea. Bahkan Keynan sampai tersedak.

"Biarkan aku pergi! Kau ingin tidur denganku? Ayo kita lakukan sekali lalu ijinkanku pergi," ujar Andrea ketakutan.

"Apa kau bodoh?" ujar Evans.

"Lalu apa? Semua yang kumiliki? Bahkan isi kepalaku? Kau menjual organ manusia?" timpal Andrea lagi.

"Astaga!" Evans tak habis pikir dengan tuduhan Andrea.

Evans lantas berdiri, berpindah tempat duduk di sebelah Andrea. Menatap Andrea lekat lekat. Sehingga Andrea kembali tertegun dengan ketampanan Evans.

"Di mana di dalam diriku yang terlihat kalau aku seorang kriminal?" tanya Evans tepat di samping Andrea.

"Me - menjauhlah!" ujar Andrea gugup.

"Sebutkan dulu," desak Evans.

Mata Andrea bergetar dan jantungnya berdegup kencang karena Evans. Ia buru buru berdiri untuk menghindari Evans.

"Kau mau kemana?" tanya Evans.

"Kembali ke kamarku!" ujar Andrea.

"Itu kamarku," ujar Evans.

"Berikan aku kamarku sendiri!" ujar Andrea.

"Baiklah, ikut denganku," ujar Evans.

Ia lantas berdiri lalu berjalan keluar dari ruang makan. Kenand yang masih asyik makanpun terpaksa menghentikan makannya dan mengikuti Evans bersama Andrea.

Evans menuju ke sebuah kamar di lantai dua yang tak jauh dari kamarnya.

"Kau harus mematuhi aturan rumah ini. Untuk aturannya kau bisa tanya pada Madam Kim. Oh iya, tak usah lagi kembali bertanya tentang rumahmu yang disita bank itu. Aku sudah menjualnya," ujar Evans santai.

"Apa?" Andrea heran seraya melongo menatap Evans.

"Kubuatkan kau rekening rahasia agar tak ada yang tahu dimana keberadaanmu. Uang itu aman," kata Evans.

"Tunggu, tunggu dulu. Apa maksudmu. Kau menjual rumahku tanpa seijinku?" pekik Andrea seraya mengikuti langkah Evans.

"Tidak bisa dibilang rumahmu. Karena sudah di sita bank," ujar Evans.

"Siapa pembelinya. Biar kukembalikan uang itu," ujar Andrea kesal.

"Maaf itu data pribadi bank. Aku tak tertarik mencari tahu untukmu," ujar Evans seraya berhenti di depan sebuah kamar.

Ia lantas membuka kamar itu. Andrea dan Kenand terkejut melihat kamar itu. Berbeda dengan suasana rumah yang terlihat gelap dan angker.

Kamar untuk Andrea justru sangat cerah dan eksotis karena ada dekorasi bunga bunga dan pernak pernik wanita.

"Apa ini tak berlebihan?" gumam Evans.

Tanpa sadar Andrea masuk ke kamar itu. Ia tak berhenti terkagum kagum.

"Kau tahu dari mana kalau kamarku dulu seperti ini?" ujar Andrea kagum.

"Entahlah, bukan aku yang melakukan hal hal seperti ini," ujar Evans

Keynand mendapat pesan melalui ponselnya. Ia lantas mengecek melalui tabnya.

"Tuan," ujar Kenand seraya menyerahkan tab itu ke Evans.

Evans melihatnya, wajahnya tiba tiba berubah serius.

"Siapkan pakaianku. Aku akan menemui Karlina," ujar Evans.

"Tuan mau ke balaikota?" tanya Kenand.

"Tidak, ke tempat biasa saja," ujar Evans.

"Baik saya akan memberitahu Karlina," ujar Kenand.

"Karlina? Apa aku tak salah dengar?" gumam Andrea.

Evans lantas menoleh ke arah Andrea. Ia menatapnya lama. Namun segera ia mengalihkannya.

"Aku harus pergi, hari ini kau boleh bermain sesukamu. Tugasmu akan kau lakukan besok," ujar Evans.

"Tugas? Tugas apa? Kau pikir aku pesuruhmu!" pekik Andrea.

Evans mendekap Andrea dan berbisik ke telinganya.

"Aku juga ingin bermain debat denganmu. Tapi banyak hal yang harus kulakukan. Besok, persiapapkan dirimu untuk besok," ujar Evans.

Ia lantas bergegas pergi meninggalkan Andrea di kamarnya dan segera mengganti pakaiannya dengan baju resmi.

Bersama Keynan ia menuju ke sebuah gedung yang amat besar dengan desain yang unik berbentik corong.

"Dimana Karlina?" ujar Evans setelah turun dari mobil dan masuk ke gedung itu.

"Dalam perjalanan Tuan," sahut petugas yang ada di gedung itu.

Kenand mengikuti Evans dari belakanv yang berjalan dengan begitu cepat.

"Kapan berita diunggah?" tanya Evans.

"Dini hari Tuan," jawab petugas yang berpakaian seragam putih putih itu.

"Wajahku?" tanya Evans.

"Tak ada Tuan, saya sudah pastikan jalur yang Anda lewati kemarin bebas cctv," ujar petugas.

"Tuan Evans, Rendy memberikan konferensi pers," ujar Kenand.

Evans segera menuju monitor dan menatap ke arahnya.

"Saya merasa sangat geram.Bagaimana bisa orang asing bisa masuk ke apartemen yang begitu ketat pengamanannya. Siapa orang ini? Seberapa kuat pengaruh orang ini?" ujar Rendy yang bersikap seolah olah sebagai korban.

"Omong kosong! Bajingan itu pintar sekali berakting. Blokir semua media. Sisakan milik Kencana Group," ujar Evans.

"Baik," jawab Kenand. Ia lantas pergi untuk menjalankan tugasnya.

Tiba tiba Karlina datang sambil berlari. Evans menghela napas melihat penampilan Karlian yang terlihat seperti wanita malam daripada walikota.

"Ada apa memanggilku?" tanya Karlina.

Evans berdiri dan berjalan masuk menuju ruanganya.

"Ikuti aku tanpa pengawal ataupun asistenmu. Kita bicara berdua?" ujar Evans sambl berlalu.

"Ada apa? Kenapa serius sekali?" gumam Karlina sambil berjalan mengikuti Evans.

Begitu masuk, Evans langsung menyudutkan Karlina dengan kasar ke dinding.

Next ...

avataravatar
Next chapter