20 PERTENGKARAN MANIS

Evans nampak tak bisa mengatakan apapun saat Andrea menangis dalam dekapannya.

"Katakan sesuatu," rengek Andrea.

"Heum?" Evans nampak bingung dengan permintaan Andrea.

"Ada wanita menangis kau harus melakukan sesuatu," rengek Andrea lagi.

"Sesuatu? Apa?" gumam Evans sambil berpikir.

"Usap kepalaku!" perintah Andrea.

"Oh, ya," Evans nampak ragu, tapi tetap melakukan permintaan Andrea.

Ia mengusap kepala Andrea dengan kaku. Namun ia tahu perasaan hancur yang dirasakan Andrea.

"Kau tak pernah berkencan?" tanya Andrea.

"Apa maksudmu? Apa menenangkan seseorang yang menangis harus pernah berkencan terlebih dulu?" Evans tak mengerti jalan pikiran Andrea.

"Tanganmu sama sekali tak lembut. Seperti tangan yang tak pernah mengenal cinta," ujar Andrea.

Evans melepas tangannya dari tubuh Andrea. Tatapan ibanya kini berubah menjadi tatapan heran.

"Wanita macam apa kau ini? Kau tuba tiba menangis. Dan tiba tiba membuatku ingin ... "

"Ingin apa?" seru Andrea.

Mata mereka saling beradu. Tanpa sadar tak lepas dari satu sama lain.

"Sudahlah, kita hentikan," ujar Evans. Ia lantas berbalik hendak meninggalkan Andrea.

"Oh kau membiarkan wanita yang sedang bersedih begitu saja?" ujar Andrea dengan nada meledek.

"Kau! Apa maumu padaku?" pekik Evans.

"Tak ada," ujar Andrea sambil tersenyum lalu melangkah pergi.

"Apa mentalnya terguncang? Hei kau mau kemana? Jangan ke sana!" ujar Evans.

Kakinya berjalan mengikuti langkah kaki Andrea. Mereka berjala ke lorong teras yang tak ada lampunya.

"Berhentilah! Kau tak tahu jika di sana ada baha ... "

Andrea berhenti mendengar ucapan Evans. Nyalinya tiba tiba menciut.

"Ada apa? Apa ada monster yang kau sembunyikan?" tanya Andrea takut takut.

"Astaga!" Evans terkekeh dengan ucapan Andrea.

Ia lantas menarik lengan Andrea dan mengajaknya pergi ke tempat lain.

"Kenapa aku tak boleh ke sana?" tanya Andrea.

"Di sana gelap," ujar Evans.

"Kau pikir aku anak kecil?" Andrea masih tak mau mengerti apapun yang diungkapkan Evans.

"Kutemani kau jalan jalan ke sana." Evan menunjuk ke arah taman.

"Kau tak sedang merayuku kan?" Andrea nampak. curiga akan ajakan Evans.

"Berhenti menatapku! Kalau kau tak mau sebaiknya kembali ke kamarmu. Ini sudah waktunya tidur. Kau akan terlambat besok. Kau tahu, Madam Kim tak bisa mentolerir jadwal," ujar Evans.

"Dia kan pelayan? Kenapa dia jadi yang mengatur?"

"Karena itu sudah tanggungjawabnya atas rumah ini," ujar Evans.

"Hoaam!" Andrea nampak menguap dan itu membuat Evans tersenyum.

"Tidurlah," ujar Evans.

"Aku tak mengantuk," ujar Andrea.

"Tak mengantuk tapi matamu sudah hampir terpejam," ujar Evans.

"Tidak aku tak mengan ... "

"Opps!" Evans menangkap tubuh Andrea yang lunglai.

"Ayo ke kamar," ajak Evans.

"Aku baik baik saja. Aku tak mengantuk," ujar Andrea.

"Sialan!" Evans langsung mengangkat tubuh Andrea dan membopongnya masuk.

Evans membawa Andre masuk ke kamarnya.

"Kau suka sekali membawaku?" ujar Andrea lirih ditengah kantuknya.

"Yah, aku juga heran," gumam Evans kesal sendiri.

****

Hari ini ada pelatihan tentang tata negara di DC. Andrea nampak tak fokus saat mentor memberikan penjelasan.

PLUK! Seseorang melempar kertas dari belakang. Andrea yang tadinya mengantuk pun jadi terkaget. Ia membuka kertas itu.

"Kita bertemu di taman belakang!"

Isi kertas yang dilempar ke Andrea. Andrea menoleh ke sana kemari namun ia tak melihat siapapun yang mencurigakan.

"Andrea!" panggil si mentor.

"Ah iya," jawab Andrea terbata.

"Kau tak mendengarkanku?" tanya mentor.

"Ouh tentu saja aku mendengarmu," ujar Andrea.

"Kalau begitu, sebutkan susunan pemerintahan kita secara garis besar!" perintah mentor.

"Emmh, emmh itu ... " Andrea tak bisa menjawab pertanyaan itu.

"Apa yang kau pikirkan saat di kelasku?" ujar si mentor.

"Maaf, apa aku harus menuruti setiap kata katamu? Kita di sini sama sama sudah dewasa. Hanya kau bediri di depan sana. Bukan berarti kau lebih unggul dariku," ujar Andrea mantap.

"Apa?" pekik mentor.

****

Andrea berada di kandang kuda. Ia dihukum untuk merawat kuda karena menentang ucapan mentor tata negara.

"Kenapa aku harus melakukan semua ini? Ini bukan sekolah, mengapa mereka menghukumku?" pekik Andrea kesal sendiri.

Ia melempar sikat untuk menyisir rambut kuda dengan begitu kesal.

"Hei, jangan teriak teriak! Kau bisa membuat kuda stress!" ujar penjaga kandang kuda.

"Ma - maaf," ujar Andrea yang sungkan pada penjaga kandang karena sungkan.

Dengan bibir yang manyun bagaikan seekor bebek. Ia mengambil kembali sikat kuda itu. Tak sengaja ia melihat Evans sedang berkuda di lintasan kuda.

"Hem, dia di sini?" gumam Andrea.

Ia berjalan perlahan ke arah Evans yang nampak gagah menunggang kuda lengkap dengan seragam berkudanya.

"Dia pangeran?" gumam Andrea terpesona

"Andrea, kau gila! Dia adalah pria brengsek," ujar Andrea pada dirinya sendiri.

BRUGG! Terdengar suara sesuatu jatuh dan suara kuda mengingkrik. Andrea menoleh dan terlihat Evans terjatuh dari kuda.

"Oo, oo, itu! Itu!" Andrea bingung harus memberitahu siapa saat Evans terjatuh.

Andrea ingin mencari orang, namun di sisi lain ia ingin membantu Evans.

"Apa yang harus kulakukan? Lagipula, kenapa sekretaris bodoh itu tak juga datang!" ujar Andrea bingung.

Namun karean khawatir pada Evans dia langsung berlari ke lintasan kuda untuk menolong Evans.

"Kau tak apa apa?" tanya Andrea pada Evans yang masih di bawah tanah.

Evans hanya terdiam sambil meringis. Andra mencoba membantu Evans untuk berdiri namun Evans buru buru menolak tangan Andrea.

Tentu saja Andrea kaget akan hal itu. Ia melirik kasar pada Evans. Namun ia tak bisa memungkiri kalau dia khawatir pada Evans.

"Kenapa kau tak mau kubantu? Kau terjatuh," ujar Andrea.

"Aku baik baik saja," ujar Evans sambil berusaha bangun.

"Kau bisa ... "

"Jangan megangiku!" hardik Evans.

Andrea semakin terkejut.Tiba tiba saja Kenand datang sambil berlari. Ia nampak panik melihat Evans terjatuh.

"Kau tidak apa apa Tuan?" tanya Kenand.

"Hemm, bawa masuk Chris," ujar Evans.

"Baik," ujar Kenand.

Ia lantas menuntun kuda yang dipakai Evans tadi.

"Hah, kudamu bernama Chris?" ujar Andrea terkejut.

"Kenapa?" tanya Evans sambil membersihkan pakaiannya.

"Tidak, tidak apa apa," ujar Andrea.

"Kau lebih random dari yang kukira," ujar Evans.

"Hah, sudahlah," ujar Andrea.

"Kenapa tak di kelas?" tanya Evans.

"Emm, aku belajar di sini," jawab Andrea.

Evans mendekat ke arah Andrea. Ditatapnya Andre lekat lekat, membuat Andrea merasa ingin lari dari tatapan maut Evans.

"Janngan membohongiku. Aku tahu kau pasti sedang dihukum Kan?" ujar Evans.

"Enak saja. Untuk apa aku dihukum Lagi pula, ada bagusnya juga aku di sini," ujar Andrea.

"Kau sama sekali tak bisa berbohong, Andrea," ujar Evans.

"Aku tak berbohong," ujar Andrea marah.

"Benarkah?" ujar Evans semakin lekat menatap Andrea.

Semakin lekat semakin lekat, dan Andreapun memejamkan mataya.

Next ...

avataravatar
Next chapter