10 DIMANA ANDREA?

"Kuberikan kartu namaku. Kau bisa hubungi aku saat kau mau minta ganti rugi," ujar Rendy seraya mengambil kartu nama dari dompetnya.

Evans menerimanya sambil mengamati kartu nama itu.

"Rendy Saputra Dirgantara, hem nama yang tak asing," gumam Evans.

"Nah, kau tahu siapa aku sekarang kan? Tolong jangan berbelit belit. Katakan saja kau ingin minta ganti rugi apa?" tanya Rendy dengan angkuhnya.

"Baiklah akan kupikirkan apa yang ingin kuminta sebagai ganti rugi," ucap Evans santai.

"Nah, sekarang aku boleh pergi? Aku harus bertemu orang penting," ujar Rendy.

"Baiklah, Tuan Dirgantara," ujar Evans dengan nada berat.

"Orang aneh," gumam Rendy seraya masuk ke dalam mobilnya dan bergegas meninggalkan tempat itu.

Evans tersenyum sinis sambil memandang kepergian Rendy. Dibuangnya kartu nama milik Rendy.

"Padahal kau cukup minta maaf," ujar Evans.

Evans lantas mengambil ponselnya dari saku jasnya. Dan menelepon seseorang.

"Kenand, ganti mobilku. Aku mau yang baru," ujar Evans memerintah sekretarisnya lewat telepon.

"Lagi?" ujar Kenand yang seolah ini bukan pertama kalinya terjadi, Evans mengganti mobilnya.

"Ya, dalam sepuluh menit aku mau mobil itu ada di depanku," kata Evans tegas.

"Tuan dimana?" tanya Kenand bergegas.

Evans tersenyum sambil mengirimkan alamatnya berada saat ini. Lalu memasukkan ponselnya ke saku jasnya lagi.

***

CIITT!

Sebuah mobil mewah terparkir di depan Evans yang duduk di kursi yang ada di tempat parkir kafe kopi itu.

Kenand keluar dari dalam mobil smabil tergopoh gopoh.

"Ini kuncinya!" ujar Kenand seraya memberikannya pada Evans.

"Terlambat lima detik," ujar Evans sambil berlalu masuk ke dalam mobil.

Kenan melihat kondisi mobil Evans yang tergores cukup besar di bagian pintunya.

"Tuan kali ini apa lagi?" tanya Kenand bingung.

"Perbaiki itu. Itu akan berguna suatu hari nanti," ujar Evans seraya menancapkan gas dan meninggalkan Kenand begitu saja.

Kenand menghela napas dengan sikap bosnya itu.

"Dasar orang gila! Aku tahu kau kaya, tapi kenapa kau selalu merusak mobil mobil mewahmu?" rengek Kenand sambil mengusap usap mobil milik Evans itu.

Sementara Evans berada di atas mobilnya sambil memikirkan sesuatu. Ia menoleh ke layar mobilnya yang tersambung dengan internet.

Nampak gambar Andrea di layar. Evans mengetuk ngetuk layar itu, sambil berpikir.

"Apa yang harus kulakukan sekarang? Apa sudah waktunya atau menunggu kau mencariku? Apa kau akan mencariku? Aku tak yakin kau akan datang padaku?" gumamnya pada dirinya sendiri.

****

Rendy masuk ke dalam apartemenya dan menghampiri Andrea yang nampak sudah pucat pasi seperti orang depresi.

"Hallo Andrea sayang, maaf hari ini aku pergi sebentar. Aku baru saja bertemu Felix dan beberapa pejabat. Mereka senang sekali aku datang. Apa mau merindukanku?" tanya Rendy seolah Andrea adalah kekasihnya.

Andrea tak bergeming. Ia hanya menghela napas sambil menyenderkan kepalanya pada dinding. Andrea terlihat seperti mayat hidup yang hanya pasrah menerima takdir.

"Andrea apa kau mendengarku? Kau marah ya? Maaf, lain kali aku akan mengajakmu keluar," ujar Randy sambil tersenyum.

Direngkuhnya Andrea agar bersandar pada pundaknya. Randy sesekali mengecup kening Andrea yang sudah tak bisa lagi melawan akibat beberapa hari disekap oleh Rendy.

"Lepaskan aku," ujar Andrea lirih benar benar tak bertenaga.

"Kau ingin jalan jalan keluar? Tunggu aku akan mengurus semuanya. Akan kubawa kau jalan jalan. Aku akan memasak untukmu. Tunggu di sini," ujar Rendy.

Rendy meninggalkan Andrea yang lemas tak berdaya di ujung sofa sambil bersandar pada dinding.

Dengan santainya Rendy ke dapur dan membuat makanan untuk Andrea. Dia bahkan menyetel musik dan berdendang kecil.

"Seseorang, selamatkan aku," gumam Andrea lirih.

****

Evans berjalan santai menuju ke salon tempat Andrea bekerja. Ia meminta reservasi penuh hari ini ke salon dan meminta agar ia ditangani oleh Andrea.

"Maaf, tapi Andrea sudah tak bekerja di sini," ujar bagian penerima tamu.

Evans terkejut mendengar kabar itu. Kenapa Kenand tak melapor padanya.

"Sejak kapan dia keluar?" tanya Evans.

"Sudah seminggu ini," jawab petugas tamu.

"Oke baiklah," jawab Evans gamang.

Evans lantas menelepon Kenand untuk mengetahui dimana keberadaan Andrea.

"Kenand berikanku alamat rumah Andrea," ujar Evans.

"Ada apa? Anda bilang tak akan pernah ke sana," jawab Kenand.

"Apa kau harus mengulangi perintahku?"

"Baiklah Tuan, tunggu, aku akan mengirimkannya," ujar Kenand.

Tak berapa lama sebuah notifikasi pesan masuk. Alamat rumah Andrea sudah tampil di ponsel Evans.

Ia bergegas ke rumah Andrea namun rumah besar itu nampak kosong. Lampu rumahnya pun tak menyala sama sekali.

"Kemana dia?" gumam Evans.

Ia mencoba menekan bel rumah Andrea tapi tak ada yang menyahut sama sekali.

"Kemana dia?" gumam Evans bingung.

Ia lantas meminta Kenand untuk melacam dimana keberadaan Andrea. Evans mencoba menghubugi Andrea namun tak bisa. Ponselnya mati.

"Tuan," ujar Kenand dari balik telepon.

"Kau sudah tau dimana dia?" tanya Evans yang masih di depan rumah Andrea.

"Ponselnya terlacak terakhir kali di sebuah apartemen mewah di sudut kota Jayakarta.

"Apartemen mewah? Apa dengan sang kekasih?" tanya Evans.

"Bukan Tuan ... tapi ... " Kenand nampak bingung harus mengatakannya.

"Ada apa?" tanya Kenand.

"Itu unit apartement milik Rendy Dirgantara," ujar Kenand.

Evans menghela napas panjang. Ia seperti sudah memprediksi hal ini.

"Kirim orang ke sana," perintah Evans.

"Tidak bisa Tuan," ujar Kenand.

"Kenapa tidak bisa?" bentak Evans.

"Itu kawasan elit, kita tak bisa sembarangan mengirim orang ke sana. Apalagi itu keluarga Dirgantara," ujar Kenand.

"Lalu bagaimana?" nada suara Evans terdengar sedikit panik.

"Apa Anda khawatir? Untuk apa Anda khawatir?" tanya Kenand heran.

"Siapa yang khawatir? Kita membutuhkan wanita itu. Jangan sampai ku kehilangan dia," ujar Evans mengelak.

"Ouh," sahut Kenand singkat.

"Temukan cara masuk ke sana. Tidak, harus ada yang masuk ke sana," ujar Evans menderu.

"Harus ada akses khusus ke sana. Minimal Anda kenal penghuni di sana. Eh, tunggu dulu, Tuan bisa ke sana," ujar Kenand.

Tiba tiba Evans terpikir seuatu. Ia lantas masuk ke mobilnya danmencari cari sesuatu.

"Dimana kuletakkan kartu namanya?" gumam Evans.

"Ada apa Tuan?" tanya Kenand.

"Aku mencari kartu nama milik Rendy Dirgantara," ujar Evans sambil tetap mencari.

"Kenapa Anda pusing, saya kan bisa memberitahukan alamat tempat itu dan nomer pribadi Rendy Dirgantara," ujar Kenand.

****

TING! TONG!

Evans menekan bel sebuah apartemen. Ia bergegas menuju apartemen Rendy setelah Kenand memberitahunya.

Cukup lama ia menunggu, Evans menekan lagi tombol bel unit apartemen milik Rndy itu. Dan sampai akhirnya dibuka oleh Rendy dengan wajahnya yang angkuh.

"Kau?" ujar Rendy heran.

"Maaf datang tanpa memberitahu. Aku datang untuk membicarakan ganti rugi," ujar Evans.

Next ...

avataravatar
Next chapter