1 Berburu

️Sebagai selir yang tidak mendapatkan posisi yang istimewa di pemerintahan dikarenakan semuanya ditangani oleh Jenna selaku Permaisuri dan Shin sebagai ibu suri, Irene apa? Cuma bawang.

Perempuan bernama lengkap Kang Mi Irene itu keluar dari aula nya, memutuskan untuk berjalan-jalan ke penangkaran kuda. Di sana dia bertemu dengan Arjuna, raja dari kerajaan yang ditempatinya kini, juga Sam selaku kasim raja yang senantiasa berada dibelakang tuannya.

Di sana tampak dua pria dengan selisih umur  yang cukup jauh itu sedang kasak-kusuk, seperti sedang mempersiapkan sesuatu. Tapi apa?! Gadis itu tidak tahu.

Irene menyipitkan matanya, ingin melihat lebih jelas. Ketika sang rana menghadap ke kuda, secara otomatis punggungnya pun terlihat.. Nampak banyak anak panah di sana.

Apa, anak panah?

Pakaian nya juga tidak terlihat seperti seragam perang?!

Buntalan buntalan yang super banyak?!

Mata gadis itu langsung berbinar-binar.

"Mereka akan berburu!!!" batin Irene senang.

Berhubung tidak sabaran, gadis cantik berambut hitam panjang hingga punggung itu pun langsung berlari menuju tempat keberadaan Arjuna dan bertanya. Ternyata dugaannya seratus persen benar.

"Raja?! Apa aku boleh ikut?!"

Sontak pertanyaan yang keluar dari mulut Irene membuat Sam dan Arjuna terkejut.

Sam langsung menatap Arjuna sambil melambaikan tangan berulang kali dengan ekspresi seperti kucing sariawan. Sam menolak tegas permintaan itu.

Irene yang mengikuti arah pandang Arjuna pun segera berbalik ke belakang. Di sana Sam tengah bersiul ria, berpura-pura seperti tidak terjadi apa-apa.

Plak! Sam menepuk kedua tangannya.

"Apa ini?! Oh debu! Huh!" racau kasim itu.

"Raja?!" panggil Irenemengajak Arjuna berbisik.

"Kasim mu sedang apa? Sepertinya matanya sudah rabun. Melihat nyamuk pun dia kira debu!"

Arjuna berusaha menahan tawa agar tidak meledak setelah mendengar ucapan mengandung ledekan yang keluar dari mulut Irene. Apalagi Irene sengaja mengeraskan suara agar kedengaran oleh si empu.

"Dia memang cepat tua!" balas Arjuna sok-sokan berbisik juga.

Lantas, mereka berdua pun langsung tertawa.

"Tolong! Selalu saja Kasim ini menjadi korban kebiadaban mulut tuan dam nyonya kecilnya," batin Sam nelangsa.

"Tidak, kamu tidak bisa ikut!" tolak Arjuna berubah tegas. Padahal tadinya Irene mengira akan mudah mendapatkan mengizinkan Arjuna.

"Kenapa? Aku bisa berpanah. Anda juga tahu?!" Irene sedikit berlagak sombong.

"Ini bukan hanya tentang berpanah! Ini lebih berbahaya dari luka anak panah! Di sana banyak hewan buas!" jelas Arjuna, sedikit memperbaiki lengan baju.

"Aku juga bukan hanya sekedar bisa berpanah. Tapi terbukti sudah terampil, bahkan sudah sangat jago." Perempuan itu semakin pamer.

Irene bukan orang yang sombong. Dia mengatakan hal itu semata-mata hanya untuk membujuk Arjuna saja, karena seperti inilah cara membujuk seorang raja.

Arjuna mengangkat sebelah alisnya seraya bertanya,"Benarkah?" Kemudian mengeluarkan smirk meremehkan setelah itu sebelum meneruskan ucapannya,"Menurut ku kau hanya lebih jago saja dari Permaisuri Jie."

Irene mendengus kesal, tidak terima kerena sang raja kini lebih memilih untuk menghadap kuda. Ya, dia itu cemburu dengan kuda.

"Bagaimana kalau kita lomba panahan? Jika Yang Mulia menang aku tidak akan ikut. Tapi jika aku menang, Yang Mulia harus mengizinkan ku berburu, dan membiarkan ku melakukan apa yang ku inginkan di sana. Bagaimana?"

Mendengar penawaran Irene, Arjuna langsung menghentikan belaian lembut pada kuda kesayangannya, dan beralih pada perempuan itu kembali,"Jika aku menang kau tidak boleh ikut dan bersedia untuk mempersiapkan keperluan berburu ku seumur hidupmu!"

Sontak Irene langsung memperlihatkan raut wajahnya seperti sedang kena mental. "Hah apa?!" Dia mengelus-elus tengkuk, kemudian berucap pelan berisi protes,"Menurut itu tidak adil Yang Mulia!"

Baginya cukup berat balasan dari Arjuna yang berisi penerimaan sekaligus ancaman itu. Dia merasa tidak punya kepercayaan diri tinggi untuk menerima tantangan tersebut.

"Kalau tidak mau ya sudah."

Arjuna mengangkat bahu tak peduli, dan memilih untuk menaiki kuda nya, namun langsung dicegah oleh Irene.

"Tidak-tidak Yang Mulia, baiklah saya siap!" ucap Irene terdengar yakin. Padahal, di dalam hati terdalam, gadis cukup khawatir, takut kalah.

Arjuna pun melepas tali kendali itu sembari menurunkan diri, kemudian menatap Irene dengan ekspresi menantang sekaligus meremehkan juga menertawakan.

"Baiklah! Apa boleh buat," ujar Arjuna kemudian menoleh pada Sam.

"Aku baru saja meringankan pekerjaan mu jika aku menang. Do'akan agar Selir Kang kalah!" Sam mengangguk patuh dan.

"E-eh!" reaksi Irene tidak terima, karena mereka main keroyokan. Namun hal tersebut tidak menyulutkan keinginan Irene untuk melakukan yang terbaik. Malah semangatnya semakin berapi-api.

Irene belum menunjukkan kemampuan yang sebenarnya, dari jago panahan, berkuda, hingga membakar ikan di hutan rimba. Jadi untuk kedua orang itu, bersiap-siap lah untuk dibuat tercengang olehnya.

***

Sam duduk pinggir lapangan sembari menikmati berondong jagung. Meskipun mulut pria itu sibuk mengunyah, namun hatinya tidak berhenti untuk bermunajat kepada pemilik semesta agar selir raja kalah.

Bagi Sam, hal tersebut cukuplah menguntungkan. Setiap sang raja berburu, dia tidak perlu repot-repot menyiapkan segala keperluan berburu. Terlebih dia selalu dituntut agar bekerja dengan sempurna oleh pemimpin kerajaan utara itu.

"Tidak ada yang sempurna!" pikir nya.

Di sana, di tengah-tengah hamparan tanah, tempat latihan panahan yang khusus diperuntukkan bagi keluarga kerajaan, tampak sang raja dan selirnya tengah berdiskusi.

"Bagaimana, siapa duluan?" tanya Arjuna bermaksud mengalah untuk urutan main.

"Silahkan Yang Mulia mulai lebih dulu," balas Irene sebagai tanda hormat, dengan lagak yang begitu manis, seperti perempuan bangsawan pada umumnya.

"Baiklah apa boleh buat?! Aku akan mengakhiri pertandingan ini secepatnya!" batin laki-laki itu.

Arjuna pun mulai menarik anak panahnya, kemudian matanya memicing untuk mengukur keakuratan arah yang dituju. Selang beberapa saat, dia melepaskan anak panahnya yang kemudian melesat cepat seperti angin.

Jleb!

Di papan sana, anak panah milik Arjuna berhasil menancap di poin sepuluh. Nilai yang sangat sempurna, begitu sempurna hingga membuat Irene sulit hanya untuk menelan ludah saja saat menyaksikannya.

"Astaga! Akurat sekali!" batin gadis itu setelah memicingkan mata.

"Bagaimana?! Jika kau tidak ingin kalah kau harus menggeser anak panah ku itu," ungkap Arjuna membuat pandangan Irene, menatapnya tidak percaya.

Laki-laki itu melanjutkan ucapannya,"Aku akan memberikan kesempatan padamu. Jika kanu menyerah sekarang, aku akan membatalkan kesepakatan kita."

Isi perkataan sang raja tidak jauh dari kata penawaran, namun hal tersebut tidak membuat keputusan Irene berubah, dia tetap memilih untuk berusaha percaya diri.

"Tidak Yang Mulia. Pantang bagi ku untuk menyerah!"

Arjuna terkesan setelah ucapan penuh keyakinan itu."Nyali mu cukup kuat."

Irene pun mulai mengangkat busurnya, dan menarik anak panahnya sekuat tenaga, mengukur keakuratan posisi anak panah milik sang raja, dia menghela nafas, meniup ujung anak panah itu, kemudian melepasnya.

Jleb!

Dak!

Arjuna dan Sam terbengong melihat aksi yang telah dilakukan gadis itu.

Sementara Irene sendiri, hatinya masih dilanda kecemasan karena takut kalah.

Arjuna yang wajahnya mulai memucat segera memberikan perintah,"Kasim periksa!"

Sedetik kemudian, Irene langsung melayangkan protes,"Tidak! Kasim Fuu adalah pendukung mu. Bisa saja dia berbohong nanti!" Tak lama mata gadis itu menemukan sosok penjaga pintu ruang latihan.

"Kau! Penjaga pintu! Raja menyuruh mu kemari!" teriak Irene menjual nama Raja.

Pria berseragam hitam itu pun lari terpogoh-pogoh hendak menghampiri, namun segera Irene suruh agar berbelok.

"Periksa saja papan target itu! Teriakan hasilnya kepada kami!" teriaknya lagi, tanpa merasa malu sedikitpun.

"Gadis ini dibesarkan di mana? Di hutan?!" batin Arjuna seraya memandang aneh gadis disampingnya dengan tatapan yang datar.

Arjuna tidak protes dengan kelakuan gadis itu karena Irene adalah selir kesayangannya. Begitu juga dengan Jenna di sana yang menjadi permaisuri kesayangannya. Ya iyalah, orang mereka satu-satunya permaisuri dan selirnya.

"Satu anak panah patah terbelah dua dan satu anak panah tertancap di poin sepuluh!" teriak penjaga setelah memeriksa papan yang terjatuh itu.

"Aaa...aku menang! Aku menang! Aku menang!" teriak Irene kegirangan seraya berjingkrak-jingkrak seperti anak kecil.

Arjuna menatap gadis disampingnya dengan tatapan yang seolah tidak terima. Arjuna pun membuang kasar busur miliknya dan segera menghampiri papan target itu karena masih tidak percaya dengan kekalahannya.

Sesampainya di tempat papan target, dan memastikannya, Arjuna membeku dengan wajah yang pucat seraya berkata dalam hati,"Ini bukan hanya sekedar keterampilan, tapi ini keajaiban!"

Seumur hidup, Arjuna baru melihat ada anak panah yang berhasil membelah anak panah lawan sesempurna seperti yang tengah disaksikannya. Apalagi hal tersebut dilakukan oleh sang wanita. Untung oleh Irene, jika saja hal itu dilakukan oleh Jenna, mungkin dirinya akan pingsan karena melihat keajaiban di atas keajaiban.

avataravatar
Next chapter