1 The Richman - Debut

Malam semakin larut dan jantungku semakin tak menentu, berdetak semaunya, entah bagaimana aku harus membuat diriku tak gugup, tapi rasanya tak mungkin. Saat ini aku tengah berdiri mengenakan gaun berwarna hitam dengan harga termahal yang pernah kukenakan seumur hidupku, bagaimana tidak, sebelumnya aku tinggal di panti asuhan, tempat dimana aku memakai pakaian yang diberikan oleh orang karena rasa belas kasihan, dan kebanyakan adalah pakaian pantas pakai.

Detik ini aku berdiri dengan stiletto berwarna hitam berharga ratusan dollar, dengan mini dress hitam keluaran LV yang nilainya ribuan dollar, lengkap dengan perhiasan yang tak kalah mewah. Aku tak pernah merasa secantik ini seumur hidupku, riasanku benar-benar terlihat natural dipadukan dengan tatanan rambut sederhana namun secara keseluruhan aku menatap diriku di cermin dan hanya mampu mengumamkan satu kata "Amazing".

Aku berdiri diantara sepuluh gadis lainnya, mereka juga mengenakan pakaian dan perhiasan tak kalah mewah. Bedanya denganku adalah ini malam pertamaku sementara bagi mereka, mungkin ini bukan kali pertama mereka berdiri mempertontonkan kemolekan tubuh. Banyak malam sudah dilalui dengan berbagai kostum tentunya, seperti yang dikatakan sang perias padaku.

"Setiap malam akan ada tema yang berbeda, ini daya tarik the Ritz." ujarnya saat memoleskan riasan wajah padaku. Aku mengangguk saja, menurut bagaikan domba di cukur bulunya.

Mataku baru saja terbuka setelah sekian puluh tahun aku menjalani kehidupanku di panti asuhan. Aku tidak pernah tahu bahwa diluar panti asuhan tempatku tinggal ternyata ada dunia gemerlap semacam ini, dimana para pria dengan rekening jutaan bahkan ratusan juta dollar atau triliunan mungkin datang untuk mencari kenikmatan sesaat di kota ini. The Ritz terkenal sebagai sebuah klub hiburan malam yang menyediakan jasa pelayanan plus plus yang memiliki legalitas dan dipandang elite. Tak sembarangan gadis bisa menjadi salah satu yang berdiri di tempat ini, banyak proses yang harus dilalui dan itu jelas tidak mudah. Entahlah, mengapa para gadis memilih opsi ini dibandingkan bekerja di tempat lain yang menurutku lebih terhormat meski penghasilannya mungkin kecil.

Beberapa orang kaya di kota ini memang memiliki kebiasaan aneh, mereka lebih suka menikmati sex tanpa pernikahan. Bagi mereka pernikahan adalah sebuah ikatan mengekang yang tidak lagi mendapatkan tempat di masyarakat modern. Gaya hidup yang menurutku cukup membingungkan, tapi ini benar-benar terjadi dan dinikmati oleh sebagian orang dengan status sosial tinggi tidak hanya demi kepuasan, namun juga demi prestise atau gengsi diantara strata sosial mereka.

Aku bisa menganggap diriku korban, tapi bisa juga menganggap diriku sedikit lebih beruntung daripada teman-teman pantiku. Beberapa berakhir menjadi budak di rumah orang kaya dan mati karena mengalami siksaan fisik dan seksual oleh majikan yang datang ke panti bagaikan malaikat dan meminang mereka untuk dijadikan anak angkat, tapi realitanya, mereka disiksa sebagai budak rumah tangga, sebagian menjadi budak seks ayah angkat mereka.

Sedikit berbeda denganku. Seminggu yang lalu seorang perempuan dengan sanggul tinggi berwarna coklat tanah datang ke panti dengan seluruh perhiasan terbaik menempel di tubuhnya, juga pakaian super mahal dari brand ternama yang dia kenakan. Dia mengatakan pada pemilik panti untuk melihat remaja di panti untuk dijadikan anak asuhnya. Dia jujur mengatakan pada ibu panti kami bahwa kami akan diberikan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dengan penghasilan yang cukup baik pula, dan dia juga menjanjikan bahwa kami tidak akan jadi pembantu rumah tangga dibawah asuhannya.

Benar saja, dua hari aku datang kemari aku diperiksa secara medis oleh dokter yang disediakan agensi ini. Aku juga makan dan minum suplemen dibawah pengawasan ahli gizi yang dimiliki agensi, dan bahkan aku mendapat training tentang table manner dan juga segala bentuk sopan santun di sini. Bahkan pakaianku disiapkan oleh desainer khusus agensi dengan bahan-bahan terbaik.

Aku merasa untuk beberapa hari aku hidup seperti puteri raja, hingga sore ini Mrs. Morrison datang ke kamarku dan mengatakan bahwa waktuku sudah tiba. Aku harus mempersiapkan diriku untuk menjadi "Teman" bagi seorang pria yang akan datang malam ini.

Mrs. Morrison mengatakan bahwa aku harus bersaing dengan sembilan orang gadis lain, dan dia berharap bahwa akan ada pria yang memilihku.

Untuk sejenak aku berpikir bahwa aku akan menjadi Cinderela yang hadir di sebuah pesta dansa dan berharap pangeran melirikku dan mengajakku berdansa, tapi ternyata ini jauh lebih mengerikan dari semua itu. Kami sudah berdiri sekitar sepuluh menit dan kakiku mulai kesemutan. Kegelisahanku tak kunjung mereda meski aku berusaha menetralisirnya dengan menebar pandangan pada gadis-gadis lain. Mereka tampak santai, beberapa sibuk dengan gaun mereka, beberapa sibuk dengan warna lipstick mereka. Hanya aku yang berdiri dalam diam dengan sebuah pertanyaan besar yang bersarang di benakku. "Akan seperti apa pria-pria itu nanti?"

Seorang perempuan dengan rambut pirang datang untuk melakukan pemeriksaan terakhir pada kami, bahkan dia memeriksa bau badan kami. Tidak ada yang boleh memiliki aroma tidak sedap di sini, dan setelah semua pemeriksaan paripurna, termasuk pemeriksaan bulu mata, dia menggiring kami ke ruangan lain. Tempat dimana keadaan lampu remang dan beberapa meja bundar sudah dipenuhi dengan beberapa tamu. Mungkin Jika di hitung ada sekitar sepuluh sampai lima belas pria duduk si meja itu.

"Kenakan topeng kalian masing-masing." perintah Mss. Parish, dia adalah koordinator kami. Entah apa namanya, tapi dia adalah orang kepercayaan Mrs. Morrison.

Aku mengenakan topengku, yang meski tidak menutupi seluruh wajah, tapi topeng itu cukup menyamarkan identitas kami ternyata. Saat aku menatap gadis lainnya, kami menjadi sangat mirip, meski tentu saja bagian tubuh kami tidak bisa berbohong. Aku sangat berbeda dengan mereka dibagian bokong dan payudaraku. Aku termasuk yang paling kecil dan memprihatinkan diantara mereka.

"Sekarang kalian berbaris yang rapi dan berjalanlah sesuai dengan route latihan terakhir." perintah Mss. Parish dan kami mengikutinya tanpa bicara. Dimulai dengan Bianca, Casandra, Lola, Loura, Irish, Noura, Bella, Gladish, Angela dan aku yang terakhir.

"Cristabell, perhatikan langkahmu, jangan membuat kesalahan sekecil apapun." bisik Mss. Parish saat aku hendak melangkahkan kakiku dan aku mengangguk, pertanda aku sangat paham dengan situasinya. Aku tidak perlu melihat siapa pria-pria itu karena sejujurnya aku tidak peduli sama sekali, yang aku inginkan adalah malam ini segera berakhir, dan aku bisa tidur dengan tenang.

Aku terus melangkah dibawah tatapan-tatapan yang ternyata tidak bisa membuatku tenang. Aku mempedulikan tatapan-tatapan itu, mereka memperhatikan kami dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dan saat aku melintasi meja demi meja, mereka tidak ada yang berani menyentuh kami, seolah kami ini sangat terhormat. Setelah kami berjalan melalui meja-meja itu kami kembali ke ruang tunggu.

Sementara kami menunggu dengan gelisah, beberapa asyik bercengkerama beberapa komat-kamit sepertiku, kurasa mereka yang komat-kamit berdoa untuk tidak menemukan pria kasar atau setidaknya pria tua yang menjengkelkan malam ini. Tapi aku tidak tahu apa yang harus kudoakan, karena aku bahkan tidak tahu apa yang harus kulakukan seara real. Aku hanya tahu semuanya dari teori dan video yang dipertontonkan pada kami, semacam tutorial bagaimana kami harus memberikan kepuasan pada para tamu. Dan itu membuatku hampir muntah justru, tapi karena reaksiku, aku dihukum menonton film semacam itu hingga dua jam oleh Mrs. Parish. Jadi kurasa daripada aku memikirkan hal demikian, lebih baik kujalani dan kulupakan sisanya.

***

Sepuluh menit berlalu dan Mrs. Parish masuk kedalam ruangan.

"Angela kau kamar 001."

"Bianca 003"

"Gladish 005"

Tiga orang itu maju dan mengambil nomor kamar sesuai yang disebutkan oleh Mss. Parish.

"Casandra, Lola, dan Loura, kalian di kamar 002" kata Mss. Parish dan wajah mereka bertiga tampak bingung.

"Kalian harus bermain dalam kelompok." Mss. Parish menjelaskan alasan mengapa mereka harus berangkat bertiga.

"Irish dan Noura, kalian di kamar 009"

"Bella, kau harus menemani pelangganmu di nomor 010."

Semua gadis itu berdiri dengan sumringah menyambut nomor mereka masing-masing. Dan aku? Bagaimana denganku? Aku menatap Mss. Parish dan wanita itu tersenyum padaku.

"Tampaknya kau primadona malam ini." bisiknya sangat lirih sambil menghampiriku.

"Sampai sekarang hargamu belum mencapai kesepakatan." kata Mss. Parish sambil membenahi rambutku.

"Bersiaplah, jangan membuat kesalahan sedikitpun. Dan kau akan mendapatkan 10% bagianmu." katanya lagi sambil meninggalkan ruangan, dan jantungku berdetak semakin kencang, membayangkan apa yang terjadi di luar.

Aku duduk seorang diri di dalam ruangan sementara diluar orang-orang sedang mengundi berapa nilai harga diriku, sementara aku tidak bisa lari atau membela diri. Yang bisa kulakukan hanya pasrah pada apapun yang mungkin terjadi padaku nanti.

***

Sepuluh menit berikutnya Mss. Parish datang kembali kedalam ruang tunggu dan tersenyum padaku.

"1.000.000 USD" katanya dengan senyum lebar.

"What?" aku tertegun menatapnya. Bagaimana mungkin seorang pria menghargaiku sedemikian mahal? Bahkan jika aku bekerja seumur hidupku, aku belum tentu memiliki uang sebanyak itu.

"Ya, ini memang gila. Tapi ada seorang pria gila yang rela mengeluarkan uang sebanyak itu dari kantongnya untukmu. Cepat bergegas ke VVIP room sebelum dia berubah pikiran. Lakukan apapun yang dia inginkan dan bersopan santunlah." kata Mss. Parish dan aku mengangguk. Dengan tangan gemetaran aku berjalan ke arahnya dan menerima nomor dengan warna gold dari tangannya.

Seperti pelajaran diawal, pengenalan tentang profesi kami, ada beberapa tingkatan. Untuk warna hitam, kami akan melayani pelanggan di ruang standard dengan harga dibawah 1000 USD. Sedangkan untuk warna merah, kami akan melayani pelanggan di kelas VIP dengan harga diatas 1000 USD tapi dibawah 100.000 USD. Dan untuk warna Gold, kami akan melayani pelanggan di atas 100.000 USD. Sejauh ini ada seorang gadis bernama Judith yang pernah laku dengan harga 250.000 USD, dan belum ada harga diatas itu.

Dan ini gila jika malam ini seseorang membayar satu juta dollar untukku, mungkin aku akan ditembak mati olehnya jika dia tidak mendapatkan kepuasan yang dia inginkan.

avataravatar
Next chapter