webnovel

Pingsan

Empat puluh lima menit berlalu, seminar yang dibawakan Bella itu berjalan khidmat. Topik menarik, pembawaan membangun, dosen muda itu sangat professional untuk urusan presentasi ilmiah. Tidak hanya itu, materi yang dipilihnya untuk seminar nasional diangkat berdasarkan kasus yang terjadi di Indonesia selama tiga tahun terakhir dan belum menemui titik temu hingga hari ini. Tak ayal jika banyak peserta seminar adalah mereka yang bekerja dari instansi yang berkaitan atau bahkan langsung menangani kasus itu.

"Model tiga faktor psikopati telah diusulkan di mana gaya interpersonal yang arogan dan menipu, pengalaman afektif yang kurang, dan gaya perilaku impulsif dan tidak bertanggung jawab." Bella kembali menunjukan model penelitian kategorisasi perilaku psikopat dalam slidia presentasinya.

Topik presentasi itu berfokus pada karakter personal seseorang, dan apa saja yang membuatnya dapat terindikasi sebagai criminal, sekaligus psikopat. Kriminologi dan psikologi selalu berkaitan, dan menarik untuk dibahas bagi sang dosen.

Tepat satu jam, presentasi Bella selesai, ditutup dengan sesi tanya jawab interaktif.

Termin pertama berisi tiga pertanyaan selesai, termin kedua kembali dibuka, namun hanya ada satu orang yang mengangkat tangan. Seorang petugas kepolisian, itu Tristan. Sedari tadi menyimak presentasi dari Bella. Ah, tepatnya materi beserta presenternya.

Tristan lantas berdiri, meraih mikrofon yang diberikan panitia.

"Terimakasih atas kesempatannya, dan terimakasih kepada Doktor Bella atas pemaparannya yang luar biasa. Perkenalkan Saya Tristan Emilio dari Divisi Bareskrim Polda Metro Jaya," buka Tristan, Bella di depan mengangguk dan tersenyum tipis.

"Seperti yang Anda sebutkan tadi, bahwa Meskipun beberapa penelitian telah menyarankan bahwa ada dua subtipe psikopat yang berbeda, apa keterbatasan dari penelitian tersebut yang membuatnya kurang feasible secara teoritis dan praktis? Terimakasih," ujar Tristan, kemudian kembali duduk menunggu Bella menjawab.

Bella yang awalnya duduk di sofa pembicara itu kemudian berdiri, hendak maju untuk menjelaskan lebih. Namun sayang, kepalanya mendadak sakit, seolah terbentur sesuatu, Ia bahkan sampai memejamkan matanya. Efek samping dari mimpi-mimpi buruknya dimalam hari selalu sama seperti ini. Potongan memori buruk yang membuatnya trauma akan kembali muncul dalam kilatan-kilatan singkat. Bella pusing, pandangannya berubah buram. Suara-suara tangisan anak kecil kembali merangsek ke dalam ruang dengarnya.

Moderator, Tristan, dan juga seluruh peserta mulai silih melirik, khawatir akan apa yang terjadi pada dosen muda itu.

"Doktor Bella?" tanya moderator, mendekat sedikit pada Bella yang masih menunduk.

Tristan di tempatnya menjadi ikut khawatir, atau tepatnya Ia penasaran. Pandangannya satu jam terakhir ini selalu terpaku pada dosen itu, tapi Ia tidak menemukan tanda-tanda bahwa Bella sedang sakit atau kurang sesuatu apapun.

"Aduh, kenapa ya?" gumam Jevan pelan disampingnya.

Semenit …

Dua menit …

Akhirnya Bella mendonggakkan kepalanya, merapikan kembali rambutnya. Sedikit sungkan dengan moderator dan audiens, Ia membungkukan kepala dan tersenyum. Jelas sorot matanya itu masih mengindikasikan ada suatu sakit yang Ia tahan disana.

Bella lantas mencari keberadaan Tristan, lalu menatap si penanya itu mata, siap untuk menjawab.

"Terimakasih atas pertanyaannya, Saudara Tristan."

"Penelitian kategorisasi ini memiliki keterbatasan yang cukup besar, termasuk ketergantungan pada tindakan laporan diri, kegagalan untuk mengatasi heterogenitas secara memadai dalam konstruksi psikopati, dan kontaminasi …"

BRUKK!

Bella terjatuh di podium.

Tiba-tiba, ditengah Ia menjawab pertanyaan dari Tristan.

Moderator, MC, dan panitia bergerak cepat membawanya ke ruangan lain. Tristan bahkan sampai berdiri saking terkejutnya, seolah ingin berbuat sesuatu untuk menolong tapi keduluan oleh yang lain.

Next chapter