webnovel

Kapten Kian

Jam tujuh pagi, Tristan sudah berada di Markas Kepolisian Polda Metro Jaya untuk memenuhi permintaan atasannya. Sudah hampir seminggu akhirnya Ia menggunakan kembali seragam kepolisiannya. Beberapa orang menyapanya sepanjang Ia berjalan, sekedar menanyakan kabar Kapten Divisi Bareskrim itu setelah mengalami kecelakaan. Tristan hanya merespon seadanya seperti biasa. Agak geli juga baginya untuk menanggapi beberapa polisi wanita yang bertingkah berlebihan.

Tak lama kemudian, Tristan sampai di ruangan Mayor Rian, atasannya yang disebutkan Letnan Jevan kemarin siang.

"Selamat pagi, Pak," sapa Tristan, lanjut menyalami Rian.

"Oh, sudah datang, selamat pagi, Kapten Tristan. Bagaimana kabarnya? Apa sudah pulih dari syok dan trauma pancakecelakaan?" tanyanya sembari mempersilakan Tristan duduk.

Tristan tersenyum, "Alhamdulillah, Pak. Tidak ada hal fatal terjadi dengan Saya. Ada apa ya Pak?"

Rian menegakkan posisi duduknya, "Begini, Kapten Tristan. Ini soal rekan satu divisi Anda, Kapten Kian, yang sedang bertugas menangani kasus yang belum kunjung menemui titik temu," ujarnya.

"Kasus apa Pak? The Retro?" tebak Tristan, menyebut kasus yang sudah terkesan tabu saking misterius dan mengerikannya.

Rian mengangguk, "Ya, benar. Kapten Kian saat ini tidak bisa dihubungi sejak satu minggu. Anggota Divisi Intelijen sudah berusaha keras menghubunginya, tapi Ia tidak kunjung muncul, merespon panggilan pun tidak. Jejaknya benar-benar hilang."

Tristan terkejut. Soal Kapten Kian, Tristan kenal betul kalau Ia adalah seorang polisi dan detektif yang sangat handal. Alasan kenapa dirinya ditugaskan dalam kasus misterius ini juga dikarenakan rekam jejaknya yang bagus di kasus-kasus lain yang Ia tangani.

"Kapten Kian menghilang?"

"Ya. Alamat IP, semua indikator siber yang menyertainya hilang begitu saja. Seperti ditelan bumi, Ia hilang," jelas Rian.

"Apa kemungkinan penyebabnya?"

"Tidak lain jika Ia sedang bersembunyi untuk mengejar The Retro, atau justru ... Ia yang menjadi korban pembunuh berantai itu."

DEG!

"Rasanya terlalu dini untuk memiliki asumsi seperti itu. Kapten Kian bahkan pernah hilang lebih dari satu bulan dalam misinya mengejar sindikat mafia di Lombok tahun lalu," bantah Tristan.

Rian mengangguk, "Ya, tapi saat itu Ia masih bisa berkomunikasi ke markas. Kali ini tidak sama sekali. Pimpinan khawatir sesuatu terjadi padanya, maka mereka meminta untuk seseorang membackup pekerjaannya, sekaligus mencari keberadaannya," ujarnya.

"Lalu siapa yang akan menggantikannya?" tanya Tristan. Dalam hati Ia sudah bisa menebak alurnya akan kemana.

"Saya merekomendasikan Anda, Kapten Tristan untuk itu. Apakah Anda bersedia? Saya tidak merasa ada orang lain yang lebih kompeten dari Anda untuk urusan ini."

Benar saja dugaan Tristan.

Tristan tampak berpikir, "Bisakah Saya berpikir terlebih dahulu? Mengingat ini tugas berbahaya dan Saya masih memiliki keluarga," ujarnya.

"Ya, silakan Kapten, tapi tolong segera. Saya beri waktu dua hari sebelum Anda menandatangani SK tugas."

"Baik, Pak. Secepatnya akan Saya konfirmasi."

****

Sudah satu jam lebih Tristan berkutat dengan laptopnya. Jevan yang satu ruangan bersamanya itu sampai heran, apa gerangan yang membuat atasannya itu sangat fokus sampai tidak makan siang setelah shalat jumat tadi. Pakaian pria itu bahkan masih sama, koko putih disertai peci hitam.

The Retro, Tristan kembali menyelam ke dalam data-data penyelidikan dan berita-berita soal kasus itu. Rian memberikannya banyak dokumen penyelidikan kasus itu. Sudah tiga tahun berjalan, kasus itu belum selesai juga. Korban selalu bertambah menjelang awal bulan Juli. Lebih jauh lagi Tristan meneliti TKP penemuan para korban itu.

"Ada yang sedang dikerjakan, Kapten?" tanya Jevan kemudian.

Tristan menoleh cepat, "Ini Jev. Saya diminta Pak Rian untuk menangani kasus The Retro," jawabnya.

Jevan membulatkan matanya, "Jadi rumor itu benar ya, Kapt? Kalau Kapten Kian mendadak hilang dalam tugas? Hingga Kapten diminta menggantikan?"

Tristan mengangguk pelan, "Ya, tapi Kapten Kian belum tentu hilang. Bisa saja beliau memang sedang dalam penyamaran yang mengharuskan seluruh identitasnya dihilangkan. Saya hanya diminta untuk menghandle sebagian tugasnya, juga mencarinya," jelasnya panjang lebar.

"Ah, begitu ya. Apa Kapten Kian pergi sendiri?"

"Tidak. Beliau pergi dengan Arfani, Detektif Junior Divisi Intelijen. Arfani juga turut menghilang, begitu yang dikatakan anggota Divisi Intelijen yang Saya temui tadi," jawab Tristan.

"Lalu bagaimana keputusan Anda, Kapt? Apakah akan menghandle tugas berat dan berbahaya ini?"

"Belum tahu. Saya harus diskusi dulu dengan keluarga."

"Memang sudah berkeluarga ya, Kapt?" celetuk Jevan out of context dengan isengnya.

Tristan menoleh tajam padanya, "Memangnya berkeluarga itu konteksnya harus beristri ya? Ayah Ibu dan Saudara itu bukan keluarga?" sinisnya.

Jevan mengangkat dua jarinya ke udara, "Siap, salah, Kapten!"

Tristan berdecak jengkel, "Kalau Saya iyakan, siap-siap saja Kamu dan Yudha juga akan ikut andil."

Jevan melotot, "Loh, kok Saya sih Kapt? Kan masih ada yang lain? Letnan Dani misalkan," protesnya.

"Kalau kata Saya Kamu ya Kamu, bukan Dani!"

Ditengah keributan itu, tiba-tiba ponsel Tristan berdering tanda panggilan masuk. Tristan kira itu Gia, tapi ternyata itu dari nomor yang tak Ia kenal.

"Halo, Assalamualaikum? Dengan siapa?" salamnya sopan.

"Waalaikumsalam, Tristan. Ini Saya, Bella," jawab si penelepon, membuat Tristan mendadak mati gaya. Bukan tanpa alasan, siapa juga yang tidak kikuk setelah disangka tunangan seseorang?

Jevan yang memperhatikan gerak-gerik atasannya itu hanya mengerutkan dahinya.

"A-ah, iya Bella. Ada apa ya?" tanya Tristan terbata, lanjut membuka pintu untuk keluar, menghindari godaan Jevan yang sudah tersenyum menyeringai tak karuan padanya sejak nama Bella disebut.

"Maaf mengganggu Kamu, barusan Mbak Gia pamit pergi, katanya mau bertemu kliennya, dan Saya disuruh hubungi Kamu. Beliau tadi sangat buru-buru," ujarnya.

Tristan mendudukan diri di kursi pinggir ruangannya, "Oh begitu ya. Mbak Gia pasti minta Saya buat jagain Kamu. Kamu bagaimana kondisinya sekarang? Apa ada keluhan?" tanyanya perhatian.

"Alhamdulillah tidak ada. Tapi Saya mau minta maaf ke Kamu secara khusus ya, Tristan. Maaf sudah membuat Kamu bingung dengan mengatakan bahwa Kamu adalah tunangan Saya," ujarnya merasa tidak enak.

Tristan tersenyum tipis, "Tidak masalah, Bella. Saya juga sudah mendengar dari Mbak Gia."

"Untuk mencegah salah paham dan agar Kamu memaklumi Saya, sebenarnya ada yang ingin Saya jelaskan ke Kamu, khusus ke Kamu saja. Saya benar-benar tidak enak, maka harus mengklarifikasinya. Kira-kira kapan ya Kamu ada waktu?" tanya Bella.

"Saya bisa ke sana sekarang juga. Jam kerja Saya sudah selesai. Bagaimana?"

"Oh baik kalau begitu. Saya tunggu."

"Tentu. Kalau begitu Saya tutup dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Tristan mengetuk-ngetukkan ujung ponselnya ke dagu, memikirkan apa yang kira-kira akan disampaikan Bella nanti. Soal mimpi nyata yang diceritakan Gia, Tristan tidak sepenuhnya percaya. Sesuatu ditemukannya di internet ketika berselancar mencari tahu The Retro tadi.

"Apa memang Bella mempunyi kemampuan itu?"

Next chapter