7 Kegagalan yang Sama

Hh ... hhh ... ternyata aku bermimpi lagi. Hhhh ... Aku menangis dan gemetar sambil tertidur. Tapi, bagaimana mungkin rasanya semua ini tampak nyata. Heks... heks... jika memang nyata, apa benar pangeran Cristal dan putri Amoi mati karena sihiran putri Buroe? Tidak bisa dipercaya, kasihan sekali mereka. Heks ... heks ...! Hah, kalung mutiaranya bersinar, apa maksudnya? Seekor cicak dalam gua memberitahuku, artinya kisah itu benar dan nyata.

Aku berlari dari gua di subuh hari menuju rumah nenek Buroe, aku sangat menanti kebenaran dari nenek Buroe. Masalah yang tidak terselesikan harus di akhiri dengan damai tanpa dendam.

Akhirnya aku sampai di rumah nenek Buroe di siang hari. Aku merasa lelah dan terjatuh lemas di hadapan mereka. Nenek Buroe tersenyum lebar lagi, aku tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi semua itu sudah di rencanakannya, dia tahu siapa aku sebenarnya, maka dari itu aku harus bertanya padanya 'apa hubungannya aku dengan masa lalu?' Sekarang waktunya mengetahui kebenaran.

"Nenek, mengakulah bahwa kau yang menyihir saudara kandungmu dan kandunganya!" tegasku padanya.

"Owh ... suara gadis kecil yang kurindukan, kau yang dulu maupun kau yang di bangkitkan, kalian sama saja gadis yang penuh rasa ingin tahu dan sayangnya kalian adalah gadis yang malang. Hahahaa...." Masih sempat dia tertawa besar, baginya ini hanya lelucon, lihat saja bagaimana aku akan mengungkap kebenarannya.

"Lambat atau cepat semuanya akan terungkap, lebih baik kau selesaikan semuanya, agar roh mereka pergi dengan tenang..." aku menangis dan berharap demikian.

"Begitukah, aku bersalah! Oh Tuhan ampunkan semua dosa-dosaku, aku... aku... hahahahaha...." Baginya semua lelcon, dasar penyihir licik!

Aku hendak berdiri, tapi kakiku mati rasa begitu aku melihat tangan nenek Buroe yang mengendalikan tubuhku.

"Moin-Moin, ambilkan panci di atas kayu bakar! Aku ingin memberi tamuku masakan terbaik yang pernah ada."

Dia berpikir aku akan memakannya, tidak akan. Tidak akan pernah aku tertipu lagi oleh penyihir jahat sepertinya. Moin-Moin melakukan apa yang diperintahkan penyihir itu, mata Moin-Moin berubah berwarna hijau, aku rasa Moin-Moin sedang dikendalikan dan di manfatkan.

"Katakan, apa hubunganku dengan masa lalu? Dan mengapa kau mengincarku dan mencoba melenyapkanku?" tanyaku menatapnya tajam.

"Ini, Nek!" Moin-Moin memberikan panci itu pada nenek Buroe. Moin-Moin tidak menatapku sekalipun. Setelah membawa panci dia berdiri tegak di samping rumah.

Nenek Buroe membuka tutup panci, ternyata isinya bukan makanan, tapi air yang kurasa telah diberikan mantra.

"Uh ... aku lupa, ternyata aku tak memasak makanan lezat, tetapi air yang lezat. Makhlumkan aku yang sudah tua, dengan senang hati aku memberimu mata air yang lezat rasanya. Ambillah!" ucap Nenek Buroe dengan ektingnya. Dia berpikir aku akan menerima tawarannya, maka simpan saja pikirannya itu.

"Tanganku mulai pegal, kau tak ingin airnya? Baiklah, lebih baik aku membuangnya sebelum airnya berkeruh," ucapnya berbalik badan. "Tapi ... bukankah kau merasa lelah?" sambungnya sambil tersenyum lebar.

Bsyurrrr... dengan sengaja Nenek Buroe menyiramku dengan air dari panci itu.

"Nenek! Apa yang kau lakukan?" Moin-Moin tersadar dan panik.

"Sayang sekali penyihir jahat, kelemahanku bukan hanya mata air, tapi tertidur di siang hari!" aku mengertaknya.

"Aku tahu, kau tenang saja. Aku sudah menyiapkan semuanya," ucapnya. Nenek Buroe menyalakan api di ranting kayu dan mengucapkan mantra.

"Apa yang kau lakukan?" Aku semakin panik. Mungkinkah ... dia menidurkanku dengan sihirnya. Aku menguatkan kelopak mataku dan berusaha tidak tertidur, namun aku tak kuat menahanya, mataku mulai tertutup rapat. Aku sempat melirik Moin-Moin yang di sibukkan oleh bola hijaunya.

***

Aku terbangun dari tidur, sama seperti saat tubuhku menghilang yang terdampar ke tempat yang lebih jauh, menuju pada Moin-Moin adalah perjalanan terbesarku. Baiklah, sekarang biar aku lihat misiku yang baru, dimana dia? Aku rasa di sini tidak ada sehelai daun pun. Oh, kalung identitasku ... Violet? Kenapa aku memakai kalung Violet dan dimana aku?

"Jaaaa ..." Seseorang mengejutkanku. "Hahaha ... lihatlah kejutanmu itu, kau sangat lucu, hahaha ..." Dia seorang lelaki tampan dengan tindik di telinganya.

"Kau siapa?" aku bertanya.

"Aku pangeran Schnee-J, Yang Mulia! Hahaha, Violet kita berekting sangat baik bukan?"

Dia mengenal Violet. Tunggu, aku mengerti, sama seperti saat aku berada dalam tubuh Amoi dan masuk pada kisah pangeran Buth dan putri Katrinei, kalau begitu artinya aku akan bertemu dengan mereka di istana Konai. Ini adalah kesempatanku untuk mengungkapkan yang sebenarnya pada pangeran Buth dan putri Katrinei, serta menghentikan putri Buroe dengan rencana jahatnya.

"Schnee-J, kapan perayaan pesta kehamilan putri Katrinei di Istana Konai?" aku bertanya padanya seolah-olah aku adalah Violet.

"Schnee-J? Kau kan selalu memanggilku My Love," herannya.

"Oh... aku hanya ... berekting! Ya, berekting." Habislah aku.

"Hahaha ... ektingmu sangat payah, kau harus belajar lagi dariku, ya!" ucapnya sambil mengelus kepalaku.

"Emmm, ayo katakan kapan pestanya dimulai?"

"Apa maksudmu, pestanyakan sudah di rayakan dua bulan yang lalu, My love ..." jawabnya lembut.

"Apa ... dua bulan yang lalu, se ... se.. karang bagaimana keadaan putri?" tanyaku heran.

"Mereka baik-baik saja. aku tahu kau pasti cemas karna bulan depan kita akan segera menikah dan kita juga akan memiliki anak. Aku ingin melihat bagaimana aku dipanggil Ayah, bukan malah Raja atau Yang Mulia. Payah, mau posisi apapun, jika sudah punya anak maka lebih baik anak itu memanggilnya Ayah bukan? My love! Kau mendengarkanku?"

"Hah?" Aku tersadar dari lamunan dan merasa cemas pada putri Katrinei.

"Apa kau baik-baik saja, My love?" tanya pangeran Schnee-J cemas.

"Tidak, aku harus ke Istana Konai untuk memberi informasi pada Putri." Aku berlari meninggalkan Pangeran Schnee-J.

"Hei Tunggu, kenapa tidak memberi surat saja?" Pangeran Schnee-J mengejarku.

Sampai di halaman Istana Konai, aku bahkan tidak tahu harus masuk melewati apa, pengawal yang banyak dan keamanana yang ketat.

"My love, kau serius ingin melakukan ini?" tanya Pangeran Schnee-J.

"Emm, tentu saja. Apa kau takut?" tanyaku balik.

"Heh, takut? Aku adalah Pangeran Schnee-J, Pangeran tunggal tertampan di dunia dan aku akan menikahi Putri Violet yang paling cantik di dunia, berjanji rela berkorban demi kesetiaanku padanya dan rakyat," cetus Pangeran Schnee-J membuatku tertawa.

Tiba-tiba aku melihat jubah hitam dari halaman belakang istana, seseorang berjubah hitam itu mengendarai kuda.

"Ayo cepat!" Kami berlari mengejar orang tersebut.

"Berhenti ....!" Sekejap kuda itu berhenti.

Seseorang yang menngendarainya menoleh ke belakang. Ternyata, dia adalah Putri Buroe.

Tidak ada yang bisa kulakukan sekarang, selain menghentikannya penyihir itu melakukan kejahatan pada dua bulan yang akan datang.

"Putri Buroe! Kau harus berhenti melakukan kejahatan pada saudaramu. Jangan lakukan sesuatau yang keji, aku tahu kau tidak dapat menerimanya, tapi ... tidakkah kau lihat hasil dari kejahatanmu. Kau ... menjadi seorang pembunuh. Putri Amoi dan Pangeran Cristal... heks... heks.... Tolong berhentilah melakukannya, ku mohon ...!" kataku sambil berlutut padanya.

"My love, apa yang kau lakukan?" tanya Pangeran Schnee-J.

"Pangeran, bawalah tunanganmu ini kembali!" perintah Putri Buroe.

Aku berlari dan menghentikan kudanya berjalan. "Putri Buroe, aku tahu kau punya hati yang baik. Janganlah mengubah embun menjadi lumpur neraka. Jika kau berhenti melakukan kejahatan, maka sejarah akan lebih baik nantinya," aku terus memohon.

"Orang bilang sejarah tidak dapat di ubah, lalu apa yang sedang kau lakukan, Mengubahnya?" Putri Buroe menatapku tajam.

"Ia, jika aku mampu melakukannya kenapa tidak. Yang harus kulakukan hanyalah menghentikanmu!" ucapku tegas.

"Menghentikanku ... kalau begitu kau yang akan kuhentikan, lagi pula aku butuh lebih banyak bangkai untuk ramuanku, hahahaha ...." Putri Buroe menyihiku dengan tongkatnya.

"Apa yang kau lakukan, Putri? My love, My love ...!" jerit Pangeran Schnee-J.

"Ti ... tidak Pangeran, kau pergilah!" ucapku lemas.

"Tidak ... aku berjanji padamu My love, aku akan menggenggamkan tanganmu dan mati bersamamu, aku rela melakukannya demi cintaku."

***

avataravatar
Next chapter