1 Aya Takahashi

"Selamat kepada Aya Sheinafia Takahashi"

Gemuruh tepuk tangan mengiri hasil pemenang lomba karya ilmiah tingkat internasional yang tentunya diadakan dinegerinya sendiri, Jepang.

Ia bangkit berdiri dan menuju podium untuk menerima penghargaan dari lomba yang terakhir yang ia ikuti ini. Wajahnya memerah dan senyum manisnya terukir jelas dengan penuh kebahagiaan, meski sebelnya ia sering memenangkan berbagai tingkat penghargaan dalam hal apapun.

***

Aya Sheinafia Takahashi, seorang gadis muda berusia 20 tahun keturunan Jepang dari sang papa Enji Takahashi dan Norwegia sang mama Sara Keylle Takahashi. Ia mahasiswi manajemen digital tingkat akhir yang sedang menunggu waktu wisudanya saja. Ia terkenal akan kecantikan, kecerdasan, keaktifan, penuh talenta, mandiri, dan kepribadian serius serta cueknya, dan yang pasti segala sesuatu yang ada dihidupnya selalu direncanakan dengan baik.

Keluarganya memiliki restoran yang terkenal dan tempat pelatihan seni bela diri Jepang. Selain itu, sejak Aya SMP orang tuanya sudah mengadopsi secara resmi anak anak kecil jalanan hingga kini berjumlah 20 orang. Bahkan nama mereka semua, memiliki nama keluarga Aya, yaitu Takahashi.

Aya tengah duduk santai di ruang tengah bersama sang mama, papa dan adiknya Ray Collie Takahashi menghampiri dengan pakaian lengkap untuk berlatih bela diri rutinitas

"Aya kamu libur?"

"Iya pa."

"Sudah lama kamu tidak latihan. Ayo mulai latihan lagi. Coba kamu lawan adikmu sekarang..sepertinya adikmu kini lebih bagus dibandingkan kamu dulu saat seusianya."

Aya menghela nafas lalu meletakkan buku yang sedang ia baca lalu berdiri dan menatap papanya.

"Ahh oke biar saja kalau Ray lebih baik dari Aya, cause itu harus. Oh ya pa, I don't like. I don't love that. Maaf pa, aku akan enjoy dengan apa yang aku suka. Aku sudah punya rencana akan hidupku. Bukankah begitu selama ini? Jadi, biarkan saja Ray yang melatih adik adik ya?"

Papanya menahan keterkejutan akan sikap putri tertuanya, ia berusaha menyembunyikan kekecewaannya sambil mengusap rambut sang anak.

"Oke, back to your activity. Ray pergilah ke ruang latihan dan latih adik-adik mu. Papa akan menyusul nanti."

Papanya lalu beranjak pergi dari hadapan Aya dengan sedikit kekecewaan meski ini sudah terbiasa terjadi karena kedisplinan dan keterencanaan Aya dalam mengatur hidupnya. Namun, ia tak habis pikir semakin kesini Aya semakin tidak peduli dengan sekelilingnya.

Sang mama menghampiri papanya yang sedang duduk di balkon kamarnya. Ia menghampiri dan berbicara penuh kelembutan.

"Paa.."

"Maa, apa selama ini papa salah mendidiknya? Apa kita salah mendidiknya? Bukankah kita selama ini mendidik anak anak kita penuh kehangatan meski penuh kedisiplinan dan kemandirian? Katakan ma..."

"Tidak, papa tidak salah, kita tidak salah. Hanya saja, Aya yang telah tumbuh lebih dewasa dibanding usianya. Terlebih kita selalu melibatkan Aya dalam urusan rumah atau lainnya, secara tidak langsung kita sangat memerlukan dirinya, mungkin saja inilah mengapa dia memiliki prinsip untuk fokus dalam perencanaan yang baik agar hasilnya baik."

"Tapi ma, bukan seperti ini yang papa inginkan. Papa hanya ingin, Aya lebih menikmati hidupnya penuh bahagia. Jangan terlalu keras akan dirinya dan cobalah untuk peduli akan disekitarnya. Anak itu...ah sebenarnya dia memiliki banyak cinta di hidupnya, tapi ia tidak bisa membagikannya ke orang lain."

Papanya tertunduk sedih, sang mama mencoba merangkul dan berbicara penuh kelembutan.

"Papa, jangan salahkan diri papa ya. Papa sudah berusaha, itulah mengapa papa menginginkan mengadopsi anak anak secara resmi untuk membiarkan Aya peka terhadap orang lain, setelah kita lihat pertumbuhan dan perkembangan pesat Aya termasuk perubahan dirinya. Selama ini kita telah berusaha, Aya hanya dibutakan oleh keasikan dirinya sendiri pa."

"Apa tidak ada cara kita merubahnya ma? Papa sangat khawatir mengenai dirinya."

"Papa sayang tenanglah, perlahan pasti Aya akan mengerti. Selama ini kita sudah berusaha, sesempurnanya manusia merencanakan, tidak ada yang lebih baik dari takdir Tuhan. Kita percayakan pada Tuhan ya pa. Jangan bersedih."

Sang mama mendekatkan kepalanya pada suaminya untuk menenangkan dirinya juga yang lelah akan pembahasan sang putri semata wayangnya.

***

Setelah semua pergi diruang tengah, Aya pergi ke kamar mengambil buku catatannya lalu duduk di gazebo rumahnya. Tak lama dari itu sang mama menghampirinya dengan lembut dan membuat Aya bersemangat menceritakan segala hal yang telah ia rencanakan, bahkan ia menunjukkan catatan rencana hidupnya. Mamanya tersenyum sambil menanyakan apakah ia bahagia. Aya sontak terdiam dan menatap mamanya. Ia merasa ada sesuatu dibalik ekspresi mamanya.

"Ma, kenapa tanya hal seperti ini. Of course, Iam really happy. 2 bulan lagi aku wisuda sebagai lulusan terbaik, tercepat dan termuda ma. Aku sudah dijamin akan dapat beasiswa S2 di Inggris. Bahkan sudah ditawari berbagai posisi dan bidang, sekalipun itu bukan spesialisasi kuliahku. Teman seusiaku

avataravatar
Next chapter