1 Chapter 1

Ini benar-benar aneh.

Mau bagaimana pun aku memikirkannya, ini benar-benar aneh.

Apa maksudnya dengan [Born]? Apa aku akan bisa melahirkan seseorang bila memilikinya? Tunggu! Jangan sampai! Amit-amit. Kalau sampai seorang laki-laki bisa melahirkan anak, dunia pasti heboh.

Ah ....

Meski tanpa itu pun, dunia sudah sangat heboh.

Setahun yang lalu, di akhir tahun 2022, ada berlian raksasa yang muncul di tengah malam. Tidak ada yang melihat bagaimana proses kemunculan berlian itu, bahkan satelit pun tidak mendapat rekaman kemunculannya. Berlian itu muncul dari ketiadaan dan mengambang di langit. Cukup dekat untuk dilihat, tetapi tak cukup dekat untuk dijangkau.

Pesawat yang mendatanginya pun tak mendapat petunjuk selain itu berlian sangat kuat yang mengambang di langit tanpa adanya penyangga. Memang semuanya melawan hukum Fisika yang selama ini kupelajari hingga kepalaku mau botak, karena itulah benda itu menjadi sangat menarik perhatian.

Selain benda itu, keanehan lain yang muncul ada lah jendela berwarna biru dengan tulisan putih. Di dalam jendela apung seperti dalam game itu, ada sebuah kisah yang sangat panjang hingga terasa tak berakhir ujungnya. Sebuah kisah dari negeri antah berantah yang disebut The Last Star juga sebuah peta. Tidak ada yang tahu apa maksudnya dan dimana letaknya, tetapi kenyataan bahwa cerita itu sangat panjang membuatnya menjadi terlupakan. Namun, ada beberapa orang yang membacanya sepertiku, meski tidak semuanya. Aku bosan sekali bila diminta membaca.

"Kak Randy, udah nih!"

Rara keluar kamar dengan seragam merah putihnya yang mungil. Gadis yang baru menginjak delapan tahun itu mengomel tentang telur dan nasi sisa semalam lagi untuk sarapan, tetapi tetap menghabiskannya. Mau bagaimana lagi, nasi sisa semalam masih tersisa dan masih sangat layak dimakan. Sayang kalau dibuang begitu saja.

Kami tingga bertiga dengan Ibu, tetapi Ibu baru pulang pukul dua dan masih tidur sebelum berangkat bekerja lagi pukul sepuluh. Terkadang, aku ingin Ibu berhenti bekerja, tetapi aku masih belum menemukan tempat yang mau mempekerjakan anak SMA. Hanya beberapa toko milik teman atau kenalan ibu yang mau mempekerjakanku sebagai pegawai tambahan, itu pun tidak selalu ada setiap hari.

Rara mengambil helm mungilnya dan aku meraih tas kami. Kami segera meluncur di jalanan menggunakan motor.

Selama kemunculan berlian itu, aku masih merasa sangat was-was. Semua jendela teman-temanku hanya berisi peta dan cerita dari The Last Star, sementara itu milikku berisi informasi yang lebih banyak. Jendela status dan skill muncul bersamaan dengan itu, meski tanpa ada penjelasan. Hanya satu jendela skill-ku masih menyala, yaitu, [eyesight]. Apa itu ada hubungannya dengan kemampuanku melihat status dan jendela skill orang lain? Entahlah. Yang pasti, aku bisa membedakan siapa saja orang yang memiliki jendela melalui jendela statusnya dan juga memutuskan untuk menyembunyikan fakta itu dari mereka.

"Kak Randy juga punya itu kan, yang jendela jendela?"

"Punya, kok," jawabku saat kami berhenti di lampu merah. "Rara punya?"

"Nggak. Tapi temen Rara banyak yang punya. Kesel."

Aku tertawa.

Dasar anak kecil.

Eh ... tapi aku juga bisa dianggap anak kecil, karena kenyataannya, anak-anak seusiaku lah yang berharap sesuatu akan terjadi karena kemunculan jendela itu. Beberapa berharap akan ada monster dan mereka memiliki kekuatan super. Dasar anak-anak kebanyakan nonton film. Tidak salah juga sih, aku juga terlalu sering menonton film sampai punya pemikiran menakutkan dan memutuskan untuk menyembunyikan jendela statusku yang berbeda.

Setelah mengantarkan Rara, aku kembali ke sekolahku. Mau secepat apa pun berkendara, aku pasti akan tetap terlambat dan, benar saja, begitu sampai ke sekolah gerbang sudah ditutup dengan Damar yang berdiri sebagai penjaga. Lengkap dengan rambut rapi dan seragam super rapi dan tangan yang menyilang di dadanya yang tegap. Damar adalah satu-satunya orang dengan jendela status dengan rata-rata lebih dari seratus yang pernah kutemui. Selain itu, skill-nya terlihat keren, seperti [Elementalist], [Swordmaster], [Jugdement of Fire], dan masih banyak lagi. Sayangnya, kepribadiannya menjengkelkan sekali. Sialan, deh. Kalau saja yang menjaga pak Arsani semua pasti beres.

"Kamu terlambat lagi."

Aku memutar mata. "Ya gimana, Mar. Gue harus nganterin adik ke sekolah."

"Alasan itu lagi. Kamu nggak punya alasan lain yang lebih masuk akal?"

"Terserah lo kalo nggak percaya. Minggir! Gue mau masuk."

"Siapa yang memperbolehkan kamu masuk?"

"Pak Arsani?" Aku menoleh ke sekeliling. Tidak ada pak Arsani di pos jaganya. "Kemana pak Arsani?"

"Cuti."

"Terus? Udah, deh. Gue mau masuk, kalo lo mau nyuruh gue ke BK, gue ke BK dah sehabis naruh motor."

Damar bergeming. Dia menatapku lamat-lamat. "Bilang ke aku, sebenarnya kenapa kamu terlambat."

"Gue udah bilang ke lo, Dodol. Gue nganterin Rara ke sekolahnya dulu."

"Jangan gunakan adikmu sebagai alasan kemalasanmu!"

"Bodo amat. Terserahlah. Gue masu masuk, kalau mau hukum, hukum aja. Suruh ke BK, gue jalan ke sana sekarang juga."

Damar mendengus. "Kalau kamu ke BK, Bu Winarsih pasti ngelolosin kamu. Aku nggak tahu gimana kamu membujuk mereka tapi itu tidak mempan padaku."

Aku hanya berkata jujur dan menunjukkan foto manis Rara. Sebelumnya, Bu Winarsih juga tidak percaya, tetapi setelah melihat keadaan keluargaku, beliau memberiku izin datang terlambat asal mengusahakan datang secepatnya. Lagi pula, hanya Damar yang mengira aku mengada-ada dan menggunakan nama adikku sebagai tameng. Terserah dia mau berkata apa, tetapi sekarang aku harus segera masuk.

"Gini, gue bakalan ngelakuin hukuman dari lo, terserah. Tapi biarin gue masuk."

Damar menghela napas. "Temui aku di ruang OSIS sewaktu jam istirahat. Kalau kamu nggak datang, hukumanmu kutambah jadi dua kali."

Setibanya aku di ruang OSIS, hukuman yang kuterima ternyata tidak begitu menyusahkan. Hanya diminta membersihkan ruang OSIS selama seminggu, apa pun itu, Damar merepotkan banget. Usut punya usut, Bu Winarsih mengambil peran dalam proses pemutusan hukumanku dan meminta Damar mengganti hukuman dari membersihkan kamar mandi ke menyortir buku di perpustakaan, tetapi pada akhirnya diganti dengan membersihkan ruang OSIS yang sudah cukup bersih.

Alhasil, Damar kesal setengah mampus. Bodoh amat.

"Lo seneng banget habis ngapel Damar, Dy."

"Gue jitak pala lo, mau, Zan?"

Hazan tertawa terbahak-bahak. Orang itu juga memiliki jendela status dengan rata-rata kekuatan 53 dan skill yang cocok untuk menempa. Bila dibandingkan dengan mereka, aku benar-benar lemah dengan rata-rata status tidak lebih dari 30. Untung saja, jendela status ini tak berarti.

"Ngomong-ngomong, lo disuruh ngapain?"

"Beresin ruang OSIS, tapi ruang OSIS udah rapi sebenarnya, itu orang emang aneh sih. Nambah-nambahin kerjaan aja."

"Damar kalo nggak ngehukum lo kayaknya nggak puas deh, Ran. Ngomong-ngomong, lo jadi telat jemput Rara dong hari ini."

Aku menurunkan bahu. "Ya gitu. Tolong jemput Rara buat gue dong. Bawa ke rumah lo dulu atau gimana gitu."

"Biar gue aja."

Aku dan Hazan sama-sama menoleh. Erika datang dengan senyum lembut menenangkan yang membuat semua orang menyukainya. Rambutnya yang jatuh dengan lembut di dadanya membuatnya terlihat sangat menarik. Saat melihat jendela statusnya, Erika memiliki rata-rata status 75 dengan skill yang paling menarik adalah [Nature's Birth]. Kelahiran alam. Aku tidak tahu apa maksudnya, tapi kelihatannya menarik.

"Rara pulang jam biasa, kan? Lo tahu rumah gue kan?"

"Apa nggak ngerepotin?"

Erika tersenyum simpul. "Kapan sih gue pernah direpotin kalo ada Rara dateng ke rumah. Mama aja seneng banget kalo dia dateng. Ngomong-ngomong soal Mama, katanya besok resto Mama bakalan ada gathering gitu, mau bantu nggak lo? Tapi kayak biasa, bilang aja ponakan mau bantuin."

"Beres. Jam berapa?"

"Jam lima gathering-nya, tapi lo dateng jam tiga, ya? Biar Rara gue yang jaga."

"Makasih, Rik. Duh, lo emang malaikat banget."

Erika melambai dan kemudian pergi.

"Duh, Erika, udah cakep, baik, anaknya orang kaya. Aduduh, kapan ya dia mau jadi pacar gue?"

Aku menoleh pada Hazan dan menepuk punggungnya keras-keras. "Mimpi lo."

"Bangke lah!" protes Hazan kesal. "Eh ngomong-ngomong, lo lagi sakit, ya?"

"Hah? Kenapa?"

"Tumben pukulan lo lemah banget, biasanya juga bikin orang sampai mau muntah. Kalau lo nahan diri makin nggak mungkin sih, berarti otak lo yang salam. Seorang Randy nahan diri waktu nabok gue? Duh, mo kiamat ini dunia."

Aku mengerutkan dahi dan menatap tanganku heran. "Gue ... nggak nahan diri sama sekali, kok."

Ini aneh.

Namun, keanehan itu tidak berakhir sampai di sana.

Sesuatu sedang berubah dan tidak ada yang menyadari kilat merah kecil di inti berliat raksasa di atas sana.

avataravatar
Next chapter