3 3. Hari Pertama

Hari pertama ku bekerja sudah cukup membuat semua orang kewalahan. Aku kerepotan memilih baju yang sesuai untukku. Aku juga terus memikirkan apa yang akan ku lakukan disana. Astaga! Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, aku harus segera berangkat, tak ingin hari pertama ku mendapat penilaian buruk.

Seperti biasa Pak Usman mengantar ku pagi itu, "Sukses terus ya neng!" Ujar nya, menyemangati ku. Aku tersenyum lalu mengangguk, "Duluan ya pak, terima kasih."

Aku lihat karyawan lainnya sudah sibuk menjalankan tugas mereka masing-masing. Mereka terlihat berwibawa dengan pakaian yang rapih juga penampilan yang menarik.

Aku menarik nafas lalu segera menaiki lift. Sesampai nya dilantai yang kutuju, aku segera menuju ruangan Ibu Paramita. Disana aku diberi petunjuk dan pengarahan bagaimana aku akan bekerja nanti.

Aku cukup terkejut karena, aku ditempatkan tepat disebelah ruangan Hugo Halbert. Tugas ku juga sekedar mengangkat telepon, mempersiapkan keperluan nya, serta menemani nya setiap rapat.

Easy sekali, pikirku.

"Kau sudah boleh langsung masuk ke ruangan mu."

Mendengar nya menyebut itu sebagai 'ruangan ku' membuat aku merasa percaya diri.

"Terima kasih." Aku bergegas kesana. Aku sedikit kaget setelah melihat ruangan ku begitu besar dan dilapisi oleh kaca. Kaca ini bisa membuat ku lebih mudah melihat ke dalam ruangan nya Hugo.

Aku lihat dia yang sedang sibuk mengetik dilaptop nya. Dia terlihat fokus pada apa yang dia lakukan. Aku terus menatap nya hingga dia menoleh ke arah ku.

Aku tertegun dan segera melontarkan senyuman ku pada nya. Dia tersenyum balik! Astaga, jantung ku rasa nya ingin copot. Walau dia segera memalingkan tatapan nya, tapi senyuman itu rasanya tak bisa hilang dari pikiran ku.

Aku menuju ruangan nya.

"Selamat pagi, tuan Halbert. Ibu Paramita tadi sudah menjelaskan pada ku mengenai semua tugas dan tanggung jawab ku."

Hugo mengangguk, lalu memalingkan tatapan nya dari laptop kepada ku.

"Baiklah, akan ku kirimkan semua paperwork yang harus segera kau selesaikan dan kirim pada ku."

Dia melanjutkan pekerjaan nya, jadi aku mengangguk dan segera pergi. Tapi, dia menghentikan ku.

"Oh iya, satu lagi. Persiapkan semua keperluan untuk meeting ku jam 1 siang."

"Akan kusiapkan." Aku tersenyum dan kembali ke ruangan ku.

Sudah hampir satu jam aku tak keluar dari ruangan ku, aku terus mengerjakan semua kerjaan ku dengan teliti. Aku tau ini hari pertama ku bekerja, jadi aku tak mau menyia-nyiakan nya dengan melakukan kesalahan. Apa lagi yang bisa berakibat fatal.

Tak terasa waktu nya jam makan siang. Aku melemaskan tubuh ku, rasa nya pegal sekali. Mata ku menuju ke ruangan Hugo. Dia masih disana dan mengerjakan tugas nya. Apa dia tidak lelah?

Ide ku tiba-tiba saja muncul.

Aku membawakan nya secangkir kopi hangat dengan roti yang tadi aku beli.

"Maaf, mengganggu. Tapi, aku rasa kau butuh istirahat. Ini sudah jam makan siang." Kata ku agak gelisah, takut dia menolak.

Dia terlihat terkejut, kemudian melihat jam ditangan nya. "Sudah jam makan siang? Astaga, aku terbawa pekerjaan ku hingga tak sadar ini sudah masuk jam istirahat." Aku tersenyum tipis melihat nya yang terlihat masih berusaha menyadarkan diri.

"Aku membawakan mu ini." Mata nya terbelalak melihat apa yang ku bawa. Ekspresi nya sedikit berubah, tapi kemudian seolah dia menyangkal apa yang dia pikirkan.

"Terima kasih, Nona Odelia." Katanya.

"Kau bisa panggil aku Sarah." Kata ku santai, lalu menaruh kopi dan juga roti dimeja nya.

"Oke, Sarah kalau gitu."

"Baiklah, aku akan kembali ke ruangan ku." Hugo terlihat seperti memikirkan sesuatu sebelum akhirnya mengucapkan kata-kata yang tak ku duga.

"Makanlah disini bersama ku." Kata nya dengan tergagap, aku rasa dia hanya nervous.

Mulutku ternganga tak bisa berkata-kata, "Ah iya! Ya tentu saja." Kata ku segera mengambil makanan ku dan kembali ke ruangan nya.

"Roti ini enak sekali."

"Ya, aku membeli nya dibawah tadi."

Selama bersama nya aku merasa aku tak berbuat salah, tapi jelas sekali ketika Ibu Paramita datang untuk menunjukkan projek nya pada Hugo. Aku melihat wajah nya penuh kebingungan juga menatap ku dengan asing.

Apa ada yang salah?

Seusai itu, kami kembali lagi pada pekerjaan masing-masing.

Ibu Paramita meminta ku untuk mengirimkan berkas projek nya yang salah nanti untuk di revisi.

"Selamat Pagi." Ibu Paramita mengangguk dan menyuruhku untuk segera masuk.

Ibu Paramita memiliki sifat yang baik dan ramah, dia juga mengajari ku mengenai banyak hal.

"Aku minta maaf soal ini, tapi kau harus tau suatu hal." Aku melihat nya dengan bingung.

"Apa aku melakukan kesalahan?" Aku segera melihat kembali berkas-berkas yang ku berikan pada nya.

"Bukan. Kau melakukan semua nya dengan baik. Hanya saja ini mengenai Hugo."

Oh.

"Aku agak kaget tadi melihat kau bersama nya. Apalagi, kau membelikan nya makanan dari ruang bawah. Benarkan?"

Aku mengangguk.

Dia menarik nafas panjang dan menggeleng, "Hugo tak pernah makan bersama. Tak ada juga yang berani mengajak nya. Dia juga tidak suka memakan makanan dari ruang bawah. Selalu ada orang khusus yang mengantar makanan."

Deg! "Aku tak pernah diberi tahu ini sebelum nya." Aku mulai berdebar.

"Kesalahan yang tadi biarlah, lain kali jangan langsung mengambil tindakan sendiri." Kata nya lagi.

"Maaf, orang khusus? Aku tak melihat satupun datang ke ruangan nya hari ini."

"Mungkin saja Hugo menyuruh nya tak datang, karena sudah makan bersama dengan mu." Ibu Paramita kemudian menepuk pundakku.

"Jangan ulangi lagi, kau beruntung Hugo tak marah. Dia terkenal dingin dengan perempuan. Tak jarang, berita mu dengan nya cepat meluas. Karena dia tak pernah terlihat mengencani seseorang sebelum nya."

"Aku rasa itu cuma salah paham." Kata ku lagi.

"Jangan jatuh cinta pada nya. Aku sudah sering melihat ini sebelum nya. Dan aku tau semua ending nya, Sarah. Jangan sakiti dirimu dengan berharap pada nya."

Kata-kata nya itu seolah menusuk jantung ku. Aku tau aku belum jatuh cinta pada seorang Hugo Halbert. Tapi, entah mengapa aku tau cepat atau lambat aku akan segera mencintai nya.

"Kau paham?"

"I-iya. Aku permisi." Aku segera berjalan keluar ruangan nya dan menuju ke ruangan ku lagi.

Aku lihat Hugo tak ada diruangan nya. Aku mendengus pelan mengingat kata-kata Ibu Paramita tadi.

Dering telepon membuat ku melupakan apa yang terjadi tadi.

"Halo, telepon ini terhubung ke Halbert Corp. Ada yang bisa saya bantu?"

Aku dengar suara nafas, "Sarah, ini sudah jam rapat. Kau dimana?" Suara Hugo terdengar agak kesal.

Shit. Aku lupa dengan rapat.

avataravatar