1 1. Remember Me

Aku, Sarah Odelia merupakan anak tunggal dari pasutri Owen Odelia & Aminah Odelia. Sejak kecil hidup ku selalu dimanja oleh kedua nya. Aku tak tau sejak kapan aku menjadi anak yang benar-benar manja dan tak bisa melakukan apa-apa sendiri.

Aku tak pernah mencuci piring, mencuci baju, apalagi hal kecil seperti menggunting kuku kaki. Meski tau aku tidak mempunyai kemampuan apa-apa, orang tua ku tetap mendukung ku. Mereka tak pernah sedikitpun menentang atau memaksa ku belajar hal-hal yang memang sudah diluar kemampuan ku.

Tapi, semua berubah sejak aku beranjak dewasa. Keuangan keluarga ku tak lagi stabil seperti semula. Setiap malam aku dengar ayah dan ibu ku cekcok mulut karena perekonomian kami. Aku hanya bisa mengintip dari pintu kamar tanpa mengetahui harus berbuat apa.

Hingga suatu hari, mereka memutuskan agar aku pindah ke rumah nenek ku. Rumah ku bukan lagi tempat yang nyaman, disana hanya membuat ku semakin penuh pikiran. Merasa aku hanyalah beban keluarga.

"Sarah, maafkan ibu. Tapi, ini yang terbaik untuk mu agar segera pindah kesana." Ibu ku berusaha terdengar kuat meski aku tau, dalam hitungan menit air mata nya bisa saja menetes.

Aku menelan ludah ku, berusaha tersenyum seolah aku baik-baik saja. "Iya ibu, lagipula aku sudah merindukan nenek." Kata ku lagi.

"Dia pasti merindukan mu juga. Sudah lama sekali kita tak mengunjungi nya." Aku mengangguk.

"Sarah, mobil jemputan nya sudah tiba." Ayah ku menghampiri kami dan membantu ku mengangkut barang-barang ku. "Ayah akan merindukan mu." Ayah ku memelukku, lalu ibuku.

"Dengar Sarah, ayah janji setelah ini semua berlalu. Ayah akan segera menjemput mu." Tak tau harus percaya dengan kata-kata nya atau tidak. Tapi, aku tak yakin.

"Tentu saja, ayah."

Sepanjang perjalanan aku hanya diam, menikmati indah nya cahaya lampu-lampu yang begitu indah dikala gelap nya malam. Aku diantar dengan supir kepercayaan ayah ku, nama nya Pak Usman. Dia berada diumur nya yang sudah menginjak 60 tahun, tapi masih setia bekerja bersama ayah ku.

Biasanya kami mengobrol, tapi kali ini aku memilih diam. Pak Usman mengerti setiap aku punya masalah pasti seperti itu.

Aku pasang earphone ku dan mendengarkan beberapa lagu dari beberapa artis kesukaan ku, seperti Selena Gomez, Ariana Grande, Sabrina Carpenter, dan lainnya.

Sesekali aku bernyanyi pelan, sambil terus melihat orang-orang berlalu lalang melewati lalu lintas menuju tujuan mereka masing-masing.

Tak terasa mata ku terasa begitu berat, perlahan aku pejamkan mata ku hingga kegelapan memelukku. Aku tertidur pulas.

"Neng, bangun. Kita sudah sampai." Beberapa kali aku dengar Pak Usman berusaha membangunkan ku.

Aku buka mata ku dan melihat mansion milik kakek ku sudah berada tepat didepan ku.

Mansion ini masih saja seperti istana, pasti nenek benar-benar merawat nya, pikir ku.

Aku segera turun dari mobil dan melihat nenek ku sudah berdiri menyambut ku.

"Sarah sayang, kemari nak." Aku segera berlari memeluk nenek ku.

"Terima kasih telah mengijinkan aku tinggal disini nek." Kata ku hampir ingin menangis.

"Tentu saja, ayo masuk." Pelayan lainnya membantu Pak Usman mengangkut semua barang bawaan ku.

Aku masuk kedalam, suasana disana masih saja sama. Semua terlihat rapih, mewah, dan megah. Nenek ku tipikal orang yang menjaga sesuatu yang dia miliki apapun itu. Aku agak sedih karena saat kakek meninggal aku tak bisa menemani nya disini. Saat itu aku mengemban pendidikan ku disalah satu Universitas diluar negeri. Mendengar kabar itupun sudah cukup membuat ku bersedih dan memutuskan untuk pulang, tapi ibu bilang bahwa ibu yang akan menemani nenek. Aku harus fokus belajar dan segera menyelesaikan pendidikan ku.

Aku tarik nafas, terus melihat foto-foto yang bertengger diruangan. Disana juga banyak foto ayah ku sewaktu kecil, kemudian foto-foto ku. Juga beberapa foto pernikahan nenek dan kakek ku. Aku tersenyum melihat semua nya. Tapi, mata ku tertuju pada sebuah foto dimana aku masih berumur 10 tahun. Di foto itu aku bersama seorang anak laki-laki yang terlihat menggenggam tangan ku.

"Um-nenek, siapa anak laki-laki ini?" Tanya ku, membuat nenek menoleh dan menatap foto yang ku maksud tadi.

"Ingatan mu semakin payah, Sarah." Kata nya membuat aku terkekeh.

"Kau lupa? Dia Hugo, sahabat mu sewaktu kecil. Kalian selalu bermain bersama setiap kau datang kemari." Kata nenek sambil menatap ku seolah mengajak ku untuk mengingat-ingat.

Oh. Aku teringat.

Hugo adalah orang yang aku impikan akan menikah dengan ku suatu hari nanti, aku menyukai nya sejak pertama kali dia menapakkan kaki nya, mendekati ku. Mata biru nya itu seperti menghipnotis ku.

Saat itu, Hugo baru berumur 15 tahun. Bisa dibayangkan mungkin Hugo bertingkah baik pada ku karena aku lebih kecil dari nya. Jadi, dia setuju-setuju saja saat aku bilang aku akan menikahi nya suatu saat nanti.

"Aku ingat. Astaga nenek, aku juga ingat momen memalukan ku." Kata ku geleng-geleng kepala.

"Ya ya, kau bilang pada semua orang akan menikahi nya." Nenek tertawa.

avataravatar
Next chapter