1 SATU

Audrey mengayunkan tasnya pelan tanpa menghiraukan sekitar. Hari ini merupakan salah satu hari terburuknya walaupun sebenarnya setiap hari adalah buruk bagi Audrey. Ia mengumpat pelan sambil mengambil ponselnya yang terus-menerus berdering.

"Hhhh... sudah kubilang besok aku sibuk" ujar Audrey ketus tanpa menghiraukan lawan bicaranya yang saat ini pasti sangat kesal dengan penolakan Audrey. Audrey hanya diam tanpa membalas ucapan orang yang sedang meneleponnya yang juga pacarnya itu sambil sesekali mengangguk malas dan menghembuskan napas kasar.

"Zavier... sudah kubilang aku besok sibuk. Harus ke kantor pagi buta karena mneyiapkan kebutuhan meeting mendadak yang kabarnya saja baru kudapatkan beberapa menit yang lalu. Kenapa juga kau harus meneleponku malam ini dan memaksa bertemu besok disaat mood ku sedang tidak baik? HAH?!" bentak Audrey panjang lebar tanpa mempedulikan orang disekitarnya yang sudah memandang aneh pada Audrey. Audrey sedikit memutar bola matanya lalu dia terdiam dan menghembuskan napas kasar.

"Zavier.. maaf aku membentakmu. Hari ini moodku sedang buruk. Kita bicara lain kali. Bye..!", Audrey pun memutus secara sepihak sambungan teleponnya. Dia terdiam sejenak sebelum beranjak dari duduknya dan berjalan menuju sebuah supermarket untuk membeli beberapa kebutuhan untuk di rumah.

'kring...'

bunyi bel pintu supermarket ketika Audrey membukanya. Ia berjalan gontai dan mulai mencari kebutuhan-kebutuhannya. Tidak banyak barang yang harus dibeli karena memang Audrey hanya tinggal sendiri. Hanya kebutuhan pokok seperti alat mandi, makanan ataupun lainnya. Ia mengangkat keranjang belanjaannya dan menaruhnya di meja kasir.

"totalnya $150.000 nona.."

Suara wanita kasir itu menyadarkan Audrey dari lamunannya kemudian meraih tas dan mencari dompet. Tangannya menjelajah tapi kenapa ia seperti tak menemukan tanda-tanda ada sebuah dompet didalamnya? Audrey pun membongkar isi tasnya di meja kasir yang hanya mendapat tatapan datar dari si wanita kasir. "sial... sepertinya dompetku tertinggal di kantor" umpat Audrey sambil menahan amarahnya. Tanpa banyak bicara, Audrey pun meminta maaf pada si wanita kasir kemudian beranjak dari tempatnya. Ia berjalan cepat keluar supermarket sambil menunduk menahan amarah.

'Brukkkhh..'

"Awwwww" ucap Audrey yang saat ini sudah terjatuh sempurna dengan isi tas berserakan di tanah. "apa-apaan ini. Kenapa hari ini aku sial sekali? Harus lembur sampai tengah malam dan dimarahi atasan karena pekerjaan yang tidak beres. Harus mendengar ocehan Zavier yang menyebalkan itu. Dompet ketinggalan... dan sekarang.. YA TUHANNNNNN.. KENAPA AKU SEPERTI INI??!" oceh Audrey sambil memunguti barangnya yang berserakan tanpa mempedulikan seorang pria berdiri didepannya sambil menatap Audrey lekat.

"Ehmmm..." lelaki itu berdehem pelan berharap Audrey sadar akan keberadaannya. Dan usaha itu berhasil. Audrey mengangkat pelan kepalanya, menatap seorang lelaki dengan wajah yang terkejut. "Yaampun... tuan, Anda tidak apa-apa? Maafkan aku tadi menabrak Anda, saya tidak sengaja" ucap Audrey tulus karena memang dia tadi terlalu kesal dengan kebodohannya sendiri sehingga tidak sengaja menabrak orang.

"sepertinya saya yang harusnya minta maaf karena sudah membuat nona marah" jawab si lelaki sambil berjongkok dan membantu Audrey memunguti barangnya. Audrey yang sadar pun langsung menggelengkan kepala sambil berujar "yaTuhan.. maafkan saya tuan.. tadi... bukan marah pada Anda.. hanya saja.. saya.. mmm". Lelaki itu tersenyum simpul mendengar ucapan Audrey yang terbata-bata.

"sudah.." ucap si lelaki sambil berdiri. Audrey pun ikut berdiri sambil membungkuk 90 derajat. Si lelaki hanya memandang Audrey datar. "nona, apa yang kau lakukan?" tanya si lelaki.

"maaf tuan, saya tidak sengaja menabrak Anda tapi saya yang marah. Tadi itu bukan maksud saya marah pada Anda, hanya saja saya...."

"iya tak apa. Tak ada yang salah paham, nona tenang saja" sergah si lelaki itu sebelum Audrey menyelesaikan kalimatnya. Audrey pun mengucapkan terima kasih kemudian berlalu dari hadapan si lelaki. Audrey menoleh sekilas ke arah lelaki tadi sampai lelaki itu hilang tak terlihat dari pandangannya.

"Hufttt... benar-benar hari yang kacau" lenguh Audrey panjang.

***

Audrey Gayle Felix. Ya.. setidaknya wanita ini masih menyukai nama itu. Walaupun dibelakang namanya masih tertulis nama ayah yang sudah tidak dianggapnya itu.

Perkenalkan, Audrey seorang wanita 25 tahun yang pekerjaannya hanyalah seorang karyawan biasa di sebuah perusahaan besar yang bernama 'Blake Corporation'. Posisinya di perusahaan tidaklah begitu penting melainkan hanya karyawan biasa yang mengerjakan apa yang disuruh oleh atasannya tanpa memiliki jabatan tertentu. Audrey adalah wanita blasteran Indonesia – London. Ibunya orang Indonesia sedangkan ayahnya adalah orang London. Oleh karena itu Audrey memiliki perawakan yang cantik dengan perpaduan wajah blasterannya, yaitu kulit sawo matang dan mata yang biru bulat seperti ayahnya. Dan saat ini ia tinggal sebatang kara di London mengingat ibunya memutuskan untuk pulang ke Indonesia semenjak berpisah dari ayahnya. Sedangkan ayahnya? Audrey sendiri tidak tahu dimana dan bagaimana keadaan ayahnya setelah meninggalkan mereka. Yang ada di ingatan Audrey, ayahnya hanyalah seorang lelaki yang tak pernah pulang ke rumah dan sekali pulang ia malah berlaku sangat kasar pada ibunya dan itu merupakan salah satu alasan 'kecil' Audrey bisa membenci ayahnya.

'Kriiingggg... Kriingggg'

Audrey menggeliat kecil di kasur tidurnya sambil meraih ponsel disebelahnya dan mematikan alarm. Setelah itu Audrey tertidur kembali tanpa menoleh sedikitpun ke arah jam dinding.

Ia benar-benar kembali ke alam mimpinya sampai dering ponsel membangunkannya.

"ahh sial.. siapa yang menelepon sepagi ini" ucap Audrey setengah mengumpat dan meletakkan ponsel ke telinganya.

"Audrey.. maafkan aku. Sepertinya aku tak bisa menjemputmu dulu kali ini karena aku bangun kesiangan hari ini" teriak seseorang diujung sana tanpa bernafas sedikitpun. Audrey yang mendengar celotehan sahabatnya itupun hanya mengangguk tanpa berniat membalas perkataan itu dan langsung menutup sambungan telepon. Tanpa sadar Audrey pun melirik jam dinding dan dalam sekejap matanya membulat sempurna "oh tidak!! Ini sudah jam 8".

Tanpa banyak kata, Audrey mulai memaksakan dirinya untuk bangun dan mempersiapkan diri untuk berangkat ke kantor. Jarak rumah dan kantornya jika harus naik bus akan menempuh sekitar 45 menit itupun jika tidak ramai dan jam masuk kantornya adalah pukul 9 pagi yang artinya Audrey tidak punya banyak waktu untuk bersiap-siap.

Audrey memikul tas kecilnya di sebelah kanan sambil berlari menuju halte bus. Ia hanya berdoa dalam hati semoga halte bus tidak ramai dengan orang sehingga tidak perlu untuk berebutan naik bus. Ia menghiraukan tatapan-tatapan aneh dari orang sekitar yang melihat dirinya berlari kencang dengan rambut yang sedikit kurang rapi.

"huhh... akhirnya sampai juga didalam bus" ujar Audrey dengan penuh kelegaan ketika sudah duduk manis didalam bus menuju ke kantornya. Ia mulai merapikan rambutnya yang berantakan. Ia melihat jam tangan menunjukkan pukul setengah sembilan dan ia berpikir itu adalah waktu yang cukup untuk sampai ke kantor. Audrey benar-benar mengutuk dirinya sendiri karena beberapa hari ini nasibnya selalu sial dan berakhir dengan dirinya yang harus lembur di kantor karena atasan-atasan tak tahu diri itu. Dari kejauhan ia sudah bisa melihat sebuah gedung pencakar langit dengan bertuliskan 'Blake Corporation' di bagian tengah gedungnya. Ia pun bersiap-siap untuk turun bis dan melesat menuju kantornya tersebut.

"selamat pagi semua..." sapa Audrey ramah ketika ia sudah menginjakkan kakinya kedalam kantor dan menemui banyak karyawan lainnya. Ia duduk di mejanya dan mulai mengerjakan tugasnya. Sebenarnya tugas Audrey bukanlah tugas terstruktur melainkan hanya tugas yang diberikan oleh 'atasan-atasan' Audrey yang bukan fokus di tugas tertentu. Terkadang ia harus mengetik banyak laporan, memeriksa sebuah dokumen supaya tak ada salah ketik ataupun hanya tugas remeh seperti mencetak dan fotokopi dokumen. Walaupun Audrey Cuma melakukan hal-hal kecil tetapi para atasannya selalu memberikan tugas itu dengan bertubi-tubi bahkan sampai meja Audrey tidak cukup menampung semua itu. Tidak hanya itu, terkadang Audrey juga harus membelikan rekan-rekannya makan siang jika memang semuanya sedang sibuk dan tidak sempat keluar untuk makan. Padahal Audrey sendiripun sibuk dengan tugas yang mereka berikan.

"Audrey... maafkan aku tak bisa menjemputmu. Tadi aku bangun kesiangan dan tidak sempat untuk mampir ke rumahmu dulu" oceh Clara sambil memeluk Audrey dari belakang. Audrey hanya menanggapi celotehan teman baiknya itu dengan senyuman tulus. Ya.. Clara merupakan satu-satunya teman baik Audrey di kantor. Walaupun jabatan Clara yang bisa dikatakan jauh lebih tinggi darinya yaitu sekretaris presdir, tapi Clara sangat rendah hati dan selalu baik pada Audrey.

"oiya Cla.. aku mendengar kabar kalau dalam waktu dekat ini presdir akan melakukan perjalanan bisnis ke luar kota. Kau tidak ikut?" tanya Audrey sambil mengambil kursi supaya temannya tersebut bisa duduk dihadapannya.

"iya.. tentu saja aku ikut. Minggu depan kami berangkat. Sepertinya akan mengajak satu orang lagi untuk dijadikan sopir karena sopir pribadi presdir sedang sakit jadi tidak bisa ikut" jelas Clara singkat dan hanya dibalas anggukan oleh Audrey. Kemudian Clara mendekatkan kursinya pada Audrey dan memasang wajah penuh harap dengan tangan memohon. Audrey yang melihat sahabatnya seperti itupun memutar bola matanya kasar sambil berucap "kenapa Cla? Apa yang kau inginkan?"

Clara tersenyum sumringah mendengar pertanyaan Audrey.

"Audrey... ayo.. ikutlah denganku dan presdir. Kau bisa jadi sopir kami. Kau akan mendapat bonus tambahan yang cukup banyak" ucap Clara histeris.

"Cla.. bilang saja sebenarnya kau membutuhkan teman kan disana biar tidak bosan?" tanya Audrey yang sudah bisa menebak isi otak Clara. Memang sudah sering hal itu terjadi tapi selama ini Audrey selalu menolak ajakan sahabatnya itu dengan alasan 'lelah'.

"ayolah Audrey.. kau tidak akan menyesal jika ikut. Kau belum pernah lihat wajah presdir kan? Asal kau tahu presdir kita itu sangat tampan dan gagah. Kau pasti senang melihatnya" rayu Clara sekali lagi tanpa melihat ekspresi Audrey yang sudah sangat jengkel. "aku tidak tertarik, Cla" jawab Audrey tak peduli. Clara mendengus kesal dan berlalu begitu saja meninggalkan Audrey yang tersenyum singkat melihat tingkah sahabatnya itu. Ia pun membalikkan badannya menghadap meja kerja dan kembali sibuk dengan pekerjaannya.

***

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan Audrey baru saja menyelesaikan pekerjaannya hari ini. "sudah kuduga pasti akan lembur lagi" eluhnya sambil merapikan mejanya sebelum kemudian meninggalkan kantor. Ia berjalan menuju halte bus dan duduk menunggu sampai bus datang. Hanya duduk, menunggu dan melamun yang ia lakukan selama beberapa saat sampai ponselnya berdering dan menyadarkannya. Audrey mendengus kesal ketika melihat siapa yang meneleponnya. Zavier. Kekasihnya.

"halo? Kenapa Zavier? Maaf aku sedang tidak mood mengobrol. Kututup ya!". Audrey pun langsung menutup ponsel secara sepihak walaupun ia mendengar Zavier masih mengoceh di ujung sana. Zavier dan Audrey sudah menjadi pasangan kekasih selama kurang lebih 3 tahun. Zavier adalah seorang lelaki seumuran Audrey namun sudah memiliki bisnis yang cukup menjanjikan yaitu sebuah cafe. Zavier memiliki sebuah kafe yang cukup besar di pusat kota dan sangat ramai dengan pelanggan. Jujur saja Audrey merasa sangat beruntung bisa mendapatkan Zavier. Tapi tak tahu kenapa, beberapa bulan terakhir ini ia sungguh kesal dengan kekasihnya itu. Sikapnya yang protektif dan terlalu cerewet membuat Audrey malas dan marah.

Audrey pun tersadar dari lamunannya ketika sebuah bus datang. Ia pun naik dan memilih kursi di sebelah jendela supaya bisa menikmati angin malan kota London. Ia menghembuskan napas kasar sambil memikirkan penawaran Clara kepadanya tadi pagi. Sebenarnya ia tertarik dengan penawaran itu, bukan karena ingin bertemu presdir tampan melainkan karena bisa mendapat bonus hanya dengan menjadi sopir. Sebenarnya Audrey tidak hidup kekurangan. Ia hidup berkecukupan dengan gajinya yang tidak seberapa itu. Namun, ibunya di Indonesia masih rutin mengirim uang padanya walaupun tidak banyak. Dan itu semua cukup untuk sekedar memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Tapi Audrey memiliki keinginan lain, ia ingin pulang sekalian berlibur ke Indonesia. Ia merindukan ibunya. Jadi Audrey ingin mengumpulkan uang untuk pulang dan berlibur ke Indonesia. Ia hidup di London sejak kecil bersama keluarganya, namun pernah sekali berkunjung ke Indonesia tepatnya Surabaya, yaitu tempat asal ibunya.

Audrey membersihkan diri sebelum menjatuhkan badannya ke kasur. Ia masih memikirkan tawaran Clara untuk ikut perjalanan bisnis.

"oh tidak.. sabunku habis dan aku lupa belum beli. Dasar bodoh" ujar Audrey lebih kepada dirinya sendiri. Ia pun terpaksa harus bangkit lagi dan pergi ke supermarket dekat rumahnya, karena jika tidak beli sekarang lantas besok pagi ia harus mandi pakai apa.

Dengan langkah cepat Audrey memilih sabun yang akan dibeli serta mengambil beberapa makanan ringan untuk persediaan di rumah mungilnya dan membawanya ke kasir. Ia mengeluarkan beberapa lembar uang dan memberikannya kepada petugas kasir.

"Anda nona yang kehilangan dompet malam itu ya" ucap wanita kasir dengan senyum lebarnya. Audrey hanya tersenyum tanpa membalas ucapan itu. Ia baru ingat jika kemarin dia melakukan hal memalukan disini karena dompetnya yang tidak ada dan wanita kasir itu mengingatnya. Sungguh memalukan. Setelah pembayaran, ia pun dengan langkah cepat keluar supermarket dan..

'Brukkhh...'

Audrey terjatuh dengan barang belanjaannya yang berserakan di tanah. "yaampun.. cobaan apalagi ini" ucap Audrey dalam hati sambil membereskan barangnya yang berserakan. Ia pun berdiri dan menbungkuk sedikit untuk mengucapkan maaf pada orang yang ditabraknya.

"tunggu..."

Audrey menoleh ketika dan menatap polos orang yang yang memanggilnya itu. "iya? Apakah Anda terluka?" tanya Audrey cepat mengingat ia sudah ceroboh menabrak orang itu.

"kau.. kau lagi ternyata" ucap lelaki itu dengan sedikit senyuman.

"hmm? Kita pernah bertemu sebelumnya?" Audrey yang kebingungan pun bertanya dengan nada penasaran karena ia merasa tak mengenali pria bermata coklat itu. Beberapa saat mereka saling bertatapan tanpa kata dan akhirnya pria itu tertawa sambil berkata "kau melupakanku? Kau juga menabrakku beberapa hari lalu disini dan saat itu isi tas mu yang berserakan bukan belanjaanmu".

Audrey mengerjapkan matanya dan mengingat kejadian itu lalu menunduk malu. Ia mengingat kejadian itu tetapi melupakan wajah pria yang ditabraknya karena saat itu perasaan Audrey sedang kalut dan tidak fokus.

"yaTuhan.. maafkan saya tuan.. saya melupakan Anda" ujar Audrey penuh penyesalan. Pria itu hanya tertawa ramah dan menggelengkan kepalanya lalu berucap "tak usah terlalu formal padaku". Audrey hanya tertawa garing tanpa menanggapi perkataan pria asing itu.

"lain kali kalau jalan liat depan jangan bawah, nona" ujar pria itu dengan tetap tersenyum ramah. "namaku Aldwin" lanjut pria itu. Audrey menatap pria itu dengan penuh tanda tanya. Ia bingung kenapa pria itu memperkenalkan diri padanya? Untuk apa?

"siapa tahu kita akan bertemu lagi disini.. dengan kondisi yang sama" lanjutnya. Audrey pun membalas senyum pria yang bernama Aldwin itu sambil melenggang pergi tanpa memperkenalkan diri. "dasar pria aneh" celetuknya ketika sudah sampai depan rumahnya.

avataravatar
Next chapter