webnovel

PROLOG

Itulah yang terdengar dari mereka yang tampak terburu-buru dalam langkah. Hal itu juga dilakukan oleh si dokter perempuan pengkhianat. Dengan cepat dia juga terlihat meninggalkan tempat dengan membawa sejumlah dokumen penting miliknya. Namun, dengan kepanikan yang mereka rasakan, mereka meninggalkan dan tidak memedulikan keberadaan gadis itu, membuat gadis itu murka atas ketidakadilan yang dia dapatkan.

"FRI MIG, KNULLA!"[1] teriaknya memaki.

Namun, saat si dokter di sana dan kawanannya siap untuk membuka pintu, saat itu juga hal lain yang tak diperkirakan terjadi.

DOOR! DORR!! DOOORRR!!

Satu per satu dari mereka seketika terkapar mati oleh tembakan peluru dari beberapa orang berjas hitam dari arah luar. Kejadian itu terjadi hanya dalam hitungan detik. Tak ada belas kasihan, bahkan seperti telah direncanakan sejak awal. Tak ada satu pun orang di ruangan itu dibiarkan hidup ataupun dibiarkan bebas keluar dari tempat itu.

Begitu juga dengan wanita yang dianggap pengkhianat oleh Annabeth. Empat peluru bersarang di tubuhnya, satu tepat di dahinya. Dokter pengkhianat itu tumbang dan mengembuskan napas terakhirnya di tempat yang seperti itu.

Apakah itu yang dinamakan karma? Yang jelas, dokter pengkhianat itu telah mendapatkan ganjarannya atas apa yang dia lakukan sebelumnya.

Annabeth tercengang melihat hal menyeramkan tersebut terjadi di depan matanya. Orang-orang berjas hitam dengan topeng putih yang menutupi wajah masing-masing menghentikan tembakan saat semua telah mereka anggap bersih.

Annabeth memandang mereka dengan tatapan sayup, sedikit memicingkan matanya, kemudian menghela napas penuh. Kelegaan menyergap dirinya. Namun, perasaan lain muncul dalam kesadarannya yang tidak terlalu utuh.

Kau benar-benar berakhir hari ini, Anna. Apakah aku juga akan berakhir di tempat ini? ucapnya dalam hati.

Satu per satu dari pria tegap bertopeng terlihat berbaris di sisi pintu. Pandangan Annabeth kembali terarah kepada seorang pria yang baru saja masuk melalui pintu. Dia melangkah dengan sangat pasti dalam balutan pakaian musim dingin. Seketika orang-orang di sisi pintu memberikan hormat mereka.

"Semua telah kami selesaikan, Mister Mark." sahut salah satu pria yang berbaris di sisi pintu.

Siapa dia? Siapa pria itu? Annabeth bertanya-tanya dalam hati. Wajah pria itu tertutup topeng putih seperti deretan orang-orang yang berbaris di sisi pintu.

Tanpa merespons ucapan orang di sebelah kanannya, pria yang dipanggil Mark itu melepas topeng yang dikenakannya. Matanya terpaku pada Annabeth. Perlahan dia berjalan menuju Annabeth yang terlihat sangat menyedihkan keadaannya.

"Kita bertemu kembali, Abeth …" ucapnya pelan. Hanya dia sendiri yang mendengarnya. Dua matanya memerah menahan emosi yang bercampur aduk atas pertemuan mereka ini.

Annabeth terkejut melihat wajah pria itu. Dengan kondisi yang masih lemah dan suara parau ia bergumam,

"Mc … McCa …"

"Sssh … jangan terlalu banyak membuang energimu, Abeth …" potong pria itu.

Annabeth sangat mengenali pria itu. Dia juga masih sangat mengingat jelas siapa dia. Annabeth merasa memorinya tidak mungkin salah.

Air mata menetes dari mata Annabeth yang masih lekat menatap pria itu. Perlahan pria itu merendahkan tubuhnya dan berlutut tepat di depan Annabeth.

Satu-satunya orang yang bisa membuat pria itu seperti ini hanyalah gadis malang itu. Tidak ada orang lain, hanya gadis itu seorang.

"Jag har hållit mitt löfte, Abeth."[2] bisik pria itu tenang.

"I'm glad to see you again, McCary." Annabeth tersenyum kecil menatap pria itu. Ia menunduk dan kembali mengalirkan air matanya di hadapan pria itu.

Pria itu membuka segala ikatan yang ada di tubuh Annabeth dan mengakhirinya dengan satu uluran tangan yang dia arahkan kepada Annabeth untuk kembali kepadanya.

Tebersit sebuah memori mengenai uluran tangan itu di benak Annabeth. Dia merindukan seseorang yang pernah mengulurkan tangannya seperti itu kepadanya.

Dengan uluran tangan itu, sedikit pun Annabeth tidak ragu untuk meraihnya hingga berdiri langsung di hadapan pria tersebut walau tak cukup kuat untuk berdiri lama.

"Glad att se dig igen,"[3] Annabeth bersuara lirih kemudian tertawa parau karena terlihat menyedihkan. Itulah tawa kepedihan yang dia tunjukkan dengan sangat puas. Begitu pilu dan menyakitkan. Begitu dalam dan tidak terarah. Meskipun begitu, air mata tak berhenti mengalir di kedua pipi lembutnya.

Apa yang telah terjadi kepadanya?

Tawa dan air mata Annabeth membuat pria di hadapannya segera memeluknya dengan sangat dalam, merasakan juga apa yang gadis itu rasakan.

"Jag hatade mitt liv, McCary. Jag hatar verkligen mitt liv."[4]

Annabeth sesenggukan di pelukan pria itu.

"I'm gonna heal your pain as much as I can. I promise …" Pelukan pria itu semakin erat.

Itulah Mark Corbin yang dia kenal selama ini. Pria yang selalu ada untuknya di masa lalu, tetapi harus meninggalkannya karena impian besar yang tak semua orang inginkan. Dia kembali datang kepada Annabeth untuk menepati janji yang pernah mereka buat di masa lalu, tepat di hari ulang tahun Annabeth hari ini.

Suara dentuman jam besar terdengar ketika jarumnya tepat menunjuk ke angka dua belas. Suara itu menjadi saksi kecil atas kebersamaan mereka kembali. Suara dentuman jam besar beradu dengan alarm yang ada di gedung tersebut. Memekakkan telinga mereka.

Tanpa ragu dan dengan sikap tenang yang masih diperlihatkan, Mark Corbin mengangkat tubuh gadis kesayangannya untuk pergi dari tempat itu. Tak lupa dia memerintah anak buahnya yang berbaris di sisi pintu untuk membakar habis gedung rehabilitas itu hingga tak bersisa.

Dendam yang ada di hati Annabeth telah Mark Corbin lampiaskan perlahan. Tempat-tempat yang pernah menjadi jejak sejarah mereka tinggal dibakar habis tanpa sisa. Orang-orang yang pernah ada di dalam kehidupan mereka dibunuh dengan tidak adil. Begitu juga dengan seluruh berkas kehidupan yang tertulis jelas tentang mereka.

Annabeth menyukainya. Dia menikmati semua itu dengan ratapan haru yang sesekali dia keluarkan. Namun, rasa sakit itu masih tetap ada di dadanya ketika hari-hari yang dia lalui tidak semudah yang orang lain bayangkan.

Mark membawanya ke dalam mobil, membiarkan gadis kesayangannya itu menyaksikan penuh keadaan brutal di sekelilingnya. Seketika Annabeth memeluk satu lengan pria itu untuk menjadi sandaran kepalanya.

"Are you happy now?" tanya Mark.

Annabeth memberikan anggukan kecil kepada Mark Corbin. Merasa sudah aman, dia memejamkan kedua matanya dan mencoba menghilangkan segala ingatan di hari ini dengan mimpi baru yang akan berubah ketika bersama pria itu.

Annabeth bisa mendapatkan kembali kenyamanannya yang telah lama menghilang. Mark Corbin mendaratkan kecupan sayangnya di dahi gadis itu untuk memberinya kepastian bahwa dia tidak akan pernah merasakan hal seperti itu lagi. Perasaannya terhadap Annabeth tidak pernah berubah.

Tanpa terasa, hari-hari yang mereka jalani berubah menjadi minggu. Minggu demi minggu yang mereka lalui juga berganti menjadi bulan. Lalu, tepat satu tahun mereka bersama, keputusan yang mereka buat mulai terlihat nyata.

Mereka memutuskan pindah ke tempat yang tepat. Memutuskan untuk mengulang dan membangun kehidupan mereka dari awal di negara baru.

Tepatnya Jakarta, Indonesia.

Negara baru yang akan bisa mereka kuasai penuh nantinya.

[1] BEBASKAN AKU, BERENGSEK!

[2] Aku telah menepati janjiku, Abeth.

[3] Senang bertemu denganmu lagi.

[4] Aku benci hidupku, McCary. Aku sangat benci hidupku.

Bagaimana prolog-nya hari ini?

boleh yaa kasih komennya di kolom komentar (hehe)

tapi, terima kasih ya kawans karena udah hadir sampai di halaman ini.

jadi, jangan sungkan untuk bagi komentar kalian di kolom yang udah disediain yaaa...

terima kasih kawans!

Niadynncreators' thoughts
Next chapter