webnovel

Seoul 2012

Seoul pukul 08.00 pagi

Seorang pria berperawakan tegap terlihat sedang berbicara begitu serius di melalui earpod yang menempel di telinga kanannya, sebelah tangannya mendorong travelling bag, sebelah tangan yang satunya lagi sedang merapikan jas-nya.

Ia tampak sangat sibuk untuk melakukan itu semua. Kelihatan sekali begitu terburu-buru untuk bisa mencapai pintu lift. Beberapa wanita cantik menyapanya tapi hanya dibalas dengan senyuman dan lambaian tangan ringan. Pria itu begitu berkonsentrasi dengan pembicaraannya di HP.

Dari kejauhan sosoknya tampak sangat menonjol, perawakannya yang tinggi, wajahnya yang tampan, serta wardrobe bermerk yang melekat di badannya menarik perhatian setiap orang yang lalu lalang di setiap area Gama Tower, sebuah gedung berkelas dunia dimana Gama Radio yang terkenal itu berada.

"Baiklah, revisi proposal sudah kami kirimkan barusan. Anda hanya tinggal mengeceknya, secara substansi tidak ada perubahan. Aku mengerti, ada sedikit masalah di nilai exchange rate yang sudah kita tetapkan"

"Iya, iya, mereka sudah mengajukan penawarannya, angka bagus. Kami siap untuk bernegoisasi lebih lanjut"

"Tidak, saya tidak di Korea beberapa hari ke depan. Sedang on the way ke Tokyo. Iya, see you there"

Pria itu terus berkonsentrasi dengan lawan bicaranya di telepon. Sampai seseorang tiba-tiba mengejarnya dan memberikan sebuah map. Arka membantu memencet tombol lift dan bersama-sama dengan pria tampan itu, mereka beriringan masuk ke dalam lift diiringi tatapan kagum dari orang-orang sekitarnya. Hadyan dan Arka, pemimpin gelombang Hallyu yang kini berhasil merambah dunia bisnis berskala global bersama dengan member Gama lainnya. Terdengar bisik-bisik para wanita di sekitar mereka. Tapi pandangan mereka langsung terhalang ketika pintu lift pelan-pelan menutup membawa kedua pria itu turun ke lantai dasar.

"Kau yakin perhitungan investasi ini sudah benar, ?"

Hadyan membuka lembaran-lembaran kertas dalam map yang baru saja diberikan Arka, Direktur Marketing andalannya

"Ya aku sudah menghitungnya berpuluh-puluh kali. Ini adalah angka tercantik yang bisa kita tawarkan untuk membangun Gama Tower di Tokyo", Arka mengangguk pasti.

"Lalu bagaimana dengan Gama Radio, apakah angkanya sudah masuk?"

"Tentu saja. Gama radio adalah inti dari semua motivasi membangun Gama Tower. Bahan yang aku berikan padamu ini sudah sangat lengkap termasuk insentif tambahan yang bisa Otsuji Cooperation dapatkan dari perjanjian ini. Kau bisa mengeceknya di pesawat nanti. Anyway, semua barang pribadimu sudah kau siapkan Hadyan?"

Pria itu tidak menjawab, ia terlalu sibuk membaca angka-angka yang ada di dalam map itu. Walaupun sedang serius sekalipun, secara sekilas saja sudah terlihat bagaimana karisma dan pesonanya. Pantas saja hampir semua selebritis wanita dan sosialita Korea mengantri untuk mendapatkan perhatiannya.

Arka hanya tersenyum tipis, begitulah Hadyan yang ia kenal. Semua yang ada dalam dirinya begitu sempurna. Tidak hanya penampilan fisik dan kepribadiannya saja tapi dalam pekerjaan pun, ia selalu total dan perfeksionis. Semuanya harus serba teliti, rapi, dan terencana. Ia cenderung menolak kesalahan walau tidak disengaja sekalipun. Menurutnya semua hal di dunia ini bisa berjalan baik jika semuanya telah dipersiapkan dengan matang. Kegagalan terjadi karena ketidakmampuan dalam membuat perencanaan yang tepat. Arka hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat sosok adik-nya ini.

"Cobalah kau mencari tempat wisata di Jepang nanti. Kau terlalu lelah bekerja Hadyan, saatnya kau sedikit rileks dan bersantai. Maybe you don't need it, but your body does"

Hadyan tersenyum,"Arka-, aku pergi untuk bekerja. Aku tidak butuh bersantai saat ini. Ingat kita punya komitmen untuk membangun Gama Radio & Entertainment di Jepang, China, dan Taiwan untuk 3 tahun ini"

"Aku mengerti. Aku hanya mengingatkanmu Hadyan. Kau terlalu workaholik sampai melupakan waktu pribadimu. Aku doakan semoga kau bertemu jodohmu di sana"

Kali ini Hadyan terkekeh dan bersama-sama mereka ke luar lift berjalan menuju lobi gedung,"Terima kasih sudah mendoakanku , walau ya rasanya tidak mungkin"

Ya memang tidak mungkin, dengan segala kesibukan dan aktivitasnya sebagai seorang CEO dari Gama Radio & Entertainment rasanya sulit sekali untuk membuat suatu hubungan serius dengan seorang wanita. Ia mengakui sudah lama sekali ia tidak berkencan atau menikmati waktu santai bersama teman-teman dekatnya. Pernah terbersit kerinduan untuk memiliki seorang pacar. Bagaimanapun ia adalah seorang pria normal yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Tapi siapa wanita yang akan tahan dengan jadwal kerjanya yang nyaris 24 jam setiap harinya. Ia juga tidak mau terganggu dengan rengekan dan tuntutan pasangannya agar ia bisa memberikan perhatian layaknya seorang kekasih. Sudahlah, hidup adalah pilihan dan Hadyan lebih memilih untuk fokus pada pekerjaannya sekarang.

"Aku serius Hadyan, kau butuh pendamping untuk mengurusimu"

"Lebih baik doamu juga kau bagi untukmu sendiri Arka-ah. Terlalu banyak berkencan dengan wanita juga tidak baik bukan?"

Hadyan tersenyum kecil ke arah Arka. Yang disindir hanya menggeleng-gelengkan kepala.Berbanding terbalik dengan Hadyan, Arka terkenal karena karismanya untuk menggaet banyak sosialita cantik.

"Aish, sudah kubilang aku bukan playboy seperti itu Hadyan. Mereka saja yang kegenitan mendekatiku"

"Ya dan kau tidak menolaknya"

Arka hanya mengangkat bahu," Selama sama-sama suka kenapa tidak?"

Mereka tertawa bersama, persahabatan mereka yang begitu dekat membuat komunikasi mereka begitu mengalir lepas.

"Baiklah, mobilku sudah menunggu. Kutitipkan Gama Radio sementara padamu. Oh ya tolong ingatkan Hankyung- untuk ikut meeting bersamamu dengan SBS besok. Dari email terdahulunya mereka siap menjadi sponsor untuk acara Morning Street dan melakukan prBenarkahsi untuk Gama Welcome Back. Dan untuk Rangga-, tampaknya ia harus bersiap-siap juga ke Tokyo. Aku memilihnya untuk menangani operasional Gama Radio & Entertainment di Jepang"

"Kau sudah mengingatkan aku lebih dari sepuluh kali Hadyan. Aku pasti mengingatnya. Semoga berhasil, ingat jaga dirimu baik-baik. Kau butuh istirahat Hadyan-ah"

Arka masih merasa khawatir dengan sifat workaholik sahabatnya itu. Tapi ia tahu, nasihatnya akan dianggap angin lalu saja oleh Hadyan. Hadyan sendiri segera masuk ke dalam mobil dengan supir yang telah bersiap mengantarnya ke bandara Incheon menuju Haneda Airport di Tokyo. Sekarang jam 9 pagi. Walaupun waktu chaeck in dan flight-nya 3 jam lagi tapi Hadyan tidak mau mengambil resiko terlalu lama di counter imigrasi. Itulah dia, selalu terencana dan terkontrol. Semua harus sempurna.

"Baiklah dan terima kasih atas doamu. Mungkin jika aku tidak menemukan jodohku di Jepang, aku akan minta satu dari koleksimu", pria itu kembali terkekeh menatap Arka yang pura-pura mendengus kesal.

"Terserah kamu, mau semuanya pun silahkan, aku sudah bosan", Arka tersenyum melihat gesture Hadyan yang terkejut dengan pernyataannya," Pokoknya ingat Hadyan, kau harus beristirahat. Setelah pulang dari Jepang nanti, aku akan meminta Direktur HRD membuatkan surat cuti untukmu".

Hadyan tersenyum kecil dan bergegas masuk ke mobilnya. Arka menatap mobil Hadyan yang sudah mulai menjauh dari Gama Tower Seoul. Besok, Hadyan akan menandatangani kerja sama dengan salah satu investor dari Jepang. Mereka akan mendirikan Gama Tower di sana termasuk di dalamnya Gama Radio dan Entertainment. Keberhasilan Gama mengepakkan sayapnya hingga merambah dunia bisnis salah satunya adalah karena kelihaian Hadyan dalam berbisnis dan kemahirannya bernegoisasi.

"Semoga berhasil Hadyan. ", desisnya pelan kemudian berbalik menuju ruangan tempat kerjanya.

Di mobil, Hadyan melihat dirinya di pantulan kaca. Apakah ia sudah begitu tua, sampai-sampai semua member Gama selalu mengingatkannya untuk mencari pasangan. Umurnya baru menginjak 22 tahun tapi tuntutan lingkungannya untuk segera memiliki pendamping mau tidak mau membuatnya jengah. Saking seriusnya member Gama untuk membuatnya mempunyai wanita chingu, ia bahkan sering terlibat dalam puluhan kencan buta yang direncanakan chingudeulnya itu. Tapi sayang usaha mereka tidak pernah berhasil. Abang dan Adiknya itu juga kadang tidak selektif mencari kandidat. Ada yang lumayan tapi kebanyakan wanita teman kencannya itu prilakunya aneh-aneh sampai ia ketakutan dan akhirnya jadi parno sendiri. Sekarang setiap kali member Gama mengajaknya ke suatu tempat, ia tidak akan mengiyakan begitu saja. Jangan-jangan mereka akan menjebaknya lagi, meninggalkannya sendirian di suatu ruangan kemudian tiba-tiba bertemu dengan wanita agresif yang setelah melihatnya langsung bertingkah seperti zombie yang seperti ingin memakannya bulat-bulat.

Hadyan tidak bisa marah, bagaimanapun member Gama yang lain bermaksud baik. Mereka mungkin kasihan melihat dirinya melakukan semuanya sendiri. Sebagai single dengan segudang kesibukan mungkin mereka berharap dirinya memiliki pendamping yang dapat mengurusinya dengan baik. Membuatkannya sarapan, menyiapkan bajunya, menyiapkan bekal untuk makan siang, membereskan rumah, mencuci bajunya. Jika itu yang diharapkan member Gama, seharusnya bukan calon istri yang mereka ajukan tapi lebih baik memberikan maid alias pelayan saja. Ya ya ya, itu ide yang bagus. Ia memang membutuhkan seorang Maid yang bisa mengurusi kebutuhannya dengan baik, tapi ia tidak suka dengan maid yang bodoh, harus yang pintar dan mengerti semua tetek bengek kebutuhannya yang memang cukup ribet. Tapi siapa orang pintar di dunia ini yang mau jadi maid, ha ha ha, kau bodoh sekali Adinata Hadyan, tentu saja tidak ada.

Seoul pukul 08.00 pagi

Di waktu yang sama di sebuah rumah mewah tampak wanita dengan hanya memakai tshirt dan celana pendek sedang duduk santai di ruang keluarga sambil sesekali mengetik sesuatu di I pad-nya. Tidak jauh dari dirinya, kedua orangtuanya tampak sibuk membereskan barang bawaan dalam koper masing-masing. Wanita itu tampak tidak perduli dengan kesibukan Papa dan Mama-nya. Ia terus berkutat dengan tabletnya sambil tidur-tiduran menikmati semilir angin yang masuk dari taman bunga di sebelahnya.

"Aish Lea Marcus, kita bisa telat pergi kalau kau bermalas-malasan begini", sosok wanita yang dipanggil Mama hanya bisa mengomel kesal dengan kelakuan anaknya yang tidak mempersiapkan diri untuk persiapan keberangkatannya,"Kenapa kau tidak membawa barang-barang pribadimu. Masa harus Papa dan Mama lagi yang mengurusinya. Sudah besar masih harus dilayani, apa kau tidak malu?"

Wanita yang lebih senang dipanggil Lea itu hanya tersenyum lebar," Sudah aku bilang Mama, aku malas ke sana. Semingguan ini aku ingin tidur dan memanjakan diri. Setelah meeting berturut-turut di Busan kemaren, badanku rasanya rontok", ia menguap kemudian asyik lagi bermain-main dengan I-pad nya.

"Jangan bikin masalah Lea, besok kau akan bertemu Gibran Hazel. Ingat kau sudah menyanggupinya. Berarti kau sudah berjanji dan harus datang. Atau perlukah Papa mengancammu lagi? Semua fasilitasmu akan Papa tarik jika kau ingkar janji termasuk pekerjaanmu", kali ini Papa yang angkat bicara. Nada suaranya tegas, sudah tidak bisa bermain-main kali ini rupanya.

Tapi wanita itu masih tidak bergeming dengan I-pad nya,"Besok kan? Ya sudah Papa dan Mama saja yang pergi duluan. Nanti aku menyusul"

Mama mendelik," Kami sudah tau kelakuanmu, bilang akan menyusul padahal sebenarnya kau akan kabur. Iya kan? Maaf Lea, kami sudah tidak bisa dibohongi lagi"

Lea mendengus kesal. Sampai kapan orang tuanya terus mengatur kehidupan pribadinya. Sudah berapa puluh kali ia bertemu dengan pria berbeda-beda hanya untuk menuruti ambisi Mama dan Papa supaya ia segera menikah dan segera memberikan mereka cucu. Ia segera membuka push massage email di I pad-nya, jarinya dengan lincah bergerak ke atas kebawah mencari-cari sesuatu hal yang mencegahnya untuk pergi. Aha, akhirnya ia menemukannya.

"Papa, perusahaan Edra Brothers mengajukan ijin pertemuan besok, aku baru baca emailnya"

Papa memandang Lea tajam dengan tatapan tidak suka," Jangan cari alasan lagi Lea"

"Tapi ini benar kok, lihatlah emailnya Papa. Sebagai Direktur Public Relation di perusahaan, aku tidak boleh melewati pertemuan penting ini. Tapi karena acaranya besok, dengan sangat menyesal aku tidak bisa ikut Papa pergi ke Jepang. Bagaimana?"

Papa membaca email di tablet anaknya itu. Ia tahu Lea sedang membuat seribu satu alasan untuk tidak bertemu Gibran Hazel, pria yang akan ia jodohkan dengan anaknya. Itu berarti Lea akan menggagalkan rencananya untuk ribuan kalinya. Kali ini tidak boleh gagal. Papa tersenyum licik.

"Baiklah Direktur Public Relation yang terhormat karena kau berbicara atas nama jabatanmu maka Papa sebagai Owner di perusahaan tempatmu bekerja memutuskan supaya Wakil Direktur PR-lah yang akan menggantikanmu bertemu dengan wakil dari perusahaan itu"

"Apa?"

"Tidak usah banyak tanya lagi segera hubungi Alinka Jung untuk mempersiapkan meeting dengan mereka. Dan kau Lea tetap ikut Papa ke Jepang. Papa bicara sebagai atasanmu , tentu kau tidak akan membantah orang yang memberikanmu gaji dan kehidupan mewah yang selama ini kau dapat bukan?"

Skak Mat! Lea kalah. Aish ia tidak tahu bagaimana caranya lagi untuk bisa menghindar dari perjodohan kesekian kalinya yang diatur oleh kedua orang tuanya. Sampai saat ini, sampai detik ini, ia belum berfikir untuk menikah apalagi memiliki anak. Usianya masih sangat muda. Baiklah ia sudah berumur 22 tahun sekarang, umur yang sudah cukup untuk menikah. Tapi bukan berarti, ia harus menikah sekarang bukan?

Ia adalah wanita karir yang tengah merintis karirnya yang cemerlang. Lulusan Harvard dengan predikat terbaik. Pekerja yang cekatan dan ambisius. Modal yang lebih dari cukup untuk bisa sejajar dengan Papa nantinya. Tapi setelah semuanya tercapai, dengan mudahnya Papa menyuruhnya menikah.

"Perusahaan ini butuh penerus Lea, karena kau adalah anak Papa satu-satunya maka kau harus segera memberi kami cucu. Tolong jangan sampai ketika Papa meninggal, Papa masih belum bisa menimang cucu darimu!"

Selalu alasan itu yang Papa katakan sampai Lea bosan mendengarnya. Memang menikah dan memiliki anak itu mudah. Apa ia dilahirkan hanya untuk menjadi mesin pemberi cucu untuk Papa. Lantas untuk apa ia sekolah tinggi-tinggi, bekerja mati-matian, jika tugas akhirnya adalah untuk memproduksi anak. Lea mengakui gaya pemikirannya terlalu liberal. Ia terlalu lama hidup di Amerika, sehingga untuk beberapa hal pemikirannya sudah tidak sesuai dengan culture Korea. Tapi bahkan di Korea sekarangpun sudah tidak jaman lagi namanya perjodohan.

Aish, sekarang ia harus berfikir bagaimana membuat Gibran itu tidak menyukainya. Sejauh ini ia selalu berhasil, begini intinya, secara fisik Lea tampak sempurna. Ia cantik dan memiliki senyum yang menarik. Ia pintar dan cerdas. Sifatnya juga menyenangkan, humoris dan pandai bergaul. Bodoh sekali jika tidak ada pria yang menyukainya.

Tapi tidak ada yang bisa mengalahkan kelihaiannya memanipulasi pikiran orang. Wanita itu bisa membuat para pria merasa terintimidasi dengan keterus terangannya. Lea menyadari itu, ia tahu tidak mungkin bisa menolak pria pilihan Papa tapi ia bisa membuat para pria itu mundur teratur. Itu adalah bagian dari strateginya untuk menghindar dari setiap perjodohan yang diatur Papa. Lagian, ia memang tidak tahan dengan pria yang level kecerdasannya di bawah dia. Lea selalu saja menemukan kekurangan dari pria itu. Dengan kepintarannya berbicara ia bisa mempengaruhi pikiran priadeul itu. Setelah obrolan ringan selama beberapa menit saja, para pria akan menyadari bahwa mereka terlalu rendah dan tidak sepadan dengan wanita itu. Mereka akan merasa Lea bukan ada di level mereka. Terlalu jauh untuk dicapai. Akhirnya, para pria itu lantas menjadi minder dan tidak percaya diri. Kemudian mundur dari perjodohan atas kesadaran sendiri karena menganggap diri mereka tidak layak berdampingan dengan Lea.

Alinka, wakil-nya di kantor sekaligus sahabatnya menyebut fenomena ini sebagai 'Lea's Effect" yaitu akibat psikologis dan trauma yang diderita para pria setelah bertemu Lea sehingga mengakibatkan mereka jadi rendah diri dan merasa tidak berharga sebagai seorang pria. Seberat itukah efeknya? Sayangnya bisa dibilang begitu. Lea selalu bangga dengan kemampuannya itu.

Tapi Alinka selalu marah jika tahu ia gagal lagi dalam perjodohan ini,"Itu benar-benar jahat Lea-ah. Kau tahu Lee Jung Han yang kau temui minggu lalu sekarang harus bolak balik psikolog hanya supaya sadar bahwa ia adalah pria pintar. Sejak pertemuannya denganmu, ia selalu melamun dan tidak bisa berkerja dengan baik. Ia selalu meracau bahwa dirinya bodoh. Itu semua gara-gara kau!"

"Cih, kenapa aku yang disalahkan? Aku hanya bertanya berapa IQmu? Berapa IPK mu saat kuliah? Kuliahmu di mana? Dapat ranking berapa waktu di sekolahmu? Itu kan pertanyaan standar", Lea heran apa yang salah dengan pertanyaannya?

"Ne ne, tapi tidak usah kau menyebut bahwa IQ mu 140, IPK mu 4, Kuliah di Harvard, selalu ranking satu, dan bekerja sebagai Direktur di satu dari 10 perusahaan terbesar Korea", Alinka terus menceramahinya.

"Memang itu faktanya, aku tidak berniat menyombongkan diri"

"Okey, aku reka adegannya ya, Berapa IQ mu? Ia menjawab 120. Lalu kau bilang, oooh aku 140. Terus kau tanya berapa IPK mu? Dia jawab 3,4. Lalu kau dengan senyum sinismu itu menjawab, kalau IPK ku 4. Kau tanya ranking berapa? Dia menjawab yang penting masuk 10 besar, dan kau seperti biasa akan bercerita mengenai dirimu yang selalu juara kelas, selalu menang di beberapa Olimpiade Fisika, dan kemudian membanggakan dirimu yang lulus sangat memuaskan dari Harvard dan pekerjaanmu yang begitu keren setelah pria itu selesai menceritakan dirinya yang jadinya biasa-biasa saja"

"So… what's the problem?", tanya Lea masih tidak mengerti.

"Hentikan sifat angkuhmu itu Lea atau jika tidak sampai kau tua kau tidak bisa memiliki suami sampai kapanpun karena sikapmu yang keterlaluan. Kau tahu pria itu berdiri dengan harga dirinya, dan kau membuat mereka tidak bernilai. Dengan mulut manismu kau melukai harga diri mereka"

"Aku hanya menceritakan tentang diriku"

"Selalu saja beralasan begitu. Watch out your mouth!"

Cih, Alinka selalu saja membela para pria itu. Ia sama sekali tidak merasakan rasanya dijodohkan dengan orang yang tidak disukai. Ia bukan wanita yang jahat tapi ia tidak punya pilihan lain.

Dan siapa lagi Gibran itu? Hmm, pria itu tidak terlalu buruk sebenarnya, boleh dibilang tampan, memiliki profil dan latar belakang keluarga yang bagus. Semuanya tampak well on track. Tapi Lea tidak menyukainya. Terus terang seumur-umur ia belum merasakan namanya jatuh cinta atau menyukai pria. Entahlah, ia selalu saja menemukan kekurangan dari pria-pria yang dikenalnya. Ia tahu, manusia itu tidak sempurna, tapi baginya memang butuh pria sempurna yang bisa menggerakkan hatinya. Tapi dimanakah pria sempurna itu? Apakah ia memang nyata?

"Ini travel bag-mu, isinya sudah kami siapkan. Kami mengenalmu Lea sayang, jadi kami sudah mengepak barangmu sebelum kau menyadarinya", Mama tiba-tiba membuyarkan lamunan Lea sambil menunjuk travel bag berwarna hitam bening di sudut ruangan. Lea terkejut sesaat kemudian ia tampak lunglai. Kali ini ia tidak bisa lari dari rencana Papa.

"Sekarang tidak ada alasan lagi kau harus ikut kami. Ayo kita harus segera pergi ke bandara Incheon, kita harus segera check in!", Papa mengultimatum dengan tegas.

Lea tampak menyerah tapi sebenarnya otaknya sedang berfikir keras. Ia harus melakukan sesuatu. Perjodohan kali ini tampaknya serius, mengingat Papa sampai harus cuti dari pekerjaannya hanya untuk bertemua Gibran itu di Jepang. Masih ada waktu satu hari lagi. Ayolah Lea berpikirlah! Jangan permalukan almamatermu, IQ-mu, kecerdasanmu, sesuatu yang selama ini selalu kau banggakan.

Jika kau sampai kalah, semua kebanggan itu tidak ada artinya lagi. Lea lantas membayangkan dirinya dengan perut buncit karena hamil sedang mengurus anak dan memasak, membereskan rumah dengan daster dan penampilan yang acak-acakan karena kelelahan. Ia bergidik begitukah masa depannya kelak? Begitu menakutkan. Apapun caranya, ia harus bisa membatalkan perjodohan ini. Tapi bagaimana? Must be a way to escape but how? Think… think Lea!

Next chapter