webnovel

BAB I : CHAPTER 6 : undangan

HAPPY READING AND HAPPY WIRITING

Keheningan menyelimuti keduanya sepanjang mereka berjalan menyusuri lorong istana yang diterangi cahaya seadanya. Lorong begitu panjang dan terasa dingin.

"...Oars"

"Ya, Madeleine?"

Madeleine sedikit ragu untuk kembali melanjutkan kalimat selanjutnya yang akan ia keluarkan. Tangannya menggaruk pipinya yang tak gatal.

"A-apa.."

Jeda beberapa detik sebelum Madeleine melanjutkan kalimatnya.

"Kenapa sungkan? apa yang ingin kau ketahui?"

Karena sedikit ketidak sabarannya, Oars lebih dulu melakukan inisiatif untuk bertanya dan membuat Madeleine agar lebih relax dan nyaman seperti biasa mereka jalani.

"Maaf, aku haya penasaran saja.."

"Apa kau sudah bersama dengan yang mulia sejak kecil?"

Oars tersenyum kecil, dirinya kira Madeleine menanyakan pertanyaan serius sehingga membuat dirinya sedikit cemas, takut takut bila dirinya tak bisa menjawabnya.

"Tidak, aku bertemu dengannya saat umurku 17 tahun.."

"Saat itu, aku diangkat langsung oleh sang kaisar pendahulunya. Yang mulia masih menjadi pangeran atau putra mahkota"

"Bagaimana sikap kaisar Lurie II?"

Oars berpikir sejenak tengah mengingat masa masa dahulu. "Beliau orang yang tegas dan berwibawa"

"Kapan yang mulia diangkat menjadi penerus tahta?"

"Saat umurnya 20 tahun, tepat saat yang mulia raja Lurie II wafat"

Madeleine menganggukan kepalanya. 'Pantas saja, dia diangkat di usia yang jauh lebih muda dari biasanya'

"Kenapa kau tiba tiba tertarik?"

"Hanya ingin tahu.."

Oars menatap Madeleine dari sampingnya yang tak menunjukan ekspresi apapun. Sudut kecil hatinya namun memiliki ke-khawatiran pada wanita itu.

"Terima kasih sudah mau membantuku Madeleine.."

"Tak masalah, aku lebih senang karena aku berguna dan bisa membantumu" Senyum hangat Madeleine berikan pada Oars.

Suara ketukan pintu mengalihkan atensi sang kaisar. Ia bergegas untuk membuka pintu dan segera mempersilahkannya masuk ke dalam kamar.

"Apa anda baik baik saja yang mulia?"

Madeleine menatap cemas ke arah wajah yang mulia maharaja ketika wajahnya pucat dengan keringat yang mengucur di pelipis dan dahinya.

"Maaf.."

"Saya tak bermaksud untuk memberikan yang mulia makan makanan pedas"

Madeleine menundukan pandangannya menyembunyikan raut wajah penuh rasa penyesalan.

"Tak masalah, aku jadi bisa merasakan minuman beralkohol yang mulai aku sukai"

"Silahkan duduk"

Kaisar Lurie III memandu Madeleine untuk duduk di sofa kamarnya.

"Apa kau mau meminum teh?"

"Tak perlu, saya hanya ingin memastikan yang mulia baik baik saja"

Dilihat bagaimanapun, kaisar Lurie III memang kurang baik baik saja membuat niat Madeleine ia urungkan. Bagaimanapun ini adalah kesalahannya karena memberikannya makanan pedas.

"Kalau begitu, saya pamit untuk pulang yang mulia"

Madeleine bangun dari duduknya untuk pergi meninggalkan kamar kaisar Lurie III.

"Saya permisi yang mulia" Madeleine membungkukan tubuhnya untuk berpamitan.

"Tunggu"

Tangan Madeleiene hanya memegang gagang pintu tanpa ia tarik karena suara yang mulia menghentikan gerakannya.

"Apa ada yang anda butuhkan yang mulia?"

Madeleine segera berbalik dan menatap kaisar Lurie III yang juga menatapnya.

"Apa kau,"

"Apa kau mau menemaniku minum?"

Pencahayaan kamar yang temaram membuat kaisar Lurie III dapat menyembunyikan wajahnya yang memanas.

"Tapi bukankah-"

"Aku sudah lebih baik, aku hanya ingin mencoba lebih banyak. Bisa kau temani aku?"

Sekali lagi kaisar Lurie III bertanya pada Madeleine yang tak kunjung mengeluarkan jawaban apapun dari mulutnya. Madeleine melangkah kembali dan duduk di sofa yang sempat tadi ia duduki bersama sang kaisar.

Kaisar Lurie III berjalan mendekati mejanya dan mengambil sesuatu di lemari yang terletak di belakang meja tersebut. Tangannya meraih sesuatu di dalamnya. Sebotol alkohol.

Kaisar Lurie III kembali melangkah untuk duduk berhadapan dengan Madeleine. Tangannya menuangkan alkohol yang ia bawa ke dalam dua gelas.

"Ini pemberian terakhir ayahku sebelum beliau wafat"

Ahh pantas saja terlihat sangat tua usia alkohol tersebut.

Madeleine mengambil gelas yang sudah tertuang anggur itu dan mencobanya satu teguk. Luar biasa. Ekspresi wajahnya tidak dapat ia sembunyikan merasakan anggur tersebut perlahan masuk ke dalam mulutnya dan membasahi kerongkongannya.

"Sekaligus alkohol pertama yang aku minum"

Madeleine menatap gelas bening ditangannya yang berwarna merah karena isinya.

Sejujurnya, suasana ini membuat Madeleine merasa canggung. Ia sudah membayangkan ini di dalam benaknya, tapi entah kenapa suasananya akan diluar ekspektasinya. Ia tak tahu harus berbicara apa sekarang. Dirinya sekarang merasa terlihat sangat konyol di depan sang kaisar.

"Kenapa sikapmu berubah sekarang?"

"Apa yang ku temui sekarang bukanlah Madeleine yang aku temui beberapa jam yang lalu di ballrom dan balkon?"

Geez... Apa kaisar adalah orang yang tak peka?

"Ahh tidak, bukan begitu. Maafkan saya, hanya saja saya tak tahu harus berkata apa"

"Justru yang berubah bukankah yang mulia?"

Madeleine balik bertanya yang merujuk pada sebuah sindiran halus untuk sang kaisar atas sikap pertama yang ditunjukan saat pertemuan pertama mereka.

Respon yang ditunjukan yang dilihat dari balik bulu mata Madeleine adalah sebuah senyuman kecil. Mungkin kaisar itu bukanlah orang yang tak peka pada keadaan sekitarnya.

'Apa aku membuatnya tidak nyaman?' Suara batin kaisar Lurie III. Ia menatap Madeleine yang terlihat kaku di depannya.

"Bagaimana rasa anggur ini?"

Sang kaisar lebih memilih untuk mengalihkan pembicaraannya.

"Manis sekaligus pahit" komentar Madeleine.

"Saya belum pernah merasakan anggur yang se-enak ini, terima kasih yang mulia. Suatu kehormatan bagi saya bisa mencicipinya"

"Apa kau seorang bangsawan?"

Madeleine semakin dibuat tidak nyaman. Apa ini alasan kaisar Lurie III mengundangnya ke kamarnya?

"Bu-bukan.. saya hanya rakyat biasa yang bekerja sebagai pelayan di sebuah bar"

"Menakjubkan, bisa seberani ini denganku"

Jantung Madeleine berdegup kencang mendengar perkataan sang kaisar. Kalimat yang dikeluarkan secara tak langsung menghinanya yang adalah seorang rakyat biasa. Sudah dirinya duga jika dirinya di undang bukanlah tanpa alasan.

"Aku mengagumimu Madeleine.."

Madeleine merasa waktu yang bergerak saat ini berhenti saat ini juga. Ia tak mengerti apa yang di maksud dengan perkataan sang kaisar. Apa tadi itu sebuah pujian?

"Ahh.. Terima kasih atas kemurahan hati anda memuji saya yang hanya biasa ini"

Madeleine tak dapat menatap wajah lawan bicaranya yang tak ia mengerti.

"Kau berani menyukaiku yang adalah seorang kaisar di negara ini"

Ternyata itu yang dimaksudnya. Madeleine merasa ingin tertawa sekarang, tapi ia berusaha menahannya karena itu bisa mengancam nyawanya.

"Atau,"

"Kau memiliki tujuan lain?"

Madeleine seharusnya bersikap lebih santai dan sebisa mungkin tak menunjukan ekspresi apapun. Tapi tubuhnya bereaksi diluar dugaannya, karena merasakan perasaan yang amat sangat merasa bersalah.

-

-

-

tbc