1 Prolog

"Cha Yoo Jung ...."

Di sudut tembok bercat putih, ia duduk meringkuk sembunyikan wajah. Rambut berantakan muka pucat dan bibir yang tak lagi dipoles lipstik. Dibandingkan dengan tempat tidur, ia lebih memilih bersahabat dengan lantai yang dingin.

"Kim Taehyung!" Bentakan yang terhempas dari tenggorokannya yang kerontang—terengah—pada dinding yang tak bersalah.

"Aku membencimu ...."

Sekarat. Ia tersedak kesedihan yang semakin dalam. Pipi tirusnya jadi becek. Sebab gerimis tak kunjung henti membasahi wajah. Pun hati yang sama basahnya oleh kerinduan tak berujung.

"Cha Yoo Jung ...." Suaranya terdengar lagi, lebih sedih.

Ia menjambak rambut, sesekali membenturkan kepala pada dinding. Lantas, mengaduh pada kesunyian yang kian mengental.

Wajahnya yang terlihat sedih, dibalut suara penuh kengerian. Yoo Jung tak kaget lagi dengan presensinya yang tiba-tiba. Hanya saja ia benci pada wujudnya yang tak bisa digapai.

"Berhenti memanggilku, Taehyung ... jangan seperti ini. Aku benci menunggumu seperti orang."

"Yoo Jung-ah ...."

"Kubilang jangan memanggilku!"

"Cha Yoo Jung, ini aku."

Si perempuan mengangkat kepala. Terpengarah melihat sosok yang datang. Yoo Jung bangkit dari duduk, mendekati laki-laki yang berdiri di ambang pintu. "Kau ...."

Mendadak kepalanya pening luar biasa. Yoo Jung berusaha menyeimbangkan tubuh untuk menyentuh si laki-laki.

"Kenapa baru datang sekarang?" Derapnya sempoyongan. Satu tangannya memegang sisi kepala yang berdenyut nyeri.

"Taehyung-ah, aku merindukanmu ...."

Tubuhnya jatuh dalam pelukan. Kedua tangannya mengerat di pinggang. Ia menangis lagi—tanpa suara. Bunga di hatinya kembali mekar, sebab selama ini tercelup pada keterpurukan yang membuatnya layu—nyaris mati.

Mulutnya seolah tak mau berhenti bicara. Meluapkan semua rasa yang dialami dari kesepian yang mengukungnya. Namun, laki-laki dalam pelukannya tetap diam. Bahkan ia tak membalas pelukan si perempuan. Merasa aneh dengan sikap lelaki itu, Yoo Jung beringsut lepaskan pelukan. Ia mundur selangkah untuk menatap penuh wajahnya.

"Kau tidak merindukanku? Bicaralah sesuatu."

Hujan turun sangat deras waktu itu. Disertai suara guntur yang terbahak-bahak bahagia dalam dada. Waktu seolah mengkristal di udara saat lelaki yang dimintanya untuk bicara mulai bersuara. Namun, hal tersebut malah membuat Yoo Jung makin terperosok dalam kenyataan yang tak bisa diterima.

"Cha Yoo Jung—"

"Cha Yoo Jung, Cha Yoo Jung ..." Ia menyebut namanya sendiri dengan aksen mengolok. "Aku muak dengan panggilan itu. Kau datang hanya untuk menyakitiku. Pergi!"

Kakinya bertolak meninggalkan sepasang kaki yang kini kesepian. Yoo Jung kembali duduk di sudut, membelakangi tamu yang presensinya tidak diharapkan lagi sekarang.

Lantas, laki-laki itu bicara, "Kau harus bisa merelakan. Kau juga butuh bahagia, Yoo Jung."

Yoo Jung tertegun. Memorinya terputar lagi bagai film usang. Ingatannya kembali terlempar ....

***

avataravatar