1 Titik permulaan

Keputusan berat telah ku pilih untuk sisa hidup di masa depan yang entah bagaimana pun aku akan tetap pada jalan ini, dan tentu saja tidak akan pernah ada penyesalan dari apa yang telah ku putuskan. Aku tahu bahwa tidak akan mudah bagiku menjalani semua ini apalagi ketika memikirkan bagaimana pendapat keluarga besar ku di Korea tentang apa yang baru saja ku pilih sebagai tuntunan hidup. Tidak akan mudah bagiku untuk menjelaskan kepada mereka, tapi aku akan berusaha meyakinkan mereka bahwa inilah jalan yang lurus, jalan orang-orang sebelum ku, yang dengan jalan ini aku bisa menjalani kehidupan dengan sebaik-baik kehidupan.

Awal kisah ketika aku pertama kali menginjakkan kaki di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, negara dengan toleransi beragama yang kuat. Dimana pun aku berada selalu saja suara adzan berkumandang, dan pada awalnya itu mengganggu ku sebab di kampung halamanku di Korea tidak pernah sekalipun aku mendengar hal seperti itu. Hatiku terusik dengan hal-hal baru yang ku temui disini, rasa penasaran pun muncul dan ingin mencari tahu lebih dalam tentang semua ini, mengapa mereka begitu fanatik terhadap kepercayaan mereka, bagaimana perlakuan kaum mayoritas terhadap kaum minoritas, dan bagaimana bisa toleransi beragama di negeri ini sangat kuat.

Aku datang ke Indonesia dengan tujuan untuk belajar, Aku mengambil jurusan psikologi di salah satu universitas terbaik yang ada di negeri ini. Namun setelah sampai disini tujuanku bukan hanya itu, tujuan-tujuan lainnya muncul di tengah-tengah perjalanan ini, dan itu menyenangkan. Aku adalah tipe orang pemikir, lebih sering ku habiskan waktuku sendiri didalam kepala ku daripada ku habiskan dengan kesenangan biasa, karena itulah hal-hal baru seperti ini sangat menarik untukku.

Aku tidak memiliki satu pun kenalan ataupun keluarga ketika tiba disini, dan ini pertama kalinya aku berpisah dengan keluargaku, sungguh menyesakkan tanpa ibuku dan saudara-saudaraku, aku anak 2 dari 3 bersaudara, kakak ku seorang dosen dengan gelar profesor di bidang ekonomi dan bisnis, dan itu membuatku bangga memiliki seorang seperti itu. Sementara adikku adalah wanita cantik, seorang pelajar SMA yang baik dan berbakti kepada orang tua dan kakaknya. Kami bertiga sangat dekat, berbagi cerita, saling membantu, dan saling mensupport.

Diantara ketiganya, aku adalah yang paling dekat dengan ibu, entah mengapa seperti itu.

Ketika aku memutuskan untuk menuntut ilmu di Indonesia, ibuku adalah orang yang tidak merelakan anaknya pergi jauh darinya, namun karena keteguhan hatiku dan di bantu oleh kakakku akhirnya ibu merelakan ku pergi, Sungguh berat meninggalkan beliau. Sebelum aku pergi ibuku berpesan "Nak, tidak ada keputusan yang berat di hati kecuali keputusan mengizinkan kamu pergi jauh dari ibu. Ketahuilah nak ibu selalu ada di samping mu, jangan pernah melupakan bahwa doa ibu selalu menyertaimu, ingatlah tujuan mu pergi kesana, dan jangan pernah melakukan hal yang tidak pernah atau ibu larang kamu melakukannya. Kembalilah kepada ibu dan ceritakan apa yang telah engkau dapatkan (pelajari) disana. Ketahuilah nak, negara itu adalah negara muslim terbesar didunia, nilai-nilai ajaran islam sangat tegak disana, jangan terpengaruh dengan itu dan jangan lupakan nilai-nilai dan ajaran leluhur kita yang ibu ajarkan kepadamu dari kamu kecil."

Saat tiba di Indonesia, sungguh benar apa yang dikatakan ibuku bahwa negara ini adalah negara mayoritas muslim terbesar didunia, dan itu membuatku takut, takut dengan apa yang ditakutkan ibuku terjadi, dan bisa saja itu benar-benar terjadi terhadapku. Ketika tiba di Indonesia tempat pertama yang aku datangi adalah masjid, tempat ibadah umat muslim, karena aku tidak tahu bahwa aku akan tiba di Indonesia pada dini hari waktu setempat, aku tidak tahu dimana aku akan tidur malam ini. setelah dari bandara aku berjalan dan menemukan sebuah bangunan yang agak asing bagiku, kulihat beberapa orang yang istirahat disana, aku pun juga istirahat, dan tiba-tiba tertidur. Aku mendengar samar-samar suara dengan agak keras dalam bahasa Arab dan kemungkinan itu suara adzan, namun aku mengacuhkan itu dan melanjutkan tidur, kusadari pula seseorang membangunkan ku namun aku tetap melanjutkan tidurku. Dalam keadaan sedikit sadar, aku mendengar lantunan yang sangat asing untukku namun sangat tenang dan saat itulah aku tahu bagaimana umat muslim sedang beribadah, dan itu pertama kalinya aku mendengar itu, dan membuatku penasaran. Semacam ada rasa dalam hati yang menenangkan ketika mendengar itu, tapi aku tetap pada posisi tidurku beralaskan lantai dan ransel sebagai alas kepalaku. Aku tidak tahu bahwa rasa penasaran itu akan menuntunku pada banyaknya rasa penasaran yang lainnya yang akan mengganggu kepalaku, aku tahu rasa penasaran itu akan menyenangkan, namun aku tak tahu bahwa rasa penasaran itu akan membawaku pada sebuah pilihan besar yang pernah ku buat sepanjang hidupku.

Aku telah menghabiskan waktuku dengan lebih banyak hal yang tidak serius kujalani daripada hal yang serius. Aku berumur 18 tahun ketika tiba di Indonesia, aku pikir itu sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihan hidup dan mandiri. Di Korea, aku tidak pernah serius dalam menjalani hidup, selalu saja kujalani dengan kesenangan yang tidak berguna, berkumpul bersama teman hingga tengah malam, main games, menghabiskan uang ibuku, dan berkelahi. Sekarang, setelah tiba di Jakarta, aku membuat perjanjian dengan diriku sendiri bahwa di umurku selanjutnya dan seterusnya kita tidak akan memainkan permainan yang sama(seperti waktu di Korea). Mencari kesejatian.

avataravatar
Next chapter