3 Semester satu

Di rumah kontrakan ini ku nikmati kesendirian bersama dengan pikiran yang tenang. Setiap hari ketika aku bangun pagi dengan ide di kepala, pagi itu selalu terisi dengan menulis kenangan, masa kini, maupun masa depan. Sungguh begitu menyenangkan ketika di kepala ku muncul sesuatu untuk di tulis, dan itu membuatku merasa lebih hidup. Barangkali suatu hari nanti mimpi yang tertulis dalam buku ini akan terwujudkan, bisa saja. Seluruh harapan ku tumpahkan pada buku usang yang sering ku bawa kemanapun aku pergi, pada awalnya ketika aku disini, hanya buku inilah yang ku anggap sebagai teman. Seluruh rahasia pribadi tertulis didalamnya, tersimpan indah pada setiap lembaran dan akan tetap terjaga walaupun nantinya akan memudar. Semoga saja.

Empat bulan telah berlalu, aku telah mempersiapkan keperluan untuk memulai hari pertama perkuliahan, sedikit menegangkan namun kupikir semua akan baik-baik saja. Aku sampai pada gerbang kampus dan ku pandangi betapa megahnya kampus ini, jauh lebih megah dari apa yang ku bayangkan. Aku berjalan menuju lapangan tempat seluruh mahasiswa baru berkumpul, ku pikir hanya aku saja yang berasal dari luar negeri. banyaknya mahasiswa baru seperti lautan api hingga tidak ada celah yang terlihat pada lapangan ini sedikitpun membuatku terpukau. Dalam hati berkata... Wowww. Aku diam mendengarkan orasi dari presiden mahasiswa yang menggebu-gebu menyuarakan tentang tugas dan tanggung jawab mahasiswa, dan itu membuatku lebih bersemangat lagi untuk kuliah di kampus ini. Ada hal menarik pada acara ini yaitu ketika di akhir acara seorang mahasiswa membacakan sebuah doa dalam bahasa Arab yang membuatku sedikit meneteskan air mata, aku mulai terbiasa dengan lantunan Al-Qur'an yang setiap waktu selalu ku dengar, namun entah mengapa baru kali ini aku meneteskan air mata. Ku pikir karena pembaca doanya membacakan dengan penjiwaan yang kuat sehingga terdengar sangat merdu dan menenangkan. Mungkin pula ketika sedang berdoa aku hanya memikirkan ibuku yang jauh disana, sambil bertanya-tanya dalam hati apakah dia sehat-sehat saja. Mungkin karena hal itulah aku menangis, aku tidak tahu pasti.

Aku berjalan sendiri menuju ke gedung jurusan psikologi. Tahu tidak, ternyata begini rasanya sendiri dalam keramaian, aku malu jadi pusat perhatian. Beberapa orang melihatku dengan raut muka yang bertanya-tanya mengapa aku disini, dan itu sedikit mengganggu ku. Aku tetap berjalan, berusaha tidak peduli dengan pembicaraan orang lain, mereka tidak tahu bahwa aku mengerti dengan apa yang mereka katakan. Tiba-tiba di tengah perjalanan, seseorang menghentikan langkahku dan mengajakku berbicara bahasa Inggris, ia ingin membantuku menemukan gedung yang kucari. Namanya Ariel, kebetulan kami mengambil jurusan yang sama, dengan senang hati aku berteman dengannya. Akhirnya aku menemukan teman kuliah yang baik dan juga sopan. Aku mulai akrab dengan Ariel, hari-hari di kampus kami sering bersama,aku menganggapnya sebagai seorang keluarga, dia banyak membantuku, dan juga teman diskusi yang baik. Dia seorang muslim yang taat, seringkali ketika aku sedang makan di kantin atau sedang di perpustakaan dengannya, setiap kali suara adzan terdengar dia akan pamit dan meninggalkan ku sendiri, aku mengerti bahwa Tuhannya jauh lebih penting daripada seorang teman. Seringkali pula ku dengar ia berceramah, rasa ingin tahu mendorong ku untuk mendengar apa yang ia sampaikan pada jama'ah di masjid, tentu saja aku tidak masuk di dalam masjid, aku hanya mendengarnya dari luar sambil makan cemilan. Sebenarnya Ariel sempat mengajakku masuk ke masjid karena dia merasa tidak nyaman membiarkanku berada diluar sendiri. Aku menolak karena ku pikir ini akan mempengaruhi batinku lebih jauh lagi. Aku ingin mempertahankan kepercayaan yang telah diajarkan kepadaku mulai aku kecil hingga sekarang ini. Semoga saja bertahan. Ariel laki-laki yang pintar juga menguasai bahasa Inggris sehingga dalam berkomunikasi denganku selalu berjalan dengan baik, dia sering menghidupkan diskusi tentang pembelajaran dari dosen, ia sering datang dan menginap di rumah kontrakan ku, dan itu membuatku senang karena setiap malam kami begadang untuk diskusi tentang hal-hal yang menarik. Dia sahabat yang baik, walaupun aku dan dia berbeda kepercayaan, tapi tak pernah sekalipun aku ataupun dia menyinggung tentang privasi seperti itu. Toleransi yang kuat membuat hubungan persahabatan ini akan bertahan sampai kapanpun. Seperti katanya "InsyaAllah".

Aku mulai akrab dengan beberapa teman jurusan dan organisasi, membuatku mulai nyaman di kelas, namun tentu saja beberapa orang selalu menggangguku terutama para wanita yang selalu meminta foto, aku sering di panggil "Oppa" oleh mereka, dan cara mereka memanggilku sedikit menggelikan. Oh iya aku baru tahu bahwa orang Indonesia sangat menyukai drama Korea, terutama para wanita yang ku pikir telah tergila-gila dengan artis Korea. Aku benci dengan beberapa orang yang mendekatiku dengan maksud tertentu, beberapa tulus dan beberapa yang lainnya memiliki tujuan, aku tahu hal itu dari mengamati tingkah dan cara pendekatannya, aku tidak nyaman akan hal itu. Aku berharap orang-orang mendekati ku tulus hanya untuk berteman dan akrab, bukan untuk beberapa kepentingan pribadi. Aku belajar dari pengalaman, beberapa teman di Korea juga melakukan hal sama ketika dekat denganku, aku tidak ingin berteman dengan mereka yang seperti itu. Namun kubiarkan mereka, aku takut untuk mengatakan yang sejujurnya kepada mereka, biarlah saja seperti itu, biarlah mereka lakukan apa yang ingin mereka lakukan, aku tidak peduli, dalam hati gelisah.

Di dekat kampus ada sebuah gereja yang sering ku datangi semenjak aku kuliah. Hampir setiap hari ketika jeda waktu perkuliahan, aku sering ke gereja itu hanya untuk sekedar berdoa, jika beban hidup terasa berat atau takdir memilukan sedang ku hadapi maka aku tidak akan berada di suatu tempat kecuali berada di gereja ini, sejak aku beranjak dewasa hingga saat ini, aku selalu melakukan hal yang sama ketika sesuatu yang buruk sedang terjadi kepada ku, begitulah caraku menghadapi sebuah ujian kehidupan. Banyak hal yang terjadi, banyak pula orang baru yang ku temui di gereja ini, yang selalu baik terhadapku, yang sering membantu, yang sering mendengar keluh kesah ku, yang mengasihi ku, dan yang berkorban untukku. Terkadang ketika kita berada pada satu titik terendah dalam kehidupan, kita akan menemukan orang yang benar-benar peduli dan tulus berteman, sungguh benar ungkapan seperti itu.

Pertengahan semester ini aku mulai sibuk dengan banyaknya kegiatan kampus dan kegiatan organisasi serta banyaknya pula tugas dari dosen masing-masing mata kuliah, mengharuskan ku untuk lebih cermat dalam mengatur waktu. Jika dulu aku sering ke pusat kota, mengunjungi tempat wisata yang identik dengan negara ini, menghabiskan waktu dengan hura-hura. Sekarang telah ku batasi semua itu, bahkan aku tidak lagi melalukan itu dan berfokus pada tujuan awal yaitu menuntut ilmu, menyelesaikan studi secepatnya sehingga aku bisa kembali ke Korea. Semoga saja nantinya apa yang aku dapatkan disini bisa berguna untukku dan untuk orang lain di negara ku sendiri.

Berfokus pada tujuan awal mendorongku lebih giat lagi, aku sadari bahwa ibuku mengharapkan aku bisa menjadi lebih baik dari kakakku. Dan telah ku tanamkan dalam hati untuk tidak mengecewakannya, telah ku simpan harapan besar kepada diriku sendiri.

avataravatar
Next chapter