16 Menikmati kenikmatan

Kesendirian ku adalah kenikmatan. Sejak saat Zahrah mulai meninggalkan ku, meninggalkan tempat yang kupikir memang seharusnya ia berada. Mengisi ruang dalam hati selama ini. Aku bersyukur Allah pernah menghadirkan ia dalam hidupku. Menemaniku dalam perjalanan mengenal Islam. Dia yang pertama menyentuh hatiku.

Hatiku kini lebih memilih untuk sendiri. Mendekatkan diri pada pemilik hati yang sesungguhnya. Hari-hari ku lewati seperti biasa, yang membedakan adalah Zahrah tidak disini lagi. Aku tidak sedih karena itu, aku juga tidak menyesali kepergiannya. Maka tidak ada tempat untuk siapapun di hati ini kecuali Allah.

Malam ku memancarkan sinar rembulan. Dibawah cahaya itu, ku berdzikir mengingat Allah. Tanpa henti hingga menjelang fajar.

Apalagi yang bisa aku lakukan selain memujaNya. Allah telah memberiku segala kebutuhan. Allah memberiku tempat untuk berteduh, Allah memberiku makan agar aku tidak kelaparan, Allah memberiku petunjuk melalui kitabNya. Maka kenikmatan apalagi yang kuinginkan dariNya. Apakah aku ingin menjadi seorang hamba yang tidak tahu bersyukur.

Ku nikmati kesendirian bersama Tuhan ku. Menyadari bahwa aku bukanlah siapa-siapa. Ketika sampai pada kesadaran bahwa aku bukanlah siapa-siapa, maka kesadaran seperti itulah yang merupakan kenikmatan. Aku sadar bahwa aku sebenarnya tidak ada karena aku hanyalah ciptaan. Maka yang ada hanyalah Allah. Ketika sadar bahwa aku hanyalah ciptaan, maka aku menikmati diriku sebagai ciptaan. Jika tidak ku nikmati itu, bagaimana mungkin bisa ku terima kenyataan bahwa sebenarnya aku ini tidak ada.

Ku nikmati melaksanakan kewajiban dalam agama ku. Melaksanakan perintah semata-mata hanya karena Allah. Menikmati menuntut ilmu, menikmati beribadah, menikmati mengingat Allah, dan menikmati kesadaran seorang hamba.

Banyak hal yang terjadi. Ujian silih berganti. Seringkali aku mengeluh dan menggerutu karena ketidaksanggupan ku menghadapi ujian itu. Aku sadari bahwa iman ku masih lemah. Perlu untuk lebih memperbaiki lagi hubunganku dengan Allah.

"Nikmatilah ujian itu untuk menguatkan hatimu agar selalu mengingat Allah. Lepaskanlah keluhan mu padaNya. Niscaya engkau akan lebih mengenal dan dekat dengan Tuhanmu."

Kalimat itu terucap dalam kepalaku. Seakan-akan bisikan itu untuk diriku sendiri. Agar aku mengenal dan mencintai Allah dan Allah mengenalku dan mencintaiku pula.

Kini, ku serahkan seluruhnya kepada Allah. Apapun yang Allah takdir kan untukku, sekeras apapun ujian yang ia berikan padaku, aku tidak memiliki hak untuk protes. Dialah yang menciptakan aku dan akulah ciptaaNya. Jika sampai masa ku untuk menghadapNya, maka aku berharap ada satu alasan Allah tersenyum kepadaku dan berbisik "Aku mencintaimu wahai hambaKu."

avataravatar
Next chapter