12 Marhaban ya Ramadhan

Hari pertama puasa akan di mulai besok. Aku akan berbelanja kebutuhan dengan ditemani Zahrah. Aku bertanya pada diri sendiri apakah sanggup melakukannya.

Aku akan berusaha menjalankan kewajiban ini. Kupikir ini tidak akan mudah tapi akan menyenangkan. Semoga saja.

Zahrah banyak berperan dalam mengajarkanku hal yang paling dasar dalam agama Islam. Itu membuatku merasa nyaman. Dia salah satu orang yang berperan paling penting dalam perjalananku memeluk agama Islam.

Handphone ku berdering tepat sebelum jam tiga dinihari. Namun sulit untuk aku membuka mata, bahkan tubuhku sangat malas untuk bangkit. Aku tertidur lagi. Alarm kembali berbunyi dan menandakan pukul 4:20. Ohh sialnya, Astaghfirullah.

Aku bergegas ke dapur memasak mie, kupikir hanya itu yang sempat aku lakukan untuk sahur pertamaku. Aku pun sahur dengan tergesa-gesa. Aku minum sepuluh gelas air bahkan lebih. kekacauan hari pertama ku berpuasa tidak akan ku ulang lagi, aku tidak ingin dikalahkan oleh diriku sendiri.

Setelah sholat subuh dan membaca dua lembar ayat suci Al-Quran, aku kembali tidur. Aku hanya menghabiskan pagi hariku di tempat tidur. Siang hari ketika aku bangun, rasanya sangat aneh dalam perutku. Seakan sesuatu berkelahi didalamnya, dan tenggorokanku terasa perih. Ternyata seperti ini rasanya berpuasa.

Sempat terpikir untuk membatalkan puasa karena aku sudah tidak sanggup menahannya. Kupikir aku akan mati kelaparan. Aku kembali tertidur.

Aku akan balas dendam ketika berbuka nantinya. Akan ku makan seluruh makanan yang lezat. Memikirkan hal itu ketika aku tertidur.

Sore hari menjelang berbuka, aku masih tertidur. Zahrah datang membawa makanan. Ia masih memiliki kunci rumah ku. Aku masih di kamar dalam keadaan berselimut pucat. Zahrah membangunkan ku namun aku enggan untuk bangun.

"Udah mau berbuka nih, kamu enggak mau bangun juga?".

Secepat kilat ketika mendengar itu dari Zahrah, aku bangkit dengan bahagia dan bangga meninggalkan tempat tidurku. Aku berkata dalam hati "Ambil handuk dan bergegas mandi lalu membalas dendam".

Aku senyum sinis didepan Zahrah tanpa berkata lalu menuju kamar mandi. Zahrah melihatku heran. Baru pertama kali ia melihatku dengan tingkah seperti itu. Aku mengabaikannya.

Tercium harumnya aroma makanan yang dibawa oleh Zahrah membuatku bergegas menuju meja makan. Aku duduk dihadapan makanan yang terdengar memanggilku, menggodaku untuk segera memakannya.

Zahrah kebingungan melihatku lalu memukul meja ketika aku hendak mengambil makanan yang ada di hadapanku.

"Belum waktunya"

"Berhentilah menatap makanan, nanti puasanya makruh loh".

Aku tersenyum dan masih melihat keindahan (makanan) tanpa sekalipun melirik Zahrah.

"Tahu tidak, saat ini aku lebih menyukai makan ini daripada kamu"

"Makanan ini terlihat lebih cantik daripada dirimu"

Dengan nada bercanda aku katakan itu dan Zahrah pun tertawa.

"Makanan ini milik siapa". Tanya Zahrah sambil tersenyum.

"Milik Allah". Jawabku singkat dan juga tersenyum.

Kami tertawa bersama sebelum akhirnya adzan Maghrib berkumandang. Kami pun berbuka puasa bersama.

Puasa pertama ku memang agak rumit namun sangat membahagiakan. Berbuka bersama bidadari cantik dalam hidupku. Sungguh aku sangat mencintai wanita itu.

Ku sadari puasa ku belum sempurna, masih banyak hal yang perlu untuk aku perbaiki.

Besok dan hari seterusnya aku ingin memaksimalkan untuk berpuasa dengan sebaik-baiknya.

Perkuliahan tetap berjalan di bulan Ramadhan. Kegiatan sehari-hari seperti biasanya. Mengikuti jadwal perkuliahan yang telah ditentukan. Apakah aku sanggup berpuasa dalam keadaan lapar.

Seorang dosen memberikan pelajaran bahwa puasa bukan hanya sekedar menahan lapar dan dahaga. Puasa juga menahan hawa nafsu. Kupikir selama ini aku telah mengendalikan hawa nafsu ku kepada semua orang termasuk Zahrah. Bahkan demi keagungan Tuhanku tidak pernah sekalipun aku melewati batas dengannya. Sebab ia menjagaku (dari berbuat dosa) dan aku pun juga menjaganya (dari berbuat itu). Kami saling menjaga. Sejak aku mengenal agama Islam, aku lebih menjaga jarak lagi dengannya, dan ia pun mengerti. Kami saling mengajarkan bahwa ini salah dan itu benar. Kami hanya membuat satu komitmen bahwa jika kami telah selesai menyelesaikan studi maka InsyaAllah kami akan segera menikah. Se simple itu.

Banyak hal yang menyenangkan ketika bulan Ramadhan. Kupikir aku perlu mengenalkan Islam kepada keluargaku. Ketika malam hari suara petasan terdengar, jajanan kuliner di sekitar masjid, anak-anak yang bermain dan berlarian di sekitar masjid. Melihatnya membuatku merasa sangat bahagia. Suara bedug disertai dengan suara teriakan warga kampung membangunkan orang untuk sahur. Hal itu tidak pernah aku temui di kampung halamanku.

Aku mulai melakukan hal-hal yang positif di pertengahan hingga akhir-akhir bulan Ramadhan. Ketika di awal puasa aku hanya bermalas-malasan dan menghabiskan waktu dengan tidur. Saat ini aku lebih sering belajar mengaji dengan bimbingan dari pak Arman. Aku juga ikut membagikan takjil bersama teman-teman kuliah. Aku juga membantu menyiapkan buka puasa di masjid. Bermain bersama anak-anak warga kampung membuatku sangat bahagia.

Berkat pak Arman aku mulai lancar membaca Al-Qur'an. Aku juga mulai berani mengumandangkan adzan. Kupikir hal itu memang semestinya aku lakukan dari awal.

Aku bahagia bisa berada disini. Di sekitar orang-orang yang sangat baik dan peduli terhadap ku. Beberapa ibu-ibu mengganti peran ibuku di kampung, seringkali mereka membawakan makanan untukku berbuka puasa maupun sahur. Aku terharu melihat beberapa orang silih berganti mengetuk pintu rumahku membawakan makanan, hatiku tersentuh karena itu. Mereka menyayangiku seperti ibu kandung ku sendirian.

Aku hanya sering menerima tanpa membalas Budi, dan itu membuatku merasa buruk. Aku bersyukur bisa ada diantara orang-orang yang berhati mulia. Aku bersyukur bertemu orang-orang baik seperti mereka. Akan kuingat seluruh kebaikan mereka sepanjang hidupku.

avataravatar
Next chapter