8 Kembali ke fitrah

Keadaan kembali seperti seharusnya. Raga dan batin mulai membaik. Sahabat dan kekasih yang sering menjadi pendengar yang baik. Merangkul di jalan yang terjal dan licin.

Telah ku ceritakan semuanya kepada mereka berdua dengan caraku sendiri. Telah ku yakinkan dalam hati sebuah pilihan yang akan ku ambil untuk masa depan dan seterusnya.

Aku telah dewasa dan benar-benar dewasa untuk mengambil sebuah keputusan yang berat dan benar. Aku tidak mengetahui kedepannya akan bagaimana, dan juga aku tidak tahu bagaimana tanggapan dari ibu dan keluargaku. Terlepas dari itu tekad ku telah bulat dan hatiku telah meyakinkan. Aku akan mengambil sebuah kesimpulan untuk berpindah agama.

Sebuah hari telah tiba, hari dimana aku memutuskan untuk meninggalkan keyakinan yang telah diajarkan kepadaku sejak aku kecil. Aku pergi menuju rumah pak Arman dengan ditemani oleh sahabat dan kekasihku. Sepanjang jalan hatiku berdebar, sedikit aga menegangkan. Perasaan kaget tak bisa ku bendung. Zahrah menenangkan ku. Dalam hati berkata "wanita ini hebat".

Aku mengucapkan kalimat syahadat di rumah pak Arman, dengan disaksikan oleh keluarga beliau, Ariel, dan juga Zahrah. Walaupun aku tidak terlalu lancar dan beberapa kali haru mengulangi, namun pada akhirnya aku berhasil melakukannya. Setelah itu aku ke masjid untuk belajar wudhu dan sholat.

Hari pertama menjadi seorang muslim sangat berat. Aku harus terbiasa dengan kewajiban sebagai seorang muslim. Sedikit demi sedikit aku tahu bahwa semua akan baik-baik saja.

Zahra mengungkapkan keinginannya untuk menghadiahkan ku perlengkapan sholat. Kataku itu tidak. Tapi itu tidak membuatnya senang. Ia kemudian mengajakku keluar.

Kami datang ke sebuah toko yang menjual perlengkapan sholat. Dalam toko itu kulihat semua yang berhubungan dengan umat muslim dijual disini. Zahra ingin membelikan ku perlengkapan sholat. Namun aku menolak, aku bisa membelinya sendiri. Ia kembali kecewa karena penolakan ku. Ia kembali ke mobil sementara aku terdiam didalam toko itu.

Setelah berbelanja dan membayar pesanan ku. Aku menemui Zahrah yang berada didalam mobil. Kulihat ia menangis menutup wajahnya. Aku merasa bersalah. Aku tak mampu berkat apa-apa sementara dalam hati menyalahkan diri sendiri. Percayalah, sepanjang hidupku tak pernah sekalipun aku menerima apapun dari siapapun, termasuk keluargaku. Aku hanya tidak ingin berhutang kepada orang-orang. Prinsip itu telah ke pegang sepanjang hidupku, dan berharap itu tetap ada dalam hidupku sampai kapanpun.

Zahrah tidak pernah menghubungi ku setelah aku membuatnya kecewa. Hari itu tanpa sepatah kata pun, setelah ia mengantarku pulang, ia pergi begitu saja.

"Aku dalam masalah besar"

Aku berusaha menghubungi Zahrah, namun tidak ada tanggapan. Aku mulai resah. Aku tidak tahu harus berbuat apa, sementara saat ini sedang libur perkuliahan. Aku tidak bisa bertemu dengannya kecuali di kampus ataupun ia datang ke rumahku.

Ariel memberitahukan ku alamat rumah Zahrah. Aku ragu untuk datang tetapi aku juga tidak ingin membiarkan masalah ini terus berlanjut. Dalam bimbang ku, Tuhanku yang maha agung, aku memohon pertolongan. Itulah saat diriku untuk pertama kalinya aku berdoa kepada Tuhan yang maha benar.

Untuk melupakan masalah sejenak. Aku belajar mengaji bersama anak-anak yang lainnya, dengan bimbingan dari pak Arman, aku setara dengan anak-anak pemula. Hal itu tidak membuatku malu sedikitpun walaupun aku sering ditertawakan oleh anak-anak itu. Ku abdikan diriku pada masjid ini. Bersama Ariel yang secara sukarela menjadi seorang pengurus masjid. Karena libur perkuliahan, aku memiliki banyak waktu untuk belajar tentang Islam. Dibimbing oleh oleh orang terbaik yaitu pak Arman dan sahabatku Ariel, aku mulai mengetahui sedikit demi sedikit tentang agama Islam. Alhamdulillah.

Dalam persoalan membaca Al-Qur'an, aku belajar kepada pak Arman, sedangkan untuk urusan fiqih, aku lebih sering belajar kepada Ariel. Mereka ahli di bidangnya.

Seluruh warga kampung telah mengetahui bahwa aku telah memeluk agama Islam. Seringkali ketika selesai membersihkan masjid, beberapa warga datang membawa makanan. Ibu-ibu yang dulunya cuek terhadapku, kini begitu sangat akrab denganku. Tidak sedikit dari ibu-ibu yang datang memujiku, mengatakan bahwa aku terlihat sangat ganteng, aku tertawa terbahak-bahak mendengarkannya. Bahkan tidak sedikit pula yang menjodohkan ku dengan anak perempuan mereka, itu membuatku lebih tertawa lagi. Aku senang dengan keadaan saat ini.

avataravatar
Next chapter