4 4. Pertemuan

"Yang Mulia, semuanya sudah siap," ucap Gil—kepala pelayan yang melayani Matius secara dekat. Gil adalah orang selanjutnya setelah Nathan yang sangat dipercaya oleh Matius.

Matius yang mendengar ucapan kepala pelayannya, segera bangkit dari duduknya.

Berbeda dengan biasanya, ia tidak menggunakan pakaian mewah dan megah selayaknya seorang kaisar, ia hanya mengenakan pakaian sederha dan topeng yang juga sederhana. Topeng yang ia kenakan memang tidak sama dengan topeng yang ia gunakan saat bertugas sebagai seorang kaisar, tetapi topeng tersebut dibuat oleh pembuat topeng yang sama, dan memiliki keindahan di setiap lekukannya. Matius menerima jubah yang diberikan oleh Gil, dan segera mengenakannya. "Aku percayakan istana padamu, Gil," ucap Matius.

Gil membungkuk dengan meletakkan salah satu tangannya pada dadanya. "Saya akan melakukan hal yang terbaik, Yang Mulia. Saya harap Yang Mulia mendapatkan apa yang Baginda inginkan, dan kembali dengan selamat," ucap Gil dengan nada formal.

Matius mengangguk singkat. "Tidak perlu cemas. Aku yakin jika pertemuan ini akan berjalan lancar. Aku pergi," ucap Matius berjalan menuju balkon dan melompat begitu saja dari sana.

Gil sama sekali tidak cemas, saat melihat tingkah kaisar yang ia layani tersebut. Meskipun ini lantai dua, tetapi Gil yakin jika tuannya sama sekali tidak akan terluka. Hal ini memang harus dilakukan karena kepergian Matius dilakukan secara rahasia. Bahkan, Matius ke luar dari istana tengah malam saat semua orang sudah terlelap, dan tersisa para pengawal yang berjaga malam. Hanya Nathan yang mendampingi Matius, itu pun karena Gil yang memaksa Matius untuk membawa Nathan. Jika Matius tidak mau memenuhi apa yang dipinta oleh Gil, maka Matius sama sekali tidak boleh ke luar dari istana. Sebenarnya, Matius bisa menolak apa yang diminta oleh Gil. Namun, Matius tahu jika Gil melakukan hal itu karena mencemaskannya. Pada akhirnya, Matius pun membawa Nathan untuk mendampinginya.

Keduanya menunggang kuda terbaik yang dimiliki istana dengan kecepatan tinggi. Hawa dingin tengah malam sama sekali tidak keduanya rasakan, jubah lebar yang mereka kenakan memang sedikit banyak membantu keduanya untuk mengurangi rasa dingin yang menghinggapi tubuh mereka. Matius mempercepat laju kuda yang ia tunggangi dan membuat Nathan yang berada di belakangnya, agak kewalahan untuk menjaga jarak aman. Ia jelas tidak bisa berada terlalu jauh, atau terlalu dekat dengan Matius. Terlalu dekat, kemungkinan bisa membuat kuda mereka tabrakan. Namun terlalu jauh juga bukan pilihan yang tepat, hal itu hanya akan membuat Nathan kesulitan untuk memberikan perlindungan pada Matius.

"Tidak perlu memaksa mengejarku, Nathan. Pastikan saja jika kau tidak terlalu tertinggal," ucap Matius.

Nathan hanya bisa menghela napas pelan. Sebenarnya, Matius sendiri tidak membutuhkan perlindungan darinya. Matius bahkan memiliki kemampuan berpedang yang setara dengan master pedang yang sudah lama tidak terlihat. Namun, sebagai seorang ajudan, Nathan memiliki kewajiban untuk melindungi sang tuan.

Nathan tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Matius dan tetap berusaha untuk menjaga jarak dan berkata, "Saya tidak apa-apa, Tuan. Anda bisa fokus dengan jalan." Selama penyamaran seperti ini, Nathan dan Matius memang sepakat untuk menjadi seorang tuan muda dan kesatria pribadi. Jadi, secara alami, Nathan pun menggunakan panggilan Tuan untuk memanggil Matius.

Matius sedikit melirik pada Nathan dan mendengkus pelan. Pada akhirnya, Matius yang mengalah dengan memelankan laju kudanya. "Kita bisa sedikit memelankan laju kuda kita. Tujuan kita sudah dekat," ucap Matius.

***

"Wah, ternyata kau berhasil menemukan celah," ucap Eleanor sembari membenarkan letak tudung jubah yang ia kenakan. Jubah tersebut secara sempurna menyembunyikan sosoknya yang indah. Rambutnya yang panjang dengan warna cokelat madu sempurna tersembunyi di balik jubah, netra hijau daunnya juga terlihat agak tertutupi oleh tudung jubah yang ia kenakan.

"Terima kasih, Nona," ucap Sela pada Eleanor.

"Aku tidak memujimu," ucap Eleanor lalu melangkah menyusuri jalan kecil yang akan membawanya menuju sebuah danau yang berada di dalam hutan sebelah barat kekaisaran. Letaknya cukup jauh dari kediaman Count Clement, karena itulah Eleanor dan Sela harus menggunakan kereta kuda sewaan untuk menuju bagian luar hutan. Karena kereta kuda tidak bisa membawa mereka masuk ke dalam hutan, pada akhinrya Eleanor yang pada dasarnya sangat membenci aktifitas fisik, terus saja menghela napas sepanjang jalan.

"Apa Nona merasa lelah?" tanya Sela merasa cemas karena Eleanor terus saja menghela napas.

Selain itu, selama bekerja di kediaman Count Clement, Sela sudah mengamati Eleanor dengan saksama. Eleanor sangat membenci aktifitas fisik, alasannya adalah jika dirinya tidak nyaman saat berkeringat, dan dirinya memiliki masalah fisik yang lemah. Karena itulah, Sela takut jika perjalanan ini membuat Eleanor berada dalam kondisi yang buruk. Jika hal itu terjadi, maka Sela akan berada dalam masalah. Penyamarannya yang selama ini sempurna, akan terbongkar.

Sudah pasti Eleanor tidak mungkin berusaha untuk melindunginya. "Aku tidak selemah itu. Hanya berjalan seperti ini, aku masih sanggup. Apakah danaunya masih jauh?" tanya Eleanor.

"Tinggal beberapa meter lagi, Nona," jawab Sela.

Lalu beberapa saat kemudian, keduanya melewati semak-semak, dan Eleanor pun dibuat cukup takjub dengan pemandangan danau indah yang berada di tengah hutan yang cukup lebat tersebut. Sudah dipastikan jika danau tersebut sangat jarang dikunjungi oleh orang, bahkan bisa dibilang tidak terjamah. Sepertinya, jika nanti Eleanor memiliki niatan untuk bermain di luar rumah, tempat ini yang paling terbaik untuknya menghabiskan waktu. Selain sejuk, tidak banyak orang yang tahu, dan itu artinya sangat kecil kemungkinan ada orang yang Eleanor temui. Bertemu dengan para bangsawan membuat Eleanor merasa lelah. Mereka selalu saja memiliki pertanyaan yang membuat Eleanor malas untuk berinteraksi dengan mereka.

Saat Eleanor fokus dengan danau yang memantulkan cahaya bulan purnama, Eleanor mendengar suara seseorang yang mendekat. Ia melirik Sela yang sejak tadi terus berjaga di sisinya. Tentu saja Eleanor tahu jika Sela adalah orang yang terlatih. Pergi dengan Sela sama sekali bukan hal yang gegabah menurutnya, karena Sela sudah dipastikan bisa melindunginya dengan baik. Eleanor pun mengarahkan pandangannya menuju sumber suara, dan melihat dua orang berjubah yang menuntun dua kuda yang gagah. Melihat dari postur tubuh keduanya, Eleanor yakin jika keduanya adalah pria, dan tak lain adalah orang yang mengirimkan surat padanya.

Setelah mengikat kekang kuda pada pohon, keduanya mendekat pada Eleanor yang sudah membuka tudungnya dan membiarkan embusan angin malam menerbangkan helaian rambutnya yang lembut. Seorang pria berhenti agak jauh, sementara yang satunya berhenti tepat tiga langkah di hadapan Eleanor. Saat itulah, Sela segera berlutut memberikan hormat. Secara alami, Eleanor pun menarik senyum tipis, dan menarik ujung gaun yang ia kenakan dan memberikan salam anggun selayaknya wanita bangsawan pada umumnya. "Salam untuk Matahari kekaisaran ini. Semoga keagungan senantiasa menyertai Yang Mulia," ucap Eleanor lembut.

Sosok pria berjubah itu pun membuka tudung jubahnya dan rambutnya yang berwarna hitam sekelam malam, terlihat berkilau karena cahaya bulan. Rambut hitam yang memukau, dan sangat langka di kekaisaran ini. Pemiliknya menggunakan topeng yang menyembunyikan seluruh fitur wajahnya dan hanya menunjukkan netranya yang terlihat seperti predator, berwarna cokelat keemasan dan berkilau dengan aura yang menekan. Ia pun berkata, "Seperti yang sudah kudengar, ternyata kau sudah mengenaliku, Nona Clement."

Eleanor pun menegapkan posisi berdirinya dan menatap pria yang berada di hadapannya dengan berani. "Bagaimana mungkin saya tidak mengenali Anda, Yang Mulia. Aroma bunga Ghaly tidak digunakan oleh sembarang orang. Sejak pertama kali menerima surat itu, saya tau jika Yang Mulia Kaisar ternyata memiliki sesuatu untuk dikatakan dengan saya yang sama sekali tidak pernah muncul di pergaulan kelas atas. Jadi, mari kita bicarakan apa yang sebenarnya ingin Yang Mulia bicarakan."

avataravatar
Next chapter