3 3. Buruk Rupa

"Yang Mulia, apa Anda yakin dengan hal ini?" tanya Nathan pada Matius yang saat ini tengah mengenakan topeng emasnya sembari memunggungi Nathan.

Meskipun Nathan adalah orang yang paling dipercaya oleh Matius, dan seorang ajudan setia, tetapi dirinya tidak pernah melihat wajah Matius. Sebenarnya, Nathan sama sekali tidak merasa keberatan untuk meihat wajah Matius. Seburuk apa pun wajah Matius, Nathan sama sekali tidak peduli. Bagi Nathan, Matius adalah seorang pemimpin terbaik bagi kekaisaran ini. Hal itu sudah lebih dari cukup bagi Nathan. Namun, Matius tidak memiliki pemikiran yang sama dengan bawahannya itu. Bagi Matius, rumor yang tersebar mengenai keburukan rupa dan kutukan yang ia miliki bukanlah isapan jempol biasa. Secara turun termurun, keturunan kaisar memang mendapatkan sebuah kutukan yang membuat mereka harus menyembunyikan wajah mereka dari orang-orang menggunakan topeng.

Matius menatap pantulan dirinya yang telah mengenakan topeng pada cermin yang kini sudah disinari cahaya matahari lembut. Sorot mata Matius terlihat sangat tajam, tetapi seseorang yang peka pasti bisa melihat jika ada luka yang ia sembunyikan dalam sorot tajam tersebut. Matius pun berbalik dan menatap ajudannya dengan tenang. Di kekaisaran ini, hanya beberapa orang yang dapat ia percaya. Salah satunya adalah Nathan. Matius sendiri tahu, betapa Nathan sangat memperhatikannya dan berharap jika dirinya bisa hidup dalam kebahagiaan.

Matius menarik sebuah senyuman tipis yang tentu saja tidak bisa Nathan lihat karena topeng yang ia kenakan. "Aku yakin dengan keputusanku, Nathan. Memangnya, kapan aku pernah ragu dalam mengambil keputusan?" tanya Matius pada Nathan.

Nathan terdiam beberapa saat sebelum mengangguk. "Saya sendiri yakin jika ini adalah keputusan terbaik yang Baginda ambil, tetapi kenapa Yang Mulia memilih untuk membuat kesepakatan pernikahan dengan Lady itu? Dengan posisi Yang Mulia, Anda bisa mendapatkan apa pun, termasuk hati Lady itu," ucap Nathan mempertanyakan hal yang sudah ia bahas dengan Matius sebelumnya.

Matius pun melangkah dengan kaki panjangnya, terdengar suara gemerisik lembut dari kain gorden yang bergoyang tertius angina. Matius menghentikan langkahnya tepat beberapa langkah di hadapan Nathan. Ia pun berkata, "Aku memang seorang Kaisar, Nathan. Orang-orang menyebutku sebagai seorang putra matahari. Tapi, kutukan yang aku miliki membuat tidak bisa dengan bebas menggunakan statusku ini. Aku memang bisa mendapatkan wanita mana pun, atau apa pun yang aku inginkan dengan statusku ini. Namun, aku memiliki hati nurani, Nathan," ucap Matius.

Nathan yang mengerti ke mana arah pembicaraan ini, segera menggenggam pedangnya dengan erat. Seharusnya, Nathan tidak pernah mengungkit masalah ini. Karena Matius pasti akan membuka luka yang ia miliki. Hal itu bukan saja melukai Matius sebagai pemilik kenangan dan pemilik luka yang sesunggunya, tetapi itu juga melukai Nathan sebagai ajudan setianya. Nathan berusaha mengendalikan ekspresinya saat Matius berkata, "Aku tidak mau memiliki wanita yang mencintai diriku, apalagi jika dirinya memiliki cinta yang besarnya bisa membuatnya mengorbankan apa pun demi diriku. Aku juga tidak mau seseorang lahir dengan keadaan yang sama denganku. Kutukan ini cukup sampai padaku. Cukup diriku yang menanggung kutukan sebagai Kaisar yang buruk rupa."

***

"Ugh," gumam Cindy sendiri saat dirinya mengupas buah segar untuk menjadi kudapan tengah hari Eleanor yang masih bermalas-malasan di tengah musim panas yang menurutnya sangat menyiksa.

Sela juga berada di sana dan tengah mengipasi Eleanor dengan kipas bulu yang indah. Sebenarnya, hal itu masih belum cukup membuat Eleanor merasa sejuk. Namun, dengan merendam kakinya pada air es, semuanya terasa lebih baik. Eleanor bersandar santai dengan membaca sebuah buku tanpa judul. Sela yang berusaha mencuri pandang terus tertangkap pandang oleh Eleanor hingga dirinya tidak mengetahui apa yang tengah dibaca oleh sang nona yang memang sulit untuk ditebak itu.

Eleanor yang mendengar gumaman Cindy hanya meliriknya sekilas sebelum bertanya dengan mata yang masih tertuju pada buku yang ia baca, "Apa ada hal yang salah?"

"Tidak, Nona. Hanya saja, tadi saya mendengar sesuatu dari para pelayan yang sebelumnya bertugas untuk pergi ke ibu kota untuk mengantarkan Tuan Besar," jawab Cindy lalu meletakkan buah yang sudah selesai ia potong di atas piring dan menyajikannya untuk Eleanor.

Tentu saja, Eleanor segera menikmati buah-buahan segar tersebut dengan nyaman tanpa terganggu apa pun. Setelah menghabiskan satu potong, ia pun bertanya, "Apa yang kaudengar?"

"Saya dengar, ada kabar jika para menteri menekan Yang Mulia Kaisar untuk segera menikah. Pasti, Yang Mulia Kaisar akan memilih salah satu putri dari keluarga bangsawan kelas atas untuk menjadi ratunya. Itu terdengar sebagai kabar baik, tetapi bagi kami itu terdengar mengerikan," jelas Cindy.

Sela yang mendengar hal itu menegang, dan tertangkap basah oleh Eleanor yang bisa melihat perubahan ekspresi yang sangat tipis pada wajah Sela. Namun, Eleanor sama sekali tidak berkomentar, dan memilih untuk kembali bertanya pada Cindy. "Apa yang membuat kalian berpikir ini adalah hal yang mengerikan?" tanya Eleanor.

Cindy berdeham. "Sebenarnya, kami sebagai pelayan rendahan, sama sekali tidak berhak mengatakan hal ini. Namun, ini adalah rahasia umum yang diketahui oleh semua orang. Yang Mulia Kaisar itu memiliki rupa yang sangat buruk. Hal itulah yang membuatnya selalu menyembunyikan wajahnya sejak kecil menggunakan topeng. Kabarnya, orang-orang yang pernah melihat wajahnya saat kecil, semuanya dibantai oleh kaisar terdahulu. Itu dilakukan agar rupa buruk yang putranya miliki tersebar luas," ucap Cindy dengan begidik ngeri tidak bisa membayangkan seberapa buruknya wajah sang kaisar yang memang terlihat mengerikan itu.

Sela mencengkram kuat kipas yang ia pegang. Eleanor memiringkan sedikit kepalanya, dan berkata, "Lalu kenapa? Apa hubungannya wajah Kaisar yang buruk dengan perasaan ngeri yang kalian rasakan?"

"Itu karena Kaisar saat ini tengah mencari seorang calon Ratu. Itu bisa saja Anda, Nona. Kami tidak mungkin membiarkan Nona kami yang berharga berakhir dengan kaisar buruk rupa. Hidup Nona pasti akan menderita," ucap Cindy tampak begitu cemas.

Eleanor yang mendengar jawaban tersebut menghela napas panjang. Ia mengeluarkan kedua kakinya yang putih mulus dari rendaman air dingin. Lalu membiarkan Cindy yang bertugas untuk mengeringkan kedua kakinya. Eleanor sendiri sebenarnya bisa melakukannya sendiri, tetapi Cindy tidak mungkin membiarkannya begitu saja. Saat Cindy berada di dekat jangkauannya, saat itulah Eleanor mengusap puncak kepala Cindy dengan lembut. Tentu saja Cindy mendongak dan bertanya, "Ada apa, Nona?"

"Tidak. Hanya saja, aku ingin meminta satu hal darimu," ucap Eleanor.

"Apa yang Nona minta?" tanya Cindy.

"Jangan menilai seseorang yang belum pernah kau temui, dengan hal yang hanya kau dengar dari orang lain, Cindy," ucap Eleanor lalu kembali menarik tangannya dan bersandar dengan gestur yang tampak begitu santai.

Mungkin Cindy tidak mendengar apa yang digumamkan oleh Eleanor selanjutnya, tetapi Sela yang terlatih bisa mendengar Eleanor yang bergumam, "Buruk rupa tidak menjadikan dirinya sebagai orang yang jahat."

avataravatar
Next chapter