1 1. Calon Ratu

"Yang Mulia, Anda harus segera menikah. Tolong dengarkan permohonan kami ini, Yang Mulia!" seru seorang pria memimpin beberapa pria yang berdiri dengan kepala menunduk menghadap singgasana di mana ada seorang pria bertopeng yang tampak enggan untuk mendengarkan apa yang dibicarapan oleh para bawahannya.

Pria bertopeng emas itu tak lain adalah Matius Aaron Othniel, sang kaisar termuda sepanjang sejarah berdirinya kekaisaran Dozzie ini. Matius tentu saja sangat populer di kalangan wanita bangsawan yang sudah siap menikah. Siapa yang tidak mengenal sosok kaisar eksentrik yang selalu mengenakan topeng emas yang begitu cocok ia kenakan dalam kesehariannya itu? Matius memang sejak kecil sudah terbiasa mengenakan topeng untuk menyembunyikan wajahnya. Secara garis besar, kebiasaan tersebut sudah diturunkan dari generasi ke generasi. Kabarnya, hal itu dilakukan karena setiap keturunan Kaisar sudah dikutuk hingga memiliki wajah buruk rupa serupa monster.

Meskipun kabar yang beredar mengenai penampilannya cukup buruk, serta tampilannya yang misterius dan pendiam, sosok Matius tetap saja berhasil menarik perhatian kaum hawa. Posisi seorang ratu tentu saja terasa sangat menggiurkan bagi siapa pun. Para wanita bangsawan yang memang mementingkan kekuasaan serta kepopuleran berusaha menargetkan dan menggoda Matius setiap ada kesempatan. Mereka sama sekali tidak peduli dengan kabar mengenai rupa buruk yang dimiliki kaisar itu. Hal yang mereka pikirkan adalah harta dan kekuasaan.

Hanya saja, menggoda Matius bukanlah hal yang mudah. Matius terlalu menegaskan batas yang tidak boleh dilewati oleh siapa pun, hal itu membuat para gadis tidak bisa mendekatinya, dan Matius pun hingga saat ini tidak memiliki satu pun wanita di sisinya. Posisi ratu sudah bertahun-tahun kosong begitu Matius duduk sebagai seorang kaisar yang memimpin kekaisar. Hal itulah yang membuat para menteri yang membantu Matius menjalankan kepemimpinan merasa gelisah. Mereka harus mendesak Matius segera menikah untuk mendapatkan keturunan demi keberlangsungan kepemimpinan kekaisaran. Sebenarnya, usaha para menteri ini sudah dilakukan sejak setahun yang lalu, tepat setelah Matius menaklukan sebuah kerajaan dan memperluas daerah kekuasaan kekaisaran ini. Namun, semua usaha mereka belum membuahkan hasil.

"Aku akan menikah, tetapi jika waktunya sudah tiba," ucap Matius dengan nada enggan.

"Yang Mulia, ini sudah waktunya. Yang Mulia harus segera menikah. Kekaisaran kita ini butuh calon penerus," ucap perdana menteri merujuk pada keturunan Matius nantinya.

Matius menghela napas panjang. Ia benar-benar malas jika para menteri yang dipimpin oleh perdana menteri itu sudah menuntutnya untuk segera menikah seperti ini. Padahal, Matius sama sekali tidak membutuhkan istri atau seorang ratu. Ia bisa memimpin kekaisarannya ini dengan baik tanpa bantuan sosok ratu. Masalah kelanjutan kepemimpinan, Matius lebih baik mengangkat seorang anak yang cerdas dan mendidiknya sebagai seorang calon pemipin. Matius berpikir jika ide itu lebih baik daripada harus memiliki seorang anak yang kemungkinan besar mewarisi kutukan yang ia miliki ini. Mengingat hal itu, Matius pun mengepalkan tangannya merasa begitu emosional.

Nathan—sang ajudan merangkap jenderal perang Matius—melirik sang tuan dan diam-diam menghela napas dalam hatinya. Jelas, ia yang sudah melayani Matius selama bertahun-tahun mengetahui apa yang saat ini mengganggu pikiran Matius. Namun, saat ini Nathan tidak bisa ikut campur, ini bukan ranah Nathan untuk ikut dalam pembicaraan. Lalu tak lama, Matius pun menghela napas panjang dan berkata, "Aku akan memikirkan kandidatnya. Tapi setelah aku menentukan kandidat yang tepat dan sesuai dengan keinginanku, kalian sama sekali tidak diperbolehkan untuk menolaknya."

"Kami akan menerima apa pun yang Anda putuskan, Yang Mulia. Tapi ingat, Yang Mulia harus memastikan jika wanita pilihan Yang Mulia berasal dari kalangan bangsawan. Darah murni kekaisaran yang suci harus tetap terjaga demi kejayaan kekaisaran ini," ucap perdana menteri mewakili para menteri lainnya yang merasa bahagia atas keputusan yang sudah diambil oleh Matius.

Nathan sendiri merasa terkejut dengan keputusan yang sudah diambil oleh Matius. Namun, Nathan sama sekali tidak mempertanyakan apa pun dan mengikuti Matius yang telah bangkit meninggalkan singgasananya. Awalnya, Nathan pikir Matius akan kembali ke istana kaisar dan beristirahat. Namun, ternyata Matius lebih memilih masuk ke dalam ruang kerjanya dan duduk di kursi mewah yang dipesan khusus untuknya. Meskipun masih mengenakan topeng, Nathan tahu jika saat ini Matius tengah sangat lelah. Ini memang sudah memasuki malam hari, tetapi pertemuan dengan para menteri baru usai. Sebelum membicarakan perihal pernikahan Matius, pertemuan tadi diperuntukkan untuk membicarakan masalah distribusi bahan pangan bagi beberapa kerajaan yang mengalami masalah kekeringan.

"Nathan, bantu aku," ucap Matius tiba-tiba.

"Apa yang bisa saya bantu, Yang Mulia?" tanya Nathan.

Matius membuka laci dan mengeluarkan sebuah buku tebal dari sana. Nathan tahu jika itu adalah buku berisi data terbaru mengenai keluarga bangsawan di ibu kota kekaisaran. Nathan sendiri yang membuatnya atas perintah Matius, jadi sangat mudah bagi Nathan untuk mengenalinya. "Kau adalah mata, telinga, kaki, dan tanganku di luar istana. Kau jauh lebih mengenal mengenai perkembangan para bangsawan dan informasi yang beredar di sana. Jadi, kau harus membantuku untuk mencari kandidat yang tepat untuk menjadi ratuku," ucap Matius sembari memainkan jemarinya di atas sampul buku tebal yang terlihat indah dengan ukiran-ukiran rumit di atasnya tersebut.

"Saya rasa, saya tidak memiliki kualifikasi untuk melakukan hal itu, Yang Mulia," ucap Nathan menolak dengan sopan.

Bukan apa-apa, Nathan tidak mau sampai salah memberikan saran pada sang kaisar. Matius memanglah bukan orang yang memiliki hati yang kejam. Matius tidak mungkin menghukumnya dengan kejam karena sebuah kesalahan yang tidak disengaja. Namun, tetap saja Matius adalah orang yang ia hormati dan seseorang yang memiliki kedudukan yang tinggi. Bagaimana bisa Nathan ikut campur dalam memilih seseorang yang mendampingi tuannya itu? Nathan rasa, perintah Matius terlalu mustahil untuk ia penuhi. Nathan lebih suka diperintahkan untuk menaklukkan sebuah kerajaan daripada membantu Matius seperti apa yang ia minta barusan.

"Tidak, kau jelas memiliki kualifikasi yang kau butuhkan. Selama ini, kau yang selalu menggantikanku hadir dalam acara-acara istana atau pesta bangsawan tinggi. Kau juga memiliki jaringan iformasi yang sangat luas. Semua itu sudah lebih dari cukup bagiku untuk menilaimu sebagai seseorang yang memiliki kualifikasi untuk membantuku," ucap Matius menutup jalan bagi Nathan untuk melarikan diri.

"Jadi, apa yang bisa saya bantu, Yang Mulia?" tanya Nathan pada akhirnya, kalah dari Matius dengan mudahnya.

"Menurutmu, gadis bangsawan mana yang memiliki sifat tidak tertarik dengan takhta, tidak tertarik padaku, dan tidak tertarik dengan kekuasaan?" tanya Matius membuat Nathan mengedipkan matanya agak terkejut dengan pertanyaan itu.

Nathan kira, Matius akan bertanya siapa gadis bangsawan yang paling menawan dan paling memiliki kuasa di pergaulan kelas atas. Namun, pertanyaan Matius cukup eksentrik, sesuai dengan sifatnya selama ini. Nathan pun merenung, mencoba memilah sosok yang sesuai dengan ciri-ciri yang sebelumnya sudah disebutkan oleh Matius. Perlu cukup banyak waktu, hingga Nathan pun menyimpulkan ada seorang gadis bangsawan yang sangat cocok dengan ciri-ciri tersebut. "Ada seorang gadis bangsawan yang sesuai dengan apa yang Baginda sebutkan barusan," ucap Nathan sembari mengulum senyum penuh kebanggan karena berhasil menjalankan tugasnya dengan baik.

Matius mengangguk dan bertanya, "Jadi, siapa dia, dan bagaimana orangnya."

"Dia putri dari keluarga Count Clement," jawab Nathan membuat Matius mengernyitkan keningnya dan membuka buku mengenai data bangsawan yang sebelumnya ia keluarkan dari laci meja kerjanya.

"Ah, keluarga pendiri serikat perdagangan? Eleanor Bica Clement?" tanya Matius saat dirinya menemukan informasi lengkap mengenai keluarga Count Clement di bukunya.

Nathan mengangguk. "Benar, Yang Mulia. Nona Eleanor terkenal dengan julukan Bunga Pemalas. Julukan tersebut ia dapatkan karena kecantikannya yang sudah lama tidak terlihat di pergaulan kelas atas, karena semenjak dirinya debut di pergaulan atas, ia hanya terhitung ke luar sebanyak tiga kali. Nona Eleanor populer karena kecantikannya dan setiap hari selalu mendapatkan undangan minum teh atau undangan pesta di kediaman bangsawan lain, tetapi semua undangan itu selalu ditolak. Secara garis besar, Nona Eleanor tidak tertarik dengan kepopuleran dan kekuasaan apa pun."

Mendengar hal itu, Matius pun mengangguk puas. Nathan memang tidak pernah membuatnya kecewa jika itu berkaitan dengan masalah informasi yang ia butuhkan. "Kalau begitu, kirimkan seseorang ke kediaman Count Clement. Minta orang itu mengamati bagaimana sikap dan sifat Nona Eleanor ketika berada di kediamannya sendiri," ucap Matius sembari menutup bukunya dan menatap Nathan yang agaknya kembali dibuat terkejut dengan perintah yang diberikan oleh Matius.

"Apa Yang Mulia sudah menentukan untuk memilih Nona Eleanor sebagai kandidat calon ratu?" tanya Nathan.

Matius menggeleng. "Dia calon ratu, tetapi aku belum memutuskannya secara pasti. Aku harus mengetahui sifatnya dengan lebih terperinci. Bukankah sifat asli seseorang akan terlihat ketika dirinya merasa sangat nyaman di rumahnya? Karena itulah, pastikan jika orang yang kau kirim ke kediaman Count Clement adalah orang yang cerdas dan berpikiran tajam. Aku ingin segera membuat para menteri bungkam. Aku muak ditekan untuk segera menikah oleh mereka."

Nathan menelan ludahnya dan mempertanyakan sebuah pertanyaan yang mengganjal di hatinya. "Tapi Yang Mulia, bukankah lebih baik Yang Mulia melihat atau bertemu terlebih dahulu dengan Nona Eleanor sebelum menetapkannya sebagai calon istri Yang Mulia?" tanya Nathan.

Matius menggeleng untuk kesekian kalinya. Ia memainkan jemarinya di atas buku yang tertutup dan berkata, "Aku tidak peduli dengan penampilan atau statusnya. Hal yang aku pedulikan adalah bagaimana karakternya. Aku tidak ingin terganggu oleh seorang istri atau wanita yang mengharapkan hal yang lebih dariku. Tidak perlu mencemaskan apa pun, Nathan. Lakukan sesuai dengan apa yang aku perintahkan!"

Nathan mengangguk lalu segera undur diri. Matius pun bangkit dari posisi duduknya dan melangkah menuju balkon. Ini sudah malam, dan udara malam terasa menggigit. Ia mendongak menatap langit yang dihiasi oleh para bintang. "Sejujurnya, aku penasaran. Akan seberapa menariknya gadis ini," bisik Matius.

avataravatar
Next chapter