webnovel

Entropi di Kamera

"Dari mana Kau belajar menyampaikan dongeng seperti itu? Sangat menarik," komentar Tyra usai Noah menjelaskan panjang lebar tentang Beni dan Lyminael. Gadis itu hanya manggut-manggut saja sedari tadi tanpa rasa atau sekedar keinginan percaya sedikitpun.

Noah memejamkan matanya sejenak. Pria itu frustasi, emosi, ingin sekali memarahi gadis berambut coklat yang masih saja asik menyantap makanan yang bahkan membuat Noah tak berselera sedikitpun. "Apa yang bisa membuatmu percaya?"

"Kenapa Kau ingin Aku mempercayaimu?" Tyra balik bertanya, "Dengar, Noah Clodio, Aku membiarkanmu masuk ke apartemen dan memberimu makanan gratis saja sudah sangat aneh rasanya. Apalagi sampai mempercayai omong kosongmu itu," lanjutnya.

"Ini bukan omong kosong, Elleanor!"

"Lantas apa?" Tyra tersenyum miring, "L-Lym-Lyminael? Tempat apa itu? Dunia ambang batas? Kau kira Aku adalah anak kecil yang bisa ditipu begitu saja dengan iming-iming cerita ajaib?'

Keras kepala, batin Noah. Tak ada cara lain untuk membuktikan ucapannya selain membawakan barang bukti.

"Hey! Mau kemana, Kau! Apa yang Kau lakukan di kamarku!" Tyra berteriak-teriak dengan mulut penuh makanan, namun Ia juga tak berani mendekat pada pria aneh itu, bahkan kamarnya sekalipun.

Astaga, kenapa rasanya seperti tidak berada di rumah sendiri?

"Sial ..." umpat Tyra tertahan. Noah kembali, membawa dua buah benda yang Tyra hafal benar asalnya dari laci nakas paling atas samping tempat tidur, "Kenapa Kau mengambil kameraku? Lancang sekali Kau ..."

"Entropi Ayahmu masih tersimpan dalam benda ini, karenanya ... Kau bisa melihatku," potong Noah cepat, membuat Tyra lagi-lagi tidak mengerti. "Ini benda yang Ayahmu tinggalkan untukmu, bukan?"

"Ya ..."

Noah mengangguk, menaruh kamera itu hati-hati ke atas meja, "Kau pertama kali melihatku ... lewat benda ini, meskipun Aku tidak tahu bagaimana caranya. Yang jelas, Aku tertarik mendekat padamu, sama ketika kecelakaan itu terjadi," lanjutnya.

"Tertarik?"

"Jika Kau mengira Aku benar-benar merencanakan pertemuan denganmu ini, Kau salah. Aku hanya seseorang yang pergi tanpa arah dan tujuan pasti, terombang-ambing diantara dua dimensi dan lorong waktu, dan ... Kau ... adalah tujuanku."

Tyra menatap pria itu lamat-lamat, lalu ...

"Pffft! Hahaahaha!" tawanya terbahak-bahak.

"Kenapa Kau tertawa?" Noah tak paham isi kepala gadis itu.

"Heeey, manis sekali narasi drama buatanmu itu, Noah Clodio. Berhenti berbicara omong kosong dengan sangat formal, membuatku geli saj ..."

Tyra tak melanjutkan kalimatnya. Noah, pria itu tanpa terasa telah memindahkan mereka berdua ke pojok ruangan, dengan Tyra yang dikunci posisinya tak bisa berkutik. Nyaris tak ada jarak diantara mereka, sampai deru nafas Noah itu terdengar jelas di telinga Tyra.

Gadis itu meneguk salivanya dalam, gemetaran, tak berani menatap mata biru Noah yang entah perasaannya saja atau bagaimana menjadi lebih terang seperti bersinar. Menakjubkan dan mengerikan sekaligus, pria itu mengintimidasi Tyra lewat satu gerakan.

"Apa kemunculanku yang tiba-tiba, dan apa yang kulakukan untuk menyelamatkanmu itu tidak cukup untuk membuatmu percaya bahwa Aku bukan manusia?" Bisikan pria itu tajam menghujam jantung, hawa nafasnya dingin alih-alih hangat. Tyra benar-benar tak berdaya, dan seharusnya sampai sini saja Tyra paham, bahwa Noah itu 'berbeda'.

"Aku tidak bisa membuang-buang waktu untuk meyakinkanmu bahwa Lyminael benar adanya, dan Ayahmu ... adalah seseorang yang penting."

Tyra mengangguk perlahan, "Ap-apa yang Kau ingin Aku lakukan?"

Cengkraman tangan Noah di bahu Tyra melemah, dua bola mata biru itu meredup, pria itu menurunkan ketegangannya sendiri. "Kau harus ikut denganku, setelah Aku melatihmu dan Kau siap untuk memasuki Lyminael."

****

Ritual pagi, Tyra berendam dalam bathtub berisi minyak rempah-rempah dan bunga. Menyegarkan tubuh tidak hanya dilakukannya setelah bekerja, tapi juga sebelumnya. Mempersiapkan diri dengan perasaan senang sebelum meninggalkan rumah itu lebih penting dari apapun bagi Elleanor Tyra sang introvert kelas atas.

Setengah jam dalam pemandian dan nyaris tertidur, Tyra membuka kembali matanya begitu membau sesuatu yang lezat dari luar kamar mandi.

"Sejak kapan tetanggaku membuat makanan hingga seharum ini?" Tyra beranjak dari bath tub, memakai bathrobe dan handuk untuk membungkus seadanya.

Lima langkah kemudian, Tyra berhenti, tepat di depan pintu kamar mandi. Waspada, lantaran Ia tengah berada di kamar mandi dalam kamar, dan kamarnya sejak semalam telah dihuni Noah.

"Apa dia ada disana? Astaga ... ingin sekali Aku mengusir manusi ... ah, bukan manusia rupanya ..." Tyra membuka perlahan pintu kamar mandi, mengintip dari celah kecil. Rupanya tak ada pria itu disana, "Wah, syukurlah dia pandai membersihkan kamar dan merapikan tempat tidur ..."

Tyra memuji kecakapan pria itu yang bahkan lebih baik darinya soal rapi-merapikan. Lanjut saja gadis itu berjalan ke closet sebelum si penyewa kembali.

SSSS ...

Tyra membulatkan matanya, "Suara apa itu?" gumamnya panik, mempercepat acara memakai pakaian dan segera keluar.

"Ast ... Oh Tuhan ... apa yang terjadi!" pekiknya. Asap pekat kecoklatan membumbung di ruang tengah, mungkin sebentar lagi alarm kebakaran apartemen akan menyala. Tyra mencari sumber asap itu, dan rupanya, "Apa yang sedang Kau lakukan?! Kau ingin membakar apartemenku?"

Noah, pria itu menggeleng polos sembari membalik-balikkan sesuatu di atas teflon.

Tyra mendorong Noah kasar, menyalakan cooker hood di atas perapian kompor. Akhirnya Ia bernafas lega usai asap itu berkurang dan berkurang. Oh tapi tunggu ...

"Bagaimana Kau bisa memasak? Aku belum membeli bahan bakar ..." ujarnya heran seraya melirik Noah. Lalu Tyra ingat, bahwa pria itu membakar bunganya kemarin.

"Aku lapar. Kau tunggu saja disana," titah Noah, balas mendorong Tyra menyingkir dari pantry.

Namun gadis itu hanya mengerjap-ngerjap di tempatnya, perlahan mendekat, melihat 'atraksi' masak tanpa bahan bakar ala Noah.

"A-a-aku kira ... tanganmu yang mengeluarkan api ..."

Noah menggeleng, "Aku hanya memberikan energi panasku agar daging ini matang ..."

"Dari mana Kau mendapatkannya?"

"Aku berburu."

"H-hah?!"

"Kenapa Kau sangat terkejut? Kau yang mengatakan sendiri daging rusa akan sulit ditemukan di kota, bukan?"

Tyra akhirnya mengangguk saja, sepertinya Ia harus mulai terbiasa dengan segala penuturan pria aneh yang mengaku berasal dari Lyminael itu.

"Bagaimana caranya ... ah, tidak, berikan saja Aku beberapa potong, Aku penasaran dengan rasanya," pinta Tyra, melenggang ke meja makan usai membawa dua set alat makan untuk mereka berdua.

"Kau ingin makan bersamaku?" Noah seolah tak yakin.

"Sebenarnya tidak, Aku hanya ingin makananmu, warga Lyminael yang terhormat!" sarkas Tyra, namun itu membuat Noah tersenyum tipis, "Senang mendengar seseorang menyebut nama negeriku. Terimakasih," ujarnya, membawa potongan paha rusa itu ke atas meja.

Tyra tersenyum miring, "Jangan senang dulu, Tuan Penyewa ..." ujarnya seraya pergi mengambil beberapa saus dan condiment di pantry. Noah hanya memberikannya daging bakar 'murni' tanpa sentuhan rasa apapun.

"Bagaimana perasaanmu sekarang, Nona Elleanor?"

"Perasaan yang bagaimana?"

Noah tampak berpikir, "Kurasa ... keberadaanku disisimu seperti ini akan menyebabkan beberapa perubahan yang dapat Kau rasakan langsung. Tapi entah apa itu, Aku tak mengerti ..."

Noah memotong motong daging di hadapannya, membagi dua sama besar untuknya dan Tyra.

"Noah ..." Tyra memanggil namanya dengan benar kali ini.

"Ada apa?"

"Apakah perubahan yang Kau maksud itu ... seperti ... Aku yang bermimpi bertemu dengan mendiang Ayahku?"

Next chapter