webnovel

The Beginning

"APA? GUE DIGANTI?"

Teriak Adira dengan ekspresi wajah tercengang dan juga kesal.

Dia membanting tas ransel bututnya yang ke kursi.

"Sabar Dir, gue yakin lo bisa kok." Ucap Nayra, rekan kerjanya sambil mengelus bahu Adira.

"Gue nggak habis pikir ya, Pak Agus mana?" Adira yang tadinya ingin duduk berdiri lagi sambil kedua tangannya berdecak pinggang.

Seisi ruangan semuanya kini menatapnya tajam tapi Adira tidak peduli.

"Nay, Pak Agus mana?" tanya Adira lagi matanya mengendar ke seluruh ruangan lantai dua belas.

"Tadi sih katanya meeting, ada big bos datang hari ini." Jawab Nayra.

"Duh, kenapa pakai acara meeting segala sih sekarang." Adira menggerutu.

"Dir, sabarlah. Nih gue bikinin kopi buat lo." Raden datang membawa secangkir kopi hitam yang masih mengepul, dia sodorkan ke Adira.

Adira alisnya seketika berkerut lalu dia menatap cangkir yang berisi kopi hitam panas di tangan Raden yang masih menggantung di depannya.

"Ini … siapa tahu habis minum kopi emosi lo berkurang." Seru Raden lagi.

Adira manyun lalu bibirnya bergerak-gerak dan berkata, "Males ah … gue lagi nggak mood ngopi sekarang. Apa-apaan coba masak gue disuruh ngeliput olahraga. Kan gue selama ini udah pegang kuliner." Adira menggerutu kesal.

Meski begitu tim lain yang bersebelahan dengannya hanya bisa menguping percakapan mereka bertiga.

Adira Ranggawuni sudah tiga tahun bekerja menjadi jurnalis atau penulis tetap di salah satu perusahaan platform berita media online ternama di Jakarta, News.Com adalah salah satu perusahaan ternama dan terkenal saat ini.

Sudah tiga tahun juga Adira menjadi penulis kuliner nusantara dan dia tiba-tiba dimutasi untuk meliput olahraga yang sebentar lagi akan diadakan di Jakarta, Asian Games 2018. Itu sangat bertentangan dengan pengalamannya selama ini dan dia juga … sama sekali tidak menyukai olahraga lalu …

"Ayolah Dira, jangan manyun gitu, udahlah ini kan itung-itung pengalaman baru buat lo, tenang aja ntar gue temenin." Ucap Raden menenangkan Adira, "Ini minum dulu gih kopinya."

"Iya Dir, tenang dulu ya, ntar lo tanya lagi ke Pak Agus." Ujar Nayra.

"Issh … Nay, kalau uda di posting di depan sana itu tuh, itu berarti nggak bisa diganggu gugat. Lagian Pak Agus kenapa nggak nanya dulu sih sama gue." gerutu Adira, jantungnya berdebar kencang.

"Gue denger sih ada karyawan baru, cewek yang bakalan gantiin lo." Ucap Nayra.

"Eh? Lo kata siapa?" tanya Nayra terkejut.

"Gosip!" ucap Nayra dengan ekspresi wajah serius, "Konon katanya nih cewek pengalaman kulinernya juga nggak dari lo …"

"Tunggu!" potong Adira, Nayra langsung terdiam.

"Iya Dir, semua orang di kantor sini udah pada denger." Timpal Agus.

"Jadi, lo berdua uda tahu lama dan cuma gue …" mata Adira melotot kepada kedua rekan kerjanya.

"Bukan begitu … gue pikir lo udah tahu." Ucap Nayra.

"Hm … gue juga idem." Seru Raden.

"Sialan lo berdua, katanya teman gue nyatanya ah … ee …"

"Hus …" Nayra langsung menutup mulut Adira sebelum gadis itu meneruskan kalimatnya.

"Ada petinggi di ruang meeting kalau mereka dengar gimana coba." Ujar Nayra.

"Hmm …. Na…" Adira berusaha menepis tangan Nayra, tapi sahabatnya itu lebih kuat darinya.

Adira mau tidak mau duduk di kursi kerjanya didorong oleh Nayra.

"Sekarang kamu duduk manis dan tenang dulu sampai Pak Agus keluar dari ruang meeting dan lo langsung tanya ke doi, ok!" Nayra berbalik mengambil cangkir kopi dari tangan Raden.

"Nih, lo minum kopi dulu mumpung masih panas." Lanjut Nayra.

"Ish … lo ya." ancam Adira matanya melotot.

Dalam hati dia masih kesal dengan keputusan sepihak dari manajernya perihal dia ditugaskan untuk menulis berita olahraga yang jelas sangat dia benci.

Raden menarik kursi kerjanya juga lalu bergabung di sebelah Nayra dan Adira yang duduk saling bersebelahan.

"Dir, ini bagus buat kita." Ucap Raden.

"Bagus apanya sih Den." Jawab Adira yang akhirnya menyesap kopi buatan Raden itu.

"Ya kan kita bisa meliput acara besar nanti, kapan lagi loh." Ujar Raden.

"Itu sih lo, suka nonton pertandingan bola, lah gue?"

"Hehehe … tapi banyak juga kok cewek pada nonton bola. Yeekan Nayra?" Raden menyenggol sikut Adira.

"Uhuk!" Seketika Adira tersendak.

"Raden!" teriak Nayra melotot pada pria berambut gondrong berkacamata tebal dan bertubuh langsing yang duduk di antara keduanya.

"Sorry!" ujar Raden menangkup kedua tangannya.

"Awas lo ya." Ancam Adira.

"Btw … ngomongin karyawan baru itu coba lo pada jelasin ke gue, emang benar tuh anak yang gantiin posisi gue buat di artikel kuliner?"

"Hm … fixed. Konon doi besok udah mulai masuk kerja." Jawab Nayra.

"Lo update banger sih besties …" Adira mencubit pipi cabi Nayra.

Nayra hanya meringis, "Hehehe …"

"Kayak lo nggak tahu aja, Nayra kan ratu update di sini."

"Sialan lo!"

BUK!

"Adow …. Nayra … jangan mukul dong sakit tauk." Teriak Raden.

"Syukurin!" balas Nayra manyun lalu dia sibuk mengetik pada keyboard miliknya.

"Dir, sini … sini …" panggil Nayra.

Adira langsung menggeser kursinya mendekat ke meja kerja Nayra.

Ternyata Nayra sedang membuka media sosial seseorang.

"Ini dia anaknya." Tunjuk Nayra pada layar komputernya.

Adira menatapnya serius sampai mulutnya terbuka lebar saking terkejut melihat Instagram gadis yang akan menggantikan posisinya.

Pada Instagram itu jelas sekali kalau gadis yang akan menggantikannya memang suka sekali dengan dunia kuliner, pantas saja dia dipilih.

Lalu Nayra mengganti layar tampilan lainnya, sebuah blog pribadi milik gadis itu juga.

Raden yang duduk di belakang mereka terkagum-kagum lalu dia bersuara, "Pantas saja dia bisa masuk ke sini …"

Nayra dan Adira langsung menoleh bersamaan, "Raden …"

Raden langsung meringis mendapati kedua gadis di depannya menatapnya tajam seolah ingin menerkamnya.

"Lo itu timnya siapa sih …" Nayra langsung menjewer telinga kiri Raden.

"Aduh sakit tauk, lo berdua y aini namanya kekerasan dalam tim kerja bisa gue laporin lo." Ujar Raden.

"Pergi sana lapor, kita juga bakalan lapor balik." Jawab Nayra.

"Eh …" Raden melongo.

"Iya kita balik lapor pencemaran nama baik." Timpal Adira, tatapannya masih ke depan layar komputer, dia membaca artikel milik gadis yang akan menggantikan posisinya sebagai jurnalis kuliner di perusahaannya.

"ADIRA …"

Tiba-tiba suara yang sangat mereka kenali terdengar jelas.

Ketiganya langsung menoleh.

"Pak Agus." Seru ketiganya.

"Adira sini … ke ruangan saya." Seru Agus, manajernya melambaikan tangan pada Adira.

"Iya Pak." Jawab Adira mengangguk.

"Semangat Dir." Ucap Nayra dengan suara pelan dia mengangkat kepalan tangan kanannya memberi Adira semangat.

"Hwaiting Adira." Seru Raden juga melakukan hal yang sama seperti Nayla.

Adira berdiri lalu mengangguk pada keduanya, dia melangkah berjalan ke ruangan Agus.

"Nay, beneran Adira mau dipindahin?" tanya Lina tim lain yang kepalanya muncul dibalik kubikel.

"Lo dari tadi nguping kita ya?" seru Nayra.

"Hehehe … habis suara kalian kenceng sih." Jawab Lina terkekeh dan merasa malu.

"Hm …" jawab Nayra pada akhirnya.

"Yah, nggak seru lagi dong." Jawab Lina.

"Maksud lo?" tanya Nayra.

"Adira nggak pelit setiap habis ngeliput dia selalu bagi-bagi kita makanan kan." Ucap Lina.

Dijawab dengana anggukan yang lainnya.

Nayra dan Raden saling berpandangan.

Iya juga ya!

Di ruangan Agus.

Adira duduk dengan posisi sopan di depan manajernya itu.

"Kamu sudah baca pengumumannya, kan?" kata Agus mengawali percakapan.

"Hm … kenapa Pak?" tanya Adira langsung to the point.

"Semua aturan dari atasan Dir, saya juga …"

"Tapi Pak, masak Bapak nggak mempertimbangkannya kembali, saya kan …"

"Dir, justru kerjaan kamu bagus makanya kamu mendapat kepercayaan buat meliput event besar ini."

"Bagus dari mananya Pak, saya nggak suka dunia olahraga."

"Kata siapa?"

Agus, pria bertubuh besar dan tambun dengan rambutnya yang jarang dan sedikit botak di bagian depan kepalanya itu menatap Adira dengan kerutan di dahinya.

"Kata sayalah Pak." Jawab Adira dengan masih memasang ekspresi wajah kesal.

"Dir, liputan kamu dan tulisan kamu tahun lalu yang menggantikan Rohman saat dia masuk rumah sakit itu yang mendasari kita semua setuju kamu sekarang meliput atlet lari nasional kita."

"Hah? Atlet lari?" seru Adira terkejut lagi, matanya melotot.

Ekspresi Agus tidak mau kalah, wajahnya bengkok mendengar perkataan Adira.

"Loh memang kamu nggak baca detail?"

"Ya ampun Pak. Kenapa harus atlet lari sih."

"Karena kita dapat bagian itu."

Adira hanya bisa manyun menatap kosong ke lantai, mimpi apa dia sampai harus meliput cabang olahraga yang sangat dia tidak sukai itu.

Hallo ...

Kalau suka dengan ceritanya, tinggalkan komentar yang baik ya. Othor akan berterima kasih kalau kalian juga memberikan review atas naskahku ini.

Makasih.

With love_

ratnafacreators' thoughts
Next chapter