2 Liburan Berakhir Duka -2

DOORRR!!

Hester terkapar, bersamaan dengan pekikan Grace yang tertahan. Tubuhnya menggigil hebat. Memandang papinya mulai meregang nyawa.

Darah itu merembes keluar membanjiri keramik cokelat yang ada di sana. Mata Hester, menangkap sosok putrinya. Seolah ingin memberitahu jika putrinya dalam keadaan bahaya, Hester hanya bisa membuka-buka mulutnya tanpa suara.

"Papi," lirih Grace. Air matanya tidak bisa ia bendung. Ia ingin memeluk Papinya namun tidak kuasa. Dia hanya anak usia 10 tahun. Yang ketakutan menjadi momok terbesar dalam hidupnya. Ketakutan menjadi hal yang paling ia sembah di dunia.

"Hester!" suara nyaring itu terdengar dari balik pintu.

Larina terkejut, melihat suaminya terkapar sudah tak bernyawa. Mata nanarnya memandang ke arah lelaki yang berdiri di hadapannya. Yang masih setia menodongkan pistol kepada mayat suaminya.

"Apa yang kau lakukan pada suamiku, Tuan?!" marah Larina.

Sesaat, lelaki bernama Kyle bergeming. Kemudian, ia menatap ke arah Larina dengan dingin.

Mulut Larina tercekat, saat lelaki itu berjalan ke arahnya. Mencengkeram lehernya kemudian menariknya ke dalam kamar.

Sementara, Grace yang masih memiliki kesadaran. Ia buru-buru bangkit dari tempatnya besembunyi. Otaknya terus mengintrupsi jika ia harus menolong momnya sebelum bernasib sama dengan papinya.

Pelan, Grace berjalan menuju kamar. Dengan kedua kaki bergetar ia mulai mengintip perlahan dari balik pintu.

Matanya melebar, tubuhnya mengejang melihat lelaki biadab itu melucuti pakaian momnya. Memperkosa momnya dengan cara menjijikkan. Sampai momnya merintih, kemudian... sebuah tembakan terdengar dari kamarnya.

Tubuh momnya kejang. Matanya melebar ke atas dengan rasa sakit yang sangat. Grace melihat pemandangan mengerikan itu dengan mata kepalanya sendiri.

"Mommy!" teriak Grace pada akhirnya. Menyaksikan tubuh momnya yang telanjang luruh di atas ranjang.

Lelaki monster itu menoleh. Menatap tajam ke arah gadis mungil berusia 10 tahun. Dia tampak terkejut, melihat gadis kecil itu tiba-tiba ada di sana.

"Kau... kau monster!" teriak Grace. Meraih apa pun yang ada di sekitarnya dan dilemparkan kepada Kyle.

Kyle berdecak, setelah ia menyeringai dia pun menghampiri tubuh kecil Grace. Tubuh itu langsung mematung. Pandangannya nanar menatap Kyle. Ada luka yang ditorehkan Kyle di sana, ada kebencian yang ditanam Kyle di sana.

Grace bungkam. Isakannya tertahan. Matanya hanya tertuju pada Kyle yang kini tengah berjongkok di depannya. Bau anyir yang mengerikan tercium. Saat tangan Kyle yang berlumuran darah itu terangkat. Memiringkan sedikit topengnya dan membuat luka bekas sayatan di pipi kanan Kyle terlihat.

Kyle menatap gadis kecil itu penuh minat. Tubuh mungilnya dibalut bikini warna kuning terlihat bersinar. Bahkan, wajah gadis kecil itu, tampak menarik perhatian Kyle. Kecantikan khas dari campuran wajah rupawan kedua orang tuanya.

Lagi, Kyle menyeringai. Dia meraih dagu gadis mungil itu kemudian mengecup bibirnya sekilas.

Kyle tahu, gadis kecil itu takut padanya. Tubuhnya membeku seperti bongkahan es tanpa nyawa.

"Cepatlah dewasa, Nona... maka aku akan segera mengajarimu cara bercinta."

==000==

2018

"Hey, Grace! Cepatlah bangun! Bukankah siang ini kau ada wawancara pekerjaan di Blackpool?"

Lelaki berusia 20-an tahun itu menyibak selimut kakaknya, yang masih enggan beranjak dari tempat tidur.

Pagi ini, memasuki hari pertama di musim dingin. Dan, London akan menjadi tempat yang sangat mengerikan untuk beberapa bulan ke depan.

Korvin meraih mantelnya. Dia duduk di kursi makan dalam diam. Memiringkan kembali wajahnya untuk melihat kakak perempuannya yang masih menggulung selimut pada tubuhnya.

Lagi, Korvin mengebuskan napas. Uap putih keluar dari sana. Dia memandang ke arah jendela kaca yang ada di depan rumah mungilnya. Orang-orang sudah berlalu—lalang di luar. Sambil terus berusaha mengusir hawa dingin dengan mantel mereka.

Bahkan, Nyonya Galord—tetangga barunya itu sudah membawa anjing kesayangannya pergi untuk jalan-jalan.

"Grace... lihatlah, jam berapa sekarang? Aku lapar!" geram Korvin pada akhirnya.

Sosok yang disebut-sebut Grace muncul. Dia mengambil posisi duduk, kemudian mengucek matanya. Rambut merahnya acak-acakan. Perut putihnya terlihat saat kaus ketatnya terangkat ke atas.

"Seharusnya kau bisa membuatnya sendiri, Korvy! Bahkan, aku sudah menyiapkan beberapa roti di atas meja semalam," ucap wanita bermata abu-abu itu.

Dia duduk, merebut cokelat hangat yang baru saja dibuat Korvin, kemudian memandang adiknya sekilas.

Adiknya hanya diam, enggan berkomentar atau pun marah dengan Grace—kakak perempuannya. Dia tidak ingin, wajah cantik Grace frustasi lagi. Mata abu-abu Grace yang indah mati lagi.

Ya... beginilah keadaan rumah mereka sekarang. Dulu, memang, keluarga Hester bisa dikatakan dengan keluarga yang mampu dalam hal materi. Keluarga Hester memiliki beberapa bisnis dan usaha di London. Namun sayang, setelah insiden mengerikan yang terjadi di Blackpool 13 tahun lalu, membuat kehidupan dua anak yang awalnya kecukupan menjadi berantakan.

Korvin saat itu, menunggu Grace dengan lelah di dermaga. Namun, tak didapati Grace muncul di sana. Sampai akhirnya, dengan secuil keberanian, Korvin kembali ke resort. Mencari keberadaan kakak perempuan dan orang tuanya.

Namun sayang, setelah apa yang ia usahakan untuk kembali ke resort berakhir hal yang mengerikan. Banyak polisi datang, beserta beberapa ambulan.

Grace, terlihat berdiri dengan tatapan kosong. Memegangi tangan seorang polisi wanita. Tubuhnya berlumuran darah. Matanya menampakkan sebuah trauma parah.

Saat Korvin mendekat. Dia terbelalak, melihat orang tuanya yang sudah menjadi mayat. Dia langsung memeluk Grace. Tapi, kakak perempuannya itu tidak membalasnya.

Sampai saat keduanya kembali ke London. Grace harus dirawat, agar mentalnya yang terguncang karena peristiwa tragis itu bisa berangsur sembuh. Meski, trauma itu Korvin tahu masih melekat manis di otak kakak perempuannya. Tapi setidaknya, dia sudah mendapatkan senyum kakak perempuannya kembali. Ia sudah mendapatkan hidup kakak perempuannya kembali. Walaupun itu semua, berbayar dengan harga setimpal.

"Aku lelaki, kau tahu? Aku bukan perempuan yang ditugaskan membuat makanan!" seru Korvin tidak terima.

Grace menggembungkan pipinya. Pandangannya diedarkan pada rumah mungil yang 13 tahun ini ia tempati. Sebuah meja makan usang yang menyatu dengan dapur mungilnya. Beserta dua buah ranjang tua tempatnya tidur bersama sang adik—Korvin.

Hanya ada satu sekat dinding di rumahnya yang mungil ini. Sekat yang membatasi antara ruang tamu dan segala tempat di belakangnya. Grace kembali mengembuskan napas, dia harus bekerja jika dia ingin menikmati musim dingin yang hangat bersama Korvin.

"Akan kubuatkan kau sesuatu, jadi... tenanglah."

"Dan cepatlah sebelum tua bangka Egerton memecatku, Grace!"

Grace terkekeh mendengar seruan Korvin. Adiknya itu, sudah 3 tahun bekerja di tempat Egerton. Pemilik kafe yang berada di persimpangan jalan di distrik tempatnya tinggal.

Lelaki berkepala botak itu memang terkenal cukup cerewet, itulah sebabnya hampir selama 3 tahun Korvin bekerja, pulangnya ia selalu marah-marah.

"Jika kau tak betah, kau bisa pindah, Korvy."

avataravatar
Next chapter