1 1. Purnama tak selamanya indah

"Ja-jangan! Ampuni, aku!" teriak seorang wanita dikala seorang pria mendekatinya. 

Si wanita tersudut ke dinding ruangan bata merah, ketakutan dengan kedua tangan mencengkram di sisi kanan-kiri dinding.

Ia berusaha lari dari cengkraman monster di depannya. Ia tidak menyangka jika ia harus bertemu dengan seorang monster yang mengerikan malam ini.

Si wanita berlari sekencangnya menembus malam pekat. Namun, si pria dengan sekelip mata sudah berada di depannya.

"Hahaha, kau tidak akan bisa berlari ke mana pun, manis. Menyerahlah!" ujar si pria tertawa nyaring membelah malam.

Si wanita yang memakai setelan pakaian pekerja berusaha untuk mundur ke belakang tubuhnya, tetapi sebuah kekuatan menghipnotisnya. 

Membuatnya hanya terpaku tidak bergerak menatap si pria monster. Air mata hanya mampu merembes dari kelopak matanya. 

Si wanita ketakutan setengah mati, kantung belanjaannya sudah terjatuh, roti dan beberapa buah apel menggelinding ke semak-semak rerumputan.

Si wanita tidak menyangka jika ia akan ditodong oleh seorang pencopet atau perampok. Malam ini, ia terlambat pulang dari pekerjaannya. 

Sehingga mencari jalan pintas untuk pulang ke rumahnya yang hanya tinggal beberapa blok dari jalan protokol.

Si wanita hanya mampu berdo'a saat tubuh si monster langsung menyergapnya tanpa ia tahu kapan si monster bergerak.

"Brukk!" si monster langsung melayang jatuh. 

Di kala sesosok bayangan menendangnya. Si bayangan hitam langsung menerjang si monster yang menyerang wanita. 

Mencengkramnya dengan kekuatan kuku jarinya yang panjang. Merobek setiap tubuh si monster.

"Hei, apa yang kau lakukan? Jika kau ingin darah mangsa ini. Ambilah!" teriak si monster.

Namun, si penyerang hanya diam tak bergeming. Ia bosan dengan tingkah laku vampir yang tidak beradab dan memiliki sebuah perasaan dan rasa.

Mereka hanyalah memiliki hasrat dan nafsulah yang membimbing mereka. Vampir dingin dengan kulit seputih lilin terus berusaha berdamai dengan si penyerang.

Ia terdesak kala si penyerang menghajarnya habis-habisan.

Ia tidak menyangka jika malam purnama kali ini ia akan meregang nyawa di tangan kaum vampirnya sendiri.

Si monster terjengkang ke belakang tubuhnya menabrak sebuah pohon besar hingga roboh. Si wanita lemas tidak berdaya gemetar di sekujur tubuhnya.

Ia tidak menyangka ada dua manusia yang sangat kuat sedang bertarung di depan matanya. 

Keduanya saling berusaha untuk merobek setiap jengkal tubuh musuhnya. Si penyerang dan yang di serang bergumul.

Dari gedung ke gedung dan dari pohon ke pohon hingga si penyerang berhasil mematahkan leher si monster.

Si penyerang langsung membakar si monster dengan api yang keluar dari tangannya. Tubuh si monster terbakar menyisakan debu yang tertinggal.

Si wanita berambut pirang kemerahan terduduk lemas. Ia tidak tahu apakah pria yang mendekatinya dan menolongnya,

itu benar-benar malaikat penolong ataukah hanya seorang monster yang sedang berebut mangsa dengan monster pertama.

Si wanita beringsut ketakutan, "Apakah kau, terluka?" tanyanya dengan suara yang nyaring, merdu, dan menghipnotis.

Si wanita dengan sendirinya menatap si pria dan menganggukan kepalanya.

Si pria memandang kaki si wanita berdarah. 

Ia berusaha menahan gejolak haus yang merayap pelan di dalam kerongkongan dan jiwanya yang meronta karena wanginya darah.

Si pria mendekati si wanita dan menyemprotkan sebuah botol obat.

"Gerakanlah, kakimu!" perintahnya.

Si wanita langsung menggerakkan kakinya. Ia tersenyum girang.

"Terima kasih, Tuan- " ujar si wanita.

"Pulanglah, jangan pernah lewat jalan ini lagi. Usahakan pulang lewat keramaian," ucap si pria.

Si wanita kembali berulang kali mengucapkan kata terimakasih dan berlari pulang.

Si pria misterius dengan jaket hitam hoodie nya, dan tubuh tegap atletisnya. Melesat bak kepakan kelelawar terbang ke dalam pekatnya malam.

Purnama menggantung di angkasa, sekelebat bayangan pria masuk ke dalam rumah minimalis di tengah hutan belantara. Laksana burung ia langsung duduk di kamarnya.

Membuka jaket hoodie nya dan melemparkannya tepat ke gantungan baju.

"Alan! Alan!" suara nyaring dari bawah bergema.

Secepat kilat Alan sudah berada di lantai bawah. Di depannya wanita cantik berambut blonde menatapnya.

"Apa yang kau lakukan di luaran sana Al? Kau ingin pasukan Barat langsung datang kemari?" teriaknya nyaring.

"Aku hanya berjalan-jalan, Mom!" ucap Alan.

Secara genetik mereka tidak pantas disebut pasangan ibu dan anak, si wanita berperawakan mungil dengan rambut sepinggang berwarna blonde mirip boneka barbie di toko boneka.

Sedangkan si pria berkulit sawo matang mirip kebanyakan orang di asia tenggara. Keduanya tidak memiliki hubungan darah. Akan tetapi, keduanya beranggapan jika mereka adalah pasangan anak dan ibu.

Duar! Duar! Duar!

Serangan bertubi-tubi sebuah hantaman dari luar memasuki ruangan, sebuah kekuatan dari vampir dan teknologi. 

Keduanya melesat secepat kilat menggantung di langit-langit ruangan.

"Andre! Andre!" teriak Gwendolyn. 

Sekelebat bayangan pria paruh baya yang sangat tampan melesat dari pintu belakang.

Andre biasa berjalan-jalan di hutan. Andre adalah suami dari Gwendolyn. Mereka menganggap jika Alan adalah putra mereka.

"Ada apa, ini?" teriak Andre.

Ia menatap ke wajah Alan, "ada apa, Al?" ulang Andre.

"Aku membunuh seorang vampire di Hearing." balas Andre.

Ia tidak bisa berbohong jika ia berbicara dengan Andre, "Ya Tuhan! Kau gila, pantas saja mereka datang kemari menyerang kita?" teriak Andre.

Namun, ia masih saja mengenakan topi foot ballnya dengan kebanggan.

"Ayo, hadapi mereka!" ajak Andre.

Gwendolyn tersenyum bahagia, ia sudah sangat lama tidak bertempur dengan vampir. Ia tahu mereka juga sesama vampir hanya saja, mereka hanyalah meminum darah binatang. 

Bukan seperti vampir yang tersebar di seluruh Alaska dan dunia yang minum darah manusia.

Selain itu keluarga Thompson berupaya untuk menjalin persahabatan dengan manusia kebanyakan.

Walaupun mereka sedikit menutup diri, tetapi mereka masih sering bergaul dengan orang-orang di jalan-jalan, di rumah ibadah, dan di resepsi pernikahan maupun acara kenegaraan.

Alan tidak ingin kuliah lagi, ia dan ayahnya membuka sebuah bengkel. Walaupun di musim panas mereka sudah pergi berpindah tempat ke dalam Hutan-hutan Amazon maupun Kalimantan.

Mereka selalu menjelajahi dunia, putri mereka Agatha masih kuliah di Arab saudi. Ia sedang mengambil S2 nya di sana. 

Agatha sudah berpuluh-puluh bahkan jutaan kali wisuda di universitas mana pun di belahan dunia.

Ia hanya suka mencari petualangan, ia ingin mendedikasikan dirinya menjadi seorang guru yang baik.

Walaupun kenyataannya ia selalu saja menghancurkan meja guru saat ia sedang marah. Ia belum bisa mengontrol emosinya dengan baik.

Usia mereka sudah hampir 500 tahunan. Mereka harus berpindah tempat setiap 10 tahun sekali. 

Mereka takut bertahan lama di suatu tempat karena mereka tidak akan pernah menua.

Sehingga mereka selalu membakar bengkel atau gedung pekerjaan mereka seakan rumah dan usaha mereka hancur.

avataravatar
Next chapter