webnovel

Ladies - 2

"Malam ini kau akan pergi?" tanya Larry sesaat setelah ia menyeruput kopi dalam cangkirnya dan meletakkannya di atas meja.

Manik matanya bertemu dengan manik mata milik Kimberly Habel, wanita pujaannya. Keduanya bertatapan lurus dan Kim tersenyum dengan menawan. "Ya, aku akan terbang besok malam, Sayang," ujar Kim dilanjutkan dengan sebuah kecupan yang mendarat di pipi kanan Larry sebelum keduanya tersenyum dan dilanjutkan dengan ciuman hangat.

Kim mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, mendekat ke arah Larry, meraih cangkir yang di genggamnya untuk diletakkan di atas meja sebelum Larry kembali menciumnya. Larry tak pernah merasa cukup dengan Kim. Wanita yang hadir tiba-tiba melalui sosial media dan betapa sempitnya dunia saat Larry mengetahui Kim bersahabat dengan Yessana Lee yang tak lain mantan tunangan sang kakak Brat St. Claire.

"Sayang," desis Larry saat melepaskan ciumannya dan jatuh di bahu Kim. "Aku ada pekerjaan yang tidak dapat aku tinggalkan, Sayang. Rasanya---"

Larry mengangkat wajahnya dan tepat berhadapan dengan wajah Kim. Begitu dekat dan terasa desir napas masing-masing. Kim menangkup wajah tampan Larry lalu mengecup ujung hidungnya.

"Tidak apa-apa. Yessa menawarkan dirinya untuk mengantarku," sela Kim cepat.

Kim kembali duduk dengan benar di kursinya, melirik pria pujaanya yang menatapnya tanpa beranjak. "Ayolah, Larry. Kau tak perlu merasa bersalah."

Larry tersenyum masam sebelum kembali menyeruput kopi dalam cangkirnya yang tersisa setengah, menatap Kim dari atas tepian cangkir. "Aku akan merindukanmu, Sayang."

Kim menarik napas sambil merubah posisi duduknya menghadap Larry sepenuhnya. "Aku juga akan merindukanmu. Melebihi rasa rindumu padaku," balas Kim yang membuat kening Larry berkerut. "Kenapa kau menatapku seperti itu?"

Larry terkekeh, menarik tangan Kim untuk beranjak bangun dan membawanya ke pangkuannya. Kim mengalungkan lengannya ke leher Larry dan wajah keduanya begitu dekat, hingga mereka bisa mendengar napas masing-masing. Kim duduk menghadap ke arah Larry tanpa melepaskan ciuman pria itu. Keduanya saling menyentuh dan merasakan kehangatan pertemuan dua lidah yang memacu setiap saraf dalam tubuh keduanya.

"Aku terlalu jatuh cinta padamu, Kimberly Habel."

Larry mengatakannya dengan begitu lembut usai melepaskan tautan bibir mereka sambil menyingkirkan rambut Kim yang tergerai dan menyibakkannya ke balik bahu. "Kau tahu, aku takut kehilanganmu," imbuh Larry dengan kesungguhan dan segenap ketulusan dalam dirinya.

"Aku hanya pergi sebentar. Aku pasti akan kembali untukmu," timpal Kim sambil tersenyum.

Larry tetap menatap dengan lurus, menatap langsung ke dalam mata Kim yang tampak indah. Larry suka dengan tatapan mata Kim.

"Come on, Larry."

Kim siap beranjak sambil mendengus sebelum Larry menahan Kim dengan meraih kedua pinggannya, membuatnya tetap duduk di atas pangkuan Larry. "Tak ada pria manapun yang akan tenang melepaskan kekasihnya pergi jauh."

"Begitukah? Seharusnya aku yang khawatir karena…" Kim menggantungkan kalimatnya dan membuat Larry menatap dengan memicing sebelum Kim tersenyum lebar.

"Kau takut aku akan----"

"Ya," sahut Kim cepat. Kim menatap Larry dengan bibir yang ia gigit. "Aku meninggalkanmu di kota New York dengan wanita-wanita seksi yang berkeliaran dimana-mana. Sedangkan aku… Aku hanya ke Salisbury, kota yang----"

"Tapi kau pernah----"

"Ayolah, Larry," ucap Kim sambil mendengus kesal dan kali ini benar-benar beranjak dari pangkuan Larry, berdiri menjulang di hadapannya. Kim menelan ludahnya sebelum kembali bersuara. "Aku sudah melupakan semuanya. Aku juga tidak tahu di mana dia sekarang, dan aku…" Jeda bagi Kim untuk menarik napas dan menghembuskannya. "Aku mencintaimu dan… aku tahu kau ragu, tapi percayalah, kau telah membuatku belajar untuk membuka hatiku."

Keduanya terdiam untuk beberapa detik sampai Larry beranjak dari kursinya. "Kau bisa menyusulku jika urusanmu sudah selesai. Kita berdua perlu melakukan perjalanan bersama, melupakan semua kegilaan kota New York sebelum kita kembali ke Texas untuk menemui keluargamu."

Larry meraih telapak tangan Kim, menggenggamnya dengan erat lalu mengecup punggung tangan Kim dengan lembut tanpa melepaskan tatapan matanya. "Ya, kau benar. Aku terlalu takut kehilanganmu."

"Larry…" desis Kim sebelum ia memeluk Larry dengan erat.

'I love you, Babe."

"I love you more, St. Claire."

TEXAS

Gaun pengantin putih sederhana dengan potongan yang hanya sampai selutut, tudung pengantin, buket bunga dan sepasang cincin yang telah siap melengkapi hari bahagia seorang Meghan Jones dan Alexander Cooper malam itu.

Suara musik yang membawa semua tamu berjoget dan berdendang dengan bahagia. Gelak tawa dalam pesta yang terasa begitu intim bagi Meg dan Alex. Pesta tahunan untuk penyambutan hasil panen yang berlimpah pada tahun itu. Alex tampak tampan dengan balutan kemeja putih yang digulung pada bagian lengannya hingga ke siku, dipadu padankan dengan celana bahan berwarna khaki. Alex telah mempesona seorang Meghan Jones.

Meghan tidak akan berani mendekat, begitu juga sebaliknya dengan Alex, jika David Jones ayah Meg masih terus berada di dekatnya. Meg hanya dapat mencuri pandang ke arah Alex yang duduk di antara teman-temannya yang lain. Meghan merasa jantungnya berdetak kian kencang, seakan berlari dan malam ini akan menjadi malam yang akan mengubah segalanya.

Beberapa pesan telah masuk dalam ponsel Meg, mengingatkan dirinya jika waktu kian dekat dan ia harus segera meninggalkan tempat acara bagaimana pun caranya untuk segera pergi bersama Alex ke pinggiran kota Texas. Meghan akan keluar dari pintu yang berbeda dari yang dilalui oleh Alex.

Meghan bergerak gelisah, hal itu tampak dari kian sering mengubah posisi duduknya dan melirik sang Ayah serta Ibunya dengan bergantian. Kedua orangtua Meg tampak menikmati acara yang berlansung, bertepuk tangan, bersorak sorai bersama yang lainnya. Sudut mata Meg mendapati Alex yang berjalan menyelinap di antara para tamu lainnya sebelum ia menghilang dalam kerumunan. Seketika jantung Meg berdetak lebih kencang dari sebelumnya.

Keraguan yang harus disingkirkan oleh Meg bagaimana pun caranya. Tak ada pilihan untuk kembali. Manik mata Meg sekali lagi mendapati sosok Alex yang menunggunya di kejauhan. Meg mengumpulkan segenap keberaniannya untuk mencari cara agar bisa pergi.

"Ayah, Ibu, aku harus ke toilet," kata Meg mencari alasan yang di balas dengan anggukan oleh kedua orangtuanya.

Meg merasa beruntung dengan kehadiran Trevor yang tiba-tiba dan membawa Ayahnya dalam perbincangan panjang tentang perkebunan. Meg tak menyia-nyiakan kesempatan untuk beranjak dari duduk, menyelinap di antara kerumunan orang-orang yang tengah bersiap untuk berdansa. Langkah Meg tidak menuju ke toilet, ia berbelok ke arah yang berbeda, mengitari tempat pesta dan sebuah mobil berkap terbuka berhenti tak jauh dari pintu tempatnya berada. Sosok Alex yang tersenyum lebar tampak di balik kemudi. Meg merasakan debaran yang luar biasa dalam dirinya, membayangkan apa yang akan ia lalui bersama Alex di sisa malam. Meg berjalan dengan langkah lebar, menghapus jarak antara dirinya dengan Alex yang berada di balik kemudi. Masuk ke dalam mobil dengan hentakan pada pintu mobil sebelum roda berputar di atas jalanan beraspal tipis di tepian perkebunan.

"Kau terlihat cantik, my girl."

"Jangan rayu aku, karena aku bisa pingsan," timpal Meg yang tak pernah basa-basi dan Alex terkekeh setelahnya.

Dering ponsel membuat semua kenangan di dalam kepala Meg menguap begitu saja. Panggilan video call dari kedua sahabatnya, Kim dan Yessa. Meg memperbaiki posisi duduknya sebelum menerima panggilan itu.

"Hi," sapa Meg saat wajah kedua sahabatnya muncul pada layar ponselnya dan ketiganya terkekeh bersama di keheningan malam di kota masing-masing.

"Bagaimana kabar kalian?" tanya Yessa yang tampak baru saja meletakkan tas tangannya di atas sofa sementara Kim telah berbalut piyama mandi.

"Kabarku tidak terlalu baik." Meg mengatakannya sambil menghempaskan punggungnya pada sandaran sofa, menatap ke layar ponselnya. Yessa mengangguk pelan sebelum matanya memicing saat mendapati Kim yang berjalan keluar kamar dengan rambut dibungkus handuk.

"Kim, jangan katakan jika kau dan Larry baru saja---"

"Aku akan pergi besok. Kau tidak lupa kan, Yes?"

Kim dan Meg tersenyum dan mereka tahu ke arah mana Kim akan bercerita. "Apa ideku untuk video call mengganggu percintaanmu dengan Larry?" tanya Yessa dengan mimik menggoda dan dibalas Kim dengan dengusan sambil memanyunkan bibirnya hingga kedua sahabatnya terkekeh.

"Aku ingin mengatakan sesuatu pada kalian." Suara Meg terdengar serius hingga membuat Kim dan Yessa terdiam lalu menatap dengan lurus, sementara Meg menarik napas dengan panjang dan menghembuskannya dengan keras. "Aku baru saja menerima undangan persidangan perceraian dari Alex."

"Whaaaaattt?!!!" pekik Kim dan Yessa bersamaan. Keduanya terkejut bukan main dengan yang baru saja dikatakan Meg.

"Aku lebih terkejut dari kalian," ucap Meg.

"Tunggu," ujar Kim dengan alis naik sebelah. "Bukan kah kau dan Alex----"

"Yes, Kim," sela Meg. Ia menjilat bibirnya yang terasa kering. "Aku dan Alex sudah membatalkan pernikahan kami. Dan aku----"

"Tapi bagaimana mungkin undangan itu----"

"Entahlah," desah Meg pada akhirnya usai serangkaian kata yang bersahutan di antara ketiganya.

Meg kembali menarik napas dan menghembuskannya dengan cepat. "Aku mendapatkannya pagi ini dan aku… aku tak tahu harus bagaimana," lanjut Meg dengan mimik cemas.

Yessa dan Kim saling menatap pada layar ponsel masing-masing. "Aku akan mempercepat kepulanganku ke Texas jika kau memang---"

"Tidak, Yes," potong Meg sebelum ia menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyuman. "Aku yang akan ke New York."

"Apa?!" Sekali lagi Meg membuat kedua sahabatnya terkejut.

Bayangan kedatangan Meg di kota New York melintasi kepala Kim dan Yessa. Bagi Yessa akan menjadi hal sangat menyenangkan dengan kehadiran Meg. Sementara Kim merasa dilema karena kedatangan Meg di saat dirinya sedang tidak berada di New York. "Oh my God, aku akan melewatkan kedatanganmu karena aku akan---"

Kim menghentikan kalimatnya, membuat Meg memicing. "Kau akan kemana?" tanya Meg.

Kim tersenyum segaris, lalu menarik napas dan menghembuskannya. "Aku akan---"

"Salisbury," sambar Yessa dengan ekspresi jenaka sebelum ia meneguk minuman dalam gelasnya.

"Apa? Salisbury? Kau…." Meg terkekeh.

"Dia akan mengenang masa indahnya dengan----"

"Ssssttt," desis Kim sambil memelankan volume suaranya sementara Meg dan Yessa terkekeh menyaksikan mimik wajah Kim yang berubah tegang dengan sesekali menoleh ke belakang, ke arah kamar tidurnya.

"Kau akan menguji perasaanmu sebelum menikahi Larry?" tanya Meg kali ini. Meg beranjak dari sofa dan berpindah ke arah tempat tidurnya. "Kau yakin, Kim?" goda Meg sedangkan Yessa diam menyimak kedua sahabatnya.

"Sepertinya kalian harus bertemu dengan mantan kekasih kalian," ujar Yessa dengan santai.

Yessa telah berpindah dari ruang tengah apartemennya ke dapur. Tampak sederet kaleng minuman yang berjajar saat pintu lemari es terbuka dan Yessa meraih salah satunya. Terdengar samar Kim yang terkekeh, membuat Yessa curiga.

"Kau pikir pernikahanku dan Larry di Texas tidak akan membawamu pada Brat St. Claire, Yessana Lee?" Godaan yang dilayangkan Kim membuat Yessa yaris tersedak dan kedua sahabatnya terkekeh bersamaan. Mata Yessa membulat, Kim dan Meg menganggapinya dengan senyuman lebar.

"Oh shit!" Yessa mendengus dan ia meletakkan kaleng minumannya dengan keras di atas meja marmer. Kekehan Meg dan Kim kian terdengar menyebalkan di telinga Yessa.

"Sepertinya kita akan bertemu dengan pria-pria masa lalu, kawan," ucap Meg.

"Tidak denganku," sanggah Kim dengan percaya diri.

Kim menelan ludah sambil memperbaiki posisi duduknya. Kim mengangkat kedua kakinya ke atas sofa dan menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa di belakangnya.

"Kau begitu yakin Kim. Bukankah Dun----"

"Jangan sebut namanya, Yes," sela Kim cepat, wajahnya tampak tegang saat nama Duncan Bennett terdengar di telinganya. Yessa terkejut sebentar sebelum tatapannya berubah menyelidik. "Dia tidak tinggal di Salisbury. Ia tinggal di London. Jadi… sangat kecil kemungkinannya untuk kami bertemu."

Yessa menarik sebuah kursi dan duduk sambil meletakkan ponselnya untuk bersandar pada kaleng minumannya. "Bukankah ibu dan----"

"Tidak…tidak… aku tak ingin membahasnya," potong Kim cepat. Yessa dan Meg saling melirik.

"Baiklah," ujar Yessa bersamaan suara ketukan pada pintu kamar Meg dan muncul sosok Rebecca setelahnya.

"Hi Ladies," sapa Rebecca.

"Hiiiii," balas Yessa dan Kim bersamaan sambil melambaikan tangan di layar ponsel.

"Bagaimana kabar kalian?"

"Kami baik-baik saja. Bagaimana dengan Anda, Mrs. Jones?" tanya Yessa.

Tampak Rebecca yang duduk bersebelahan dengan Meg di tepian tempat tidur. "Kabarku baik anak-anak."

"Baiklah, sepertinya aku harus berbicara dengan ibuku."

"Ya, tentu. Kita akan berbicara lagi lain waktu. Selamat malam ladies, bye."

***