2 2. Protagonis Yang Menyedihkan

"Aku yang biasa dijadikan tempat bergantung oleh orang-orang yang menyayangiku. Bolehkah jika aku bersandar untuk sejenak pada orang lain karena aku terlalu lelah?" (Liera)

***

Liera membuka mata ketika telinganya mendengar berbagai suara di sekitarnya. Mata Liera samar-samar melihat seorang pria yang dengan wajah dipenuhi amarah tampak memarahi bawahannya. Liera juga merasakan ada sebuah tangan yang memegang tangannya dengan erat dan dipenuhi kelembutan.

"Mengapa putriku tidak juga bangun?! Ini sudah 2 jam sejak dia tidak sadarkan diri! Aku benar-benar akan membunuhmu!"

Sring.

Terdengar suara desingan pedang yang meninggalkan sarungnya dan bersiap untuk memenggal kepala dua pria paruh baya yang tampak berlutut meminta ampunan dengan tubuh gemetar ketakutan. Liera yang menyaksikan itu merasa urgensi dan secara refleks mulutnya mengeluarkan satu kata yang membuatnya terkejut.

"Ayah..."

Suara lemah tak berdaya keluar dari mulut Liera, Liera yang mendengarnya merasa asing dengan suaranya sendiri.

"Silla!"

"Tuan Putri Silla!"

Kegaduhan seketika memenuhi ruangan tersebut. Liera menatap bingung orang-orang yang berada di sekitarnya. Liera tidak mengenal mereka, namun Liera merasa nama yang mereka sebutkan tidak asing lagi di pendengarannya.

"Silla?" Liera bergumam dengan wajahnya yang dipenuhi tanda tanya. Akan tetapi, suaranya masih bisa didengar oleh orang yang duduk di sampingnya yang sedari tadi memegang tangannya dengan erat.

"Silla, apakah kamu melupakan namamu sendiri?" Suara kaku itu menarik perhatian Liera sehingga dia menoleh ke sampingnya.

"Sebenarnya... siapa kalian? Di mana aku sekarang?" Liera mengeluarkan pertanyaan yang berada di benaknya. Tanpa disangka, pertanyannya membuat suasana di sekitarnya menjadi suram.

"Kau mengatakan bahwa adikku pingsan karena syok, tapi kenapa dia sampai mengalami amnesia? Apa kau sekarang sedang mempermainkan keluarga kerajaan?!" Suara rendah yang terdengar menusuk membuat pria paruh baya yang membawa peralatan kesehatan yang tampaknya seorang dokter dan pria paruh baya yang mengenakan jubah putih sambil membawa sebuah tongkat yang tampak seperti penyihir ketakutan untuk kedua kalinya.

"Ampuni hamba yang rendah ini, Yang Mulia Putra Mahkota Elias."

{ Elias dà Victoria, Putra Mahkota Kerajaan Victoria yang menyandang gelar master pedang termuda karena pada usianya yang masih 15 tahun dia sudah menjadi master pedang tingkat tertinggi dan sudah dapat menggunakan auranya. Dengan mata biru gelap dan surai peraknya yang seputih salju bercampur dengan aura berwarna emas yang menyilaukan mata seolah tak mengizinkan seorangpun untuk melihat sosoknya secara langsung. Aura emasnya yang setengah sempurna membuat orang terpana bahkan ketika mereka berada di ambang kematian. }

{ Elias juga kakak laki-laki Ursilla satu-satunya yang menyayanginya walaupun sikapnya yang kaku. Sebagai kakak Ursilla, Elias ingin melindungi adiknya yang terlahir dengan tubuh lemah. Namun, ada saat-saat ketika Elias bahkan tak bisa berada di sisi Ursilla karena tugas-tugas yang harus dia kerjakan sebagai putra mahkota yang merupakan calon penerus raja. }

Tiba-tiba deskripsi yang berada di novel Love to Ursilla terlintas di pikiran Liera. Liera menggelengkan kepalanya seolah tak percaya dengan apa yang dia lihat di depan matanya. Ranjang besar dengan kasur empuk yang disertai seprai bermotif yang terlihat mahal. Selimut tebal yang membungkusnya sehingga membuatnya tetap hangat. Lampu gantung besar yang mewah berada di tengah-tengah ruangan. Jendela besar dengan tirai berwarna biru muda dan masih banyak lagi barang-barang mewah yang berada di ruangan yang Liera duga sebagai kamar.

Yang lebih mengejutkan, penampilan orang-orang yang mengelilinginya dengan berbagai tatapan tampak tidak asing untuk Liera.

{ Rambut hitam pekat yang segelap malam dipadukan dengan mata biru gelap yang seolah memandang rendah dunia. Aura hitam yang bisa membuat orang tenggelam dalam kegelapan abadi tanpa adanya setitik pun cahaya. }

{ Victor dà Victoria, Raja Kerajaan Victoria yang membangun kerajaannya sendiri dengan tangan berlumuran darah, akibat peperangan yang terjadi selama bertahun-tahun dalam proses memperebutkan wilayah untuk membangun kerajaan Victoria. Seperti namanya, Victoria memiliki arti Kemenangan. Kemenangan yang diperoleh Victor dengan usaha yang berdarah dan banyaknya pengorbanan untuk memperoleh kedamaian bagi pengikutnya. }

Gila!

Sekarang Liera baru menyadari bahwa dia terjebak dalam novel dengan karakter yang tidak dia sukai. Kenapa harus novel Love to Ursilla dengan para pemeran yang menyedihkan dan kejam. Apalagi dia menjadi Ursilla, protagonis wanita yang terjebak dalam hubungan ekstrim dengan kekasih psycho-nya, Morgan. Jika disuruh memilih, lebih baik dia bersama Antares, pria polos yang imut sesuai dengan tipe pria Liera.

Baiklah, pertama-tama Liera harus menganalisis situasi yang terjadi saat ini. Coba ingat-ingat kapan Ursilla tak sadarkan diri di dalam novelnya. Ini agak sulit sebenarnya, karena banyak adegan dimana Ursilla tak sadarkan diri akibat percobaan pembunuhan Morgan.

{ Tepat 2 bulan sebelum acara ulang tahunnya yang ke 6 tahun, Ursilla ditemukan pingsan di salah satu taman yang ada di sekitar Black Rose Palace, istana tempat Ursilla tinggal yang berada di sisi kiri Moon Palace yang merupakan istana utama tempat Raja Victor tinggal. }

{ Penyebab tak sadarkan dirinya Putri Ursilla tidak diketahui, tak ada kesatria di sisinya saat itu karena kebetulan sedang pergantian tugas jaga. Sehingga tak ada saksi mata yang menyaksikan kejadian tersebut. Insiden itu tentu saja meninggalkan banyak tanya pada semua orang termasuk Victor dan Elias. Setelah insiden itu, sikap Ursilla yang tadinya ceria menjadi pendiam dan selalu terlihat ketakutan. Ursilla hanya mengatakan tiga kata yang tak jelas artinya. }

Monster... Manusia... Tentakel...

Namun, sebagai penulis novel Love to Ursilla, tentu saja Liera tahu apa yang dimaksud oleh Ursilla di dalam novel tersebut. Hah, betapa sialnya dirinya. Harusnya dia bertransmigrasi ke dunia fantasi ini sebelum pusat masalah di masa depan menimpanya.

"Ayah, jangan sakiti mereka." Liera membuat suara Ursilla terdengar lemah dan tak berdaya. Sebenarnya, Liera membenci jika dirinya terlihat lemah karena dia selalu beranggapan bahwa tatapan kasihan adalah tatapan yang seolah menertawakan dirinya.

Aura Victor yang menguar dari tubuhnya seketika lenyap. Mata yang dipenuhi niat membunuh berubah menjadi tatapan penuh kasih dari seorang ayah. Liera yang melihat tatapan Victor seketika merasa kekosongan dalam hatinya. Sudah lama Liera tak merasakan kasih sayang dari seorang ayah. Liera bahkan hampir melupakan wajah ayahnya yang sudah lama tidak dijumpainya.

"Silla, apakah ada bagian kepalamu yang terasa sakit? Dapatkah kamu mengingat ayah?"

Suara Victor seketika membangunkan Liera dari lamunannya. Liera yang merasa tak nyaman dengan posisinya saat ini berusaha untuk duduk. Elias yang duduk di samping Liera membantu Liera duduk. "Kamu tidak boleh bergerak terlalu banyak karena tubuhmu masih sangat lemah."

Suara datar yang disertai tatapan hangat Elias, sungguh perpaduan yang tidak cocok. Namun, inilah kekuatan pemeran pendukung yang membuat Elias selalu tampak bersinar walau banyak celah kecil yang tak sempurna ada pada dirinya.

"Aku tidak apa-apa, Ayah. Aku sudah merasa sedikit lebih baik. Kepalaku hanya sedikit pusing dan ingatanku agak kabur. Mungkin karena aku membentur sesuatu saat pingsan."

"Ini salahku karena tak meluangkan waktu untuk bermain denganmu padahal kamu memintanya. Maafkan aku, Silla." Elias menundukkan kepalanya dengan perasaan bersalah sekaligus marah pada dirinya sendiri.

Liera yang dulunya anak pertama dan mempunyai adik laki-laki yang berusia 5 tahun tentu saja selalu berandai-andai mempunyai kakak laki-laki. Namun, itu hanya harapan semu yang tak akan pernah terwujud. Dulu, itulah yang dia pikirkan, tetapi berbeda dengan sekarang. Harapan semunya menjadi nyata dan sungguh tidak bisa dipercaya.

"Kak Eli, ini bukan salahmu." Liera meletakkan tangan kirinya yang tidak digenggam oleh Elias ke kepalan tangan Elias yang erat.

Elias selalu merasa malu jika dipanggil Eli oleh Ursilla. Menurutnya, nama Eli seperti nama perempuan padahal dirinya laki-laki. Namun, rasa malunya sekarang tak berarti apa-apa di depan adiknya yang tampak lemah tak berdaya. Elias merasakan tangan kecil yang berusaha untuk menggenggam tangan besarnya. Tangan putih mulus yang kurus dan tampak pucat dengan suhu yang terasa menyengat di tangan Elias, membuat Elias semakin merasa bersalah.

Dengan suhu badan yang sangat menyengat ini bahkan adiknya mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Kakak macam apa dia yang bahkan tidak mengetahui penderitaan adiknya sendiri. Elias memeluk Liera dengan erat membuat Liera tersentak untuk sejenak.

Bibir Liera berkedut dan ingin sekali dia berteriak kegirangan karena dipeluk oleh pria tampan seperti Elias. Akan tetapi, Liera harus menahan perasaan menggebu-gebu di dalam hatinya. Rasanya senang sekali dikelilingi oleh pria-pria tampan dalam imajinasinya yang sekarang berada di hadapannya.

"Argh, aku bisa pingsan kalau dipeluk-peluk pria tampan seperti ini."

Sesuai perkataannya, Liera pingsan di pelukan Elias karena tubuh Ursilla yang masih sakit.

"Sayang sekali aku harus melewatkan momen berharga ini."

avataravatar
Next chapter