1 1. Kesalahan

"Aku tak menyangka jika kesalahan kecil yang ku perbuat membuatku terjebak dalam situasi hidup dan mati." (Liera)

****

TIK TIK TIK!

Suara ketikan keyboard dari ponsel yang terdengar kasar menimbulkan suara berisik di sebuah halaman yang sepi. Suara embusan angin bahkan tak mampu untuk meredam suara keras tersebut.

@MorganHaters

Tidak masuk akal playboy seperti Morgan dengan Ursilla! Aku tidak setuju! Mereka tidak cocok! Authornya tidak punya otak, ya? Kalau mau membuat pasangan untuk Silla yang cocok dong!

"Sial, aku tidak peduli kalian komentar apa! Tapi, Ursilla akan tetap bersama Morgan!"

Liera, penulis novel Love to Ursilla sedang membalas komentar dari para pembaca rese yang selalu menuntut jalan cerita yang menurut mereka tak sesuai.

@AntaresLovers

Aku tidak terima kalau Antares mati! Cowok imut seperti dia masa mati begitu saja! Kembalikan Antaresku! Kalau Silla tidak mau, Antares buat aku aja!!!!

"Bodo amat! Antares cuma punyaku! Makanya aku membuat dia mati supaya tidak bisa bersama Silla!"

@UrsillaLovers

Woy, Thor! Masa Silla tahan sih sama Morgan yang playboy! Lihat pacarnya sama perempuan lain masa dia diam aja dan tidak pernah marah-marah sama Morgan! Apalagi saat tahu kalau Morgan yang selama ini membuat Silla hampir mati berkali-kali, Silla tetap melanjutkan hubungan sama Morgan tanpa mengungkit masalah itu! Apa-apaan sih cerita sampah seperti ini! Karakter perempuannya lembek, tidak berguna sekali sumpah! Heran aku, kenapa cerita seperti ini banyak yang baca dan beli bukunya! Termasuk aku :'(

"Halah, kamu kalau ujung-ujungnya mau maki-maki diri sendiri harusnya tidak usah komentar panjang lebar! Komentar kamu yang bilang ceritaku sampah itu tidak penting!"

Liera mengerucutkan bibirnya kesal, wajah yang tadinya memerah karena amarah akibat komentar dari pembaca novelnya yang selalu mengkritik ceritanya. Kerjaannya mengkritik, padahal membaca novelnya sampai akhir dan membeli versi cetaknya. Pembacanya mungkin tipe-tipe tsundere.

Huft...

Liera menghela napas berat, ponselnya sudah dia matikan akibat terlampau kesal dengan komentar dari para pembacanya. Mata Liera terpejam menikmati semilir angin yang menenangkan hatinya yang tadinya dipenuhi amarah.

Liera, gadis yang akan menginjak usia genap 16 tahun pada bulan Mei, siswi SMK jurusan Akuntansi sekaligus penulis novel remaja. Dia gadis pendiam, bukan, mungkin lebih ke arah cuek dan tak peduli akan sekitarnya, serta tak mudah bergaul dengan seumurannya. Dia terlalu malas untuk bersosialisasi dengan teman-teman sekelasnya, akibatnya dia dianggap sombong. Gosip-gosip buruk selalu menemaninya dari saat dia menduduki bangku Sekolah Dasar sampai sekarang.

Liera selalu dipandang buruk oleh teman-temannya, mungkin karena wajahnya yang jarang tersenyum dan teman-temannya beranggapan bahwa dirinya gadis yang judes. Prestasinya bagus, namun entah kenapa gosip buruk selalu melekat padanya membuat Liera terbiasa.

Padahal, dulu Liera selalu dikucilkan oleh teman-temannya karena prestasinya. Namun, Liera yang masih polos tak menyadarinya sehingga dia bahkan tidak merasakan yang namanya sakit hati akibat ditinggalkan oleh teman-temannya. Lambat laun, Liera menyadari bahwa selama ini dia yang selalu menghampiri teman-temannya dan bukan sebaliknya.

Akhirnya, sifat yang dulu pendiam namun masih mau menghampiri dan bergabung bersama teman-temannya, bertambah parah dan tak mau repot-repot bermain bersama teman-temannya. Dia sudah muak dan terlampau tak peduli dengan yang namanya pertemanan.

"Ah, memikirkan masa lalu membuat badmood." Liera mengusap keningnya yang selalu saja mengerut. "Bisa-bisa aku cepat tua kalau banyak pikiran seperti ini."

Hening.

Keheningan membuatnya merasa tenang dan damai. Senyum tipis terukir di wajahnya yang tampak kelelahan. Ketenangan itu tak berlangsung lama karena suara teriakan membuatnya terganggu.

"Dasar cowok berengsek!"

Liera tersenyum lebar, dia akan berpura-pura tidak mendengar makian tersebut. Karena menurutnya, pertengkaran antar sepasang kekasih, yang sepertinya berada tak jauh di belakang tempat dia duduk akan selesai dengan sendirinya.

"Kamu kalau sudah bosan sama aku harusnya minta putus! Bukannya kencan sama perempuan lain padahal kamu masih punya hubungan sama aku!"

Suara isakan mengiringi ucapan gadis yang Liera duga kekasih dari pria yang sepertinya ketahuan berkencan dengan perempuan lain. Liera diam-diam mengangguk menyetujui ucapan gadis yang terkhianati itu. Ya, harusnya jika sudah bosan putus aja, baru cari yang lain. Ups!

Liera menepuk kepalanya yang memikirkan tindakan menyimpang. Maksudnya, kita tidak boleh mempermainkan perasaan orang lain, apalagi perasaan cinta yang tulus. Hm, kata-kata yang cukup bijak, mungkin akan Liera sisipkan di novelnya yang lain.

"Sayang, aku tidak pernah berkencan dengan perempuan lain. Hanya kamu yang ada di hatiku."

Cuih, cuih!

Liera meludah dengan perasaan jijik mendengar ucapan pria itu. Menjijikkan sekali mendengar ungkapan cinta dari bajingan seperti pria itu.

"Sudahlah, tinggal putus saja! Tidak usah nangis-nangis cuma buat pria bajingan seperti dia!"

Liera menggerutu dalam hatinya, sangat disayangkan gadis itu menangisi pria berengsek itu. Air mata gadis itu hanya akan terbuang sia-sia untuk pria yang bahkan tak berusaha untuk menjaga perasaan kekasihnya.

"Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri! Kamu berkencan bersama perempuan itu!"

Hm, entah kenapa perasaan Liera tidak enak. Tiba-tiba rasa penasaran menghampirinya, membuatnya mengintip pasangan yang sedang bertengkar. Gadis yang memergoki pacarnya selingkuh sedang menunjuk ke arah yang membuat matanya membulat.

Apa? Dia menunjuk ke arah... ku?

Liera menggelengkan kepalanya sambil mengerjapkan matanya tak percaya. Di sini tidak ada orang lain selain pasangan yang sedang bertengkar dan Liera. Ah, bego! Harusnya Liera tak perlu terlibat, sejak awal dia hanya pendengar tapi kenapa malah menjadi tersangka utama?

"Woy! Kamu menunjuk siapa? Aku bukan selingkuhan pacarmu! Aku tidak sudi bersanding sama cowok yang sama berengseknya seperti Papaku!" Liera tanpa sadar mengeluarkan kata-kata yang ada dalam pikirannya.

"Heh, kamu! Kalau mau bertengkar jangan melibatkanku yang tidak ada hubungannya dengan kalian!" Jari Liera menunjuk ke arah pria itu yang sepertinya merasa malu melibatkan orang lain yang tak bersalah.

"Sayang, dia tidak ada hubungannya denganku. Aku saja tidak mengenalnya. Kamu tahu sendiri seleraku itu gadis cantik seperti kamu, bukan gadis seperti dia." Pria itu berusaha menjelaskan pada kekasihnya yang sepertinya tak mau mendengarkan penjelasan pria itu.

Mata Liera membulat tak percaya mendengar ucapan pria itu. Maksud pria itu dia tidak cantik, begitu? "Sialan! Kamu bilang aku tidak cantik padahal muka kamu sendiri sudah seperti baju yang tidak dicuci berbulan-bulan! Dasar bajingan kotor! Muka tidak tampan saja banyak gaya!"

Liera mencak-mencak karena kesal. Dadanya naik turun menandakan bahwa dia benar-benar marah. Liera memang gadis yang mudah sekali terpancing amarahnya, apalagi jika menyangkut dirinya sendiri.

"Diam! Dasar jalang!" Gadis itu melemparkan sepatu yang entah sejak kapan sudah berada di tangannya.

Liera tak sempat menghindar, membuat sepatu itu menghantam kepalanya yang memang sudah banyak pikiran. Rasa pening menjalar di kepalanya, pandangannya perlahan menggelap dan tubuhnya lunglai di tanah. Sebelum benar-benar jatuh ke dalam kegelapan, Liera menyumpah serapahi pasangan laknat itu.

"Sialan kalian berdua!"

Setelah itu, Liera jatuh ke dalam kegelapan yang berbeda dari sekadar menutup mata. Kegelapan yang dia lihat seolah tak berujung. Liera tidak tahu bahwa kejadian itu akan membuatnya terjebak pada situasi yang rumit.

avataravatar
Next chapter