1 Comeback Home

---------------------------------------------------

COMEBACK HOME

Bandara Internasional Neunchester, Benteng Umum Wings

10.00 AM

Maskapai penerbangan Maps Airway dari District Grey, Benteng Soul dengan Negara tujuan Benteng Wings telah tiba.Seorang wanita berjalan menuju lobi pengambilan barang diikuti dengan seorang anak kecil berusia 4 tahunan dibelakangnya. Bocah itu berambut Coklat Hazel dengan mata berwarna coklat terang layaknya sebuah kelereng. Dirinya asik dengan mainan ditangan kanannya dan tak mengindahkan lalu lalang orang yang sibuk berjalan menuju pintu keluar. Ibu muda itu tersenyum melirik putranya masih berada didekat jangkauannya seraya meraih tangan kecil anak lelaki itu agar tak terpisah ditengah keramaian bandara.

Gisellda Evangeline Jeremiah Romanov, putri dari seorang petinggi militer Benteng wings itu kembali ke negaranya setelah sekian lama menetap di negara tetangga. Ia berhenti sejenak membenarkan tas ransel putranya yang tampak miring. Tersenyum menatap penuh arti pada putranya yang semakin lama terlihat kebingungan dengan situasi disekitarnya. Anak itu mengalihkan pandangannya dan mendongak kearah mata hitam ibunya

"Where are we ma? " Anak itu bertanya pada sang ibu.Matanya yang berkilau tampak lelah karena terlalu lama berada dalam pesawat

Wanita itu tersenyum singkat seraya mengelus penuh kasih surai coklat anaknya kemudia menjawab secara singkat. " We're here honey.. Our Hometown" Mata wanita itu beralih dari puteranya.

Tatapannya beralih satu persatu menuju kumpulan orang yang ada didepan pintu keluar terminal bandara itu sebelum akhirnya seulas senyumnya mengembang tak kala melihat seorang pria melambaikan tangan kearahnya dengan senyuman yang selama ini ia rindukan.

Deakin Eucharisto Jeremy Romanov, Pria dengan seragam militer nya itu melambaikan tangannya. Menatap penuh rindu pada sang adik kembar yang hampir 4 tahun belakangan ini berada diluar negri tanpa memberikan kabar sama sekali pada keluarga di Benteng Wings. Deakin meraih tubuh wanita itu dan membawanya dalam pelukan hangat.

Namun pelukan itu terlepas tak kala mereka menyadari bahwa ada sesosok lainnya yang terlihat bingung dengan interaksi mereka berdua. Deakin menatap penuh arti pada saudara kembarnya, seakan memastikan bahwa sesosok anak kecil dibelakangnya itu adalah sang keponakan yang hampir 4 tahun terakhir tak dilihatnya.

Deakin berlutut menyamakan tingginya dengan anak itu seraya menyapa dan menatap penuh takjub pada sosok didepannya. "Hai.." Deakin mengulurkan tangannya, namun anak itu mundur satu langkah kearah sang ibu.

Suara tawa kecil mengalun dari bibir wanita itu, Menepuk pelan pundak sang putra untuk menenangkan. "Sanders.. sapa dia nak, ini paman Deakin, Saudara Mama"

Sanders, Putra dari wanita itu menyambut jabatan tangan Deakin sembari tersenyum dan membungkuk memperkenalkan dirinya sendiri. "Halo Paman Deakin, Namaku Sanders"

Deakin menyambut perkenalan diri Sanders dengan senyuman. Tatapan mata Deakin jatuh kepada sosok perempuan muda dibelakang anak itu. Helaan napas terdengar dari mulutnya. Deakin yang penuh dengan pertanyaan dalam benaknya hanya bisa bergantian melirik kearah sang kembaran dan kearah sang keponakan.

"Dia cerdas dan tampan di usianya yang terbilang masih belia, Gisell.." Ucapannya menggantung. Matanya melirik kearah sang kembaran kemudain melanjutkan kalimatnya yang tercekat. "sama seperti ayahnya.."

Wanita yang dipanggil dengan nama Gisell itu seketika tercekat. Senyum yang semula menghiasi wajahnya seketika saja berubah menjadi kegetiran yang begitu ketara. Mengingat kenangan pahit yang selama ini tak pernah dirinya hiraukan dan dirinya kubur dalam-dalam.

Kegetiran dalam wajahnya yang begitu ketara membuat Deakin lagi-lagi menelan pil pahit penuh pertanyaan dalam dirinya sendiri. Dirinya tak tega jika harus membicarakan topik ini lebih lanjut lagi maka dari itu ia segera mengalihkan perhatiannya pada sang keponakan.

"Sanders, Makanan apa yang kau sukai? Paman akan meminta koki dirumah utama untuk memasakannya" Ujarnya pada Sanders yang sekitak bebrinar penuh kegembiraan mendengar topik makanan dibawa

"Meatball with cream sauce.. " ucap Sanders malu-malu dan suskes membawa tawa Deakin yang melihatnya

"Baiklah jagoan! Meatball with sauce akan menunggumu dirumah baru" jawab Deakin yang kemudian membawa Sanders pada gendongannya dengan tawa yang begitu lepas.

Melihat interaksi kedua orang didepannya itu, Gisell hanya bisa menatapnya dengan penuh khawatir. Kekhawatiran seketika itu juga muncul tak kala rumah utama terucap dari bibir sang saudara. Menerka-nerka akan ada apa yang menantinya di rumah utama.

-----------

Flashback

Deanvill City, District Grey, Benteng Soul

Gisell yang tengah sibuk menandatangani dokumen perihal butik terbarunya mengalihkan pandangannya ketika suara ketukan pintu terdengar. Maid pribadinya, Larissa ,datang tergopoh-gopoh membawa alat komunikasi jarak jauh ditangnnya seraya menatap nyonya-nya dengan tatapan penuh ketakutan.

"Ada apa Larissa? Apa ada masalah?" Tanya Gisell yang kebingungan

"Ada panggilan dari Benteng Wings Nyonya.." Ujar Larissa yang sukses membuat Gisell seketika membatu. Menerka-nerka siapa yang saat ini tengah melakukan panggilan jarak jauh dengannya.

"Apakah itu ayah?" Tanya Gisell yang kemudian dijawab dengan anggukan kecil Larissa. "Bawa alat itu kemari..." Gisell menerima alat komunikasi jarak jauh itu dengan tangan gemetar. Wajahnya yang semula terlihat tennag seketika berubah begitu pucat kala mendengar sapaan dari seberang sana.

"Pulanglah.." Suara pria diumur 4o-nya terdengar ditelinga Gisell. Sepenggal kalimat dari Aayahnya mengubah ekspresinya menjadi semakin pucat.

Ayahnya, Marquis Romanov ke-27 merupakan sesosok pria yang tak suka berbasa-basi. Hal itu tak hanya berlaku pada rekan kerjanya. Kepada putra dan putrinya-pun juga sama. Tegas dan berwibawa. Hanya kata-kata itu yang dapat menggambarkan sosok ayahnya dimata Gisell.

"Bawalah anak itu pulang. Sudah cukup waktumu untuk bersembunyi dari semuanya. Bersikaplah dewasa. Anak itu sudah cukup umur untuk segera dinobatkan akan gelarnya. Jangan sampai keegoisa kalian membuat anak itu kehilangan Haknya. Bicarakan baik-baik dengannya. Pikirkan semuanya demi kebaikan Benteng Wings. "

Tak ada bantahan yang bisa keluar dari mulut Gisell. Hanya ada helaan napas dari seberang sana yang memenuhi suara dalam pembicaraan antara ayah dan anak itu.

"Jika kau masih menghormati leluhur Romanov dan para leluhur Benteng Wings, Pulanglah Gisellda. Ayah menunggu jawabnmu. Pikirkan baik-baik"

Sambungan alat komunikasi jarak jauh itu usai. Keheningan menyelimuti ruang kerja Gisell yang kini tengah terduduk menatap kosong pada pemadangan taman dari ruang kerjanya. Larissa, Maid pribadinya terdiam. Menanti reaksi sang nyonya yang kini tengah termenung memikirkan semuanya.

Gisell merasa hidupnya saat ini sudah lebih dari apa yang diinginkannya. Mengurus bisnis butiknya, Menikmati semuanya disini tanpa gangguan dan mengurus putra semata wayangnya. Namun Gisell tak bisa melupakan begitu saja kodratnya sebagai seorang putri tunggal dari Marquis Romanov. Gisell tak bisa melupakan begitu saja kodratnya bukan hanya sebagai putri dari keluarga bangsawan, Ia tak akan bisa melupakan kodratnya sebagai bagian Royal Military Family member yang melakukan sumpah didepan nama tuhan.

------------

Main Estate Of Marquis Romanov, Ibukota, Benteng Wings

"Selamat datang kembali , Nyonya Gisellda" Sapaan serentak dari para Maid dan Buttler dikediaman utama Marquis Romanov membawa memori tersendiri bagi Gisell yang sudah sekian lama tak menginjakan kakinya kembali dirumah tempatnya dibesarkan.

Para maid dan butler yang sedari dahulu telah bekerja dengan keluarga Romanov tersenyum penuh kebahagiaan tak kala melihat sang nona muda yang kini telah memiliki putra itu akhirnya datang kembali ke kediaman Romanov. Salah satunya adalah Andy.

Andy adalah Head Butler dari kediaman Romanov sejak Kakek Gisell memerintah keluarga Romanov. Pria paruh baya yang mengawasi keluarga Romanov sejak dahulu itu tersenyum lebar menyapa tuan muda yang tengah berada didalam gendongan Tuan Mudanya yang lain.

Gisell menatap lurus pada beberapa orang yang kini menantinya didepan pintu utama. Sang Ayah, Kakak tertuanya dan sang Kakak ipar pertama menantinya. Ayahnya, Gergory Michael Juventus Romanov, untuk pertama kalinya setelah sekian lama tersenyum tulus kala melihat Gisell yang berkaca-kaca berjalan menghampiri mereka.

Pelukan hangat itu memenuhi Gisell tak kala dirinya sampai didepan keluarganya. Rasa rindu yang selama bertahun-tahun belakangan ini terpendam pecah tak kala sang ayah memeluk putrinya yang selama ini jauh dari jangkauannya. Kala pelukan itu terlepas, Ayahnya menangkup wajah putri tunggalnya, Menatap secara keseluruhan seakan meyakinkan dirinya sendiri bahwa putrinya telah kembali.

Pelukan itu kemudian beralih pada kakak sulungnya. Pria yang selalu Gisell kagumi sebagai seorang gentleman sejati. Pria yang sellau berada dipihaknya dalam situasi dan kondisi apapun. Deavan Gregory Janderson Romanov, Pria yang dijuluki sebagai Young Marquis Romanov itu adalah kakaknya.

Dan pelukan terakhir jatuh pada istri kakak pertamanya. Wanita cantik yang beberapa tahun terakhir ini mengisi kekosongan kasih ibu bagi Gisell. Wanita tangguh yang dipersunting kakanya 5 tahun lalu itu menjadi pelipur laranya. Wanita itu tersenyum membisikan kata-kata yang membuat Gisell merasa lebih nyaman dari sebelumnya. Kakak ipar tercintanya, Jean Adrianne Valjean-Romanov, wanita asal South Her yang kini telah menjagi Young Marchioness Romanov

"Welcome Home, Gisell.." Wanita yang disapa dengan nama Jean itu memandang kearah Deakin yang sedari tadi menggendong Sanders. Jean melirik kearah Gisell seakan bertanya untuk memastikan spekulasi akan identitas anak digendongan Deakin itu.

Deakin menyerahkan Sanders yang berada digendongannya kepada Jean. Wanita itu menatap Sanders yang kini juga memandangnya dengan bingung. Seulas senyum terbit dari bibirnya. "Hallo pangeran, Namaku Jean. Kau bisa memanggilku Bibi Jean"

Namun seketika itu juga baik Gisell maupun Sanders terdiam membatu. Salah satu ucapan dari Jean mengingatkan mereka berdua kepada satu orang sosok yang sama dibayangan mereka.

"Pangeran?... Papa juga memangilku seperti itu.." Ujar Sanders yang suskses membuat semua orang dewasa disana terdiam tak bisa menanggapi

Lontaran pertanyaan-pun sanders tanyakan tak akal ia mengingat sosok ayahnya yang sulit sekali dirinya temui. "Apa papa juga ada disini bibi?"

Mereka semua bingung. Khawatir harus bagaimana merespon ucapan anak ini tanpa membuatnya mempertanyakan lebih lanjut lagi tentang Ayahnya.

"Mama bilang Papa tidak serumah dengan kita karena papa harus bekerja di tempat yang jauh. Sekarang kita juga sudah pergi ketempat yang jauh. Apa kita akan tinggal bersama papa?"

Kalimat itu adalah Doktrin yang selalu ia tanamkan sejak dulu ketika Sanders bertanya mengapa Ia hanya bertemu ayahnya beberapa kali dalam satu tahun. Deavan tersenyum pada keponakannya. Mengambilnya dalam gendongan dan akhirnya menjawab pertanyaan anak itu mewakili orang dewasa lainnya yang hanya bisa menutup rapat mulut mereka.

"Kita lihat nanti jagoan... Yang terpenting saat ini adalah Meatball With Sauce Cream yang telah menunggumu didalam.." Ujarnya yang ternyata suskes mengalihkan anak itu pada makanan kesukaanya.

-----------

Malam itu suasana hangat memenuhi mansion keluarga Romanov setelah sekian lamanya. Semua anggota keluarga Romanov terlihat bercengkrama dengan ramah dan memusatkan perhatian mereka pada anak lelaki berambut hazel itu.

Bahkan panggilan kakek yang semula asing ditelinga para pekerja Romanov kita terdengar begitu biasanya. Kehangatan anak-anak yang selalu dirindukan keluarga Romanov akhirnya terwujud dengan kehadiran Sanders hari ini.

Marquis Romanov yang terkenal bijaksana dan bertangan dingin setiap harinya itu,tak tampak demikian ketika berhadapan dengan cucu satu-satunya. Kecerdasan Sanders dan tingkah laku sok dewasanya yang tak sesuai usia mengundang tawanya.

Usai makan malam, Gisell sengaja menitipkan Sanders pada saudaranya karna sang Ayah memangilnya untuk berbicara. Langkah kakinya memelan ketika melihat pintu besar bercorak lambang keluarganya. Ruang kerja Ayahnya didepannya.

Ketukan pelan Gisell disambut dengan pintu yang dibuka oleh kepala butler rumahnya yang membukakan pintu agar dirinya segera masuk keruangan ayahnya.

Gisell cukup canggung untuk duduk berhadapan berdua hanya dengan ayahnya sendiri. Pikirannya was-was takut ayahnya bertanya dan menuntut sesuatu tentangnya dan Sanders selama berada di Benteng Soul. Namun sepertinya Marquis Romanov bisa membaca pikiran putri tunggal tercintanya itu.

"Kau tak usah cemas. Aku tidak akan menanyakan apa-apa tentang kalian selama disana." Ujar Marquis yang sukses membuat Gisell yang menundukan kepalanya terkejut

Gisell menatap sang ayah yang ingin mengatakan sesuatu namun entah mengapa terlihat begitu enggan. "Ada apa Ayah?"

"Dia tahu kalian akan mulai menetap kembali di Wings?" Tanya sang Ayah pelan

Gisell terdiam menatap ayahnya yang berusah keras berbicara hati-hati agar tak menyinggung hatinya. Rasa penyesalan dalam dirinya entah mengapa seakan bertambah seiring dirinya kembali ke Wings.

"Kami sudah membicarakannya Ayah... Jangan terlalu khawtir.Kami baik-baik saja" Ujar Gisell yang meraih tangan ayahnya. Menggengam tangan ayahnya seakan meyakinkan bahwa semuanya baik-baik saja dan terkendali.

"Mengenai kediaman kalian, Apa tidak sebaiknya kita tinggal bersama?" Tanya Marquis ragu

"Kami tidak ingin merepotkan Ayah. Dia menyediakan rumah tak jauh dari sini. Aku dan Sanders akan sering mengunjungi." Jawab Gisell

"Tapi-."

"Ayah.. Rasanya tidak etis jika aku wanita bersuami tinggal ditempat terpisah dengan suamiku sendiri bukan?" Ujar Gisell pelan namun sukses membuat pedih dihati Marquis

"Suamimu.. Dia bahkan tidak akan bisa 24 jam bersamamu... Kau tahu itu dengan baik Gisell... Pria itu.." Ucapan Marquis tercekat. Hatinya tak kuasa menahan pedih tak sanggup melanjutkan kata-katanya.

Putri tunggalnya yang ia rawat penuh kasih, yang ia rawat bagaikan permata hatinya sendiri harus bernasib seperti ini. Sesuatu yang sama sekali seumur hidupnya tak pernah terpikirkan.

"Istri Pertamanya tak akan mengizinkan dia sebebas itu Gisell! Ayah hanya takut... Wanita itu tidak bisa diprediksi sama sekali dan pria itu.. Ayah bahkan tak yakin ia bisa melindungimu.." Sang Marquiis menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Suara penuh kefrustasiannya menguar didalam ruang kerjanya.

Air mata lolos dari wajah cantik wanita berusia 23 tahun itu. Berusaha memandang objek lainnya guna menghindari menatap ayahnya. Tangannya mengepal erat. Berusaha menahan semua emosi dalam dirinya.

"Ayah.. Mana mungkin salah satu dari tiga pemimpin Negara ini lemah bukan? Melindungi Anak dan istri nya bukan hal yang sulit untuk Letnan Jenderal.... Sama seperti saat di Soul, Dia juga akan melindungi kami di Wings ayah.. Baik itu dari keluarga Lady Rachel maupun dari musuhnya sendiri.." Ujar Gisell lirih menatap ayahnya yang terlihat sama hancur seperti dirinya.

------------------

TBC

avataravatar