66 Mellisa #5

Alunan musik yang santai dan angin semilir dari pendingin ruangan restoran itu, mampu meredam kebisingan dan hawa panas dari luar. David dan Rebecca terlihat sangat tenang menikmati makan siang mereka. Sesekali mereka mencoba makanan satu sama lain atau menceritakan lelucon kecil yang membuat mereka sama-sama tertawa lucu.

"So, setelah ujian kamu udah free dong?" tanya Rebecca senang.

David tersenyum lalu menggeleng. "Ya nggak, lah. Aku harus meriksa hasil ujiannya anak-anak, ngasi nilai, input nilai, rapat, nyiapin laporannya, ijazah, belom lagi ngajar yang kelas X dan XI… Masih banyak kerjaan sih sebenarnya." Jelas David.

Rebecca tercengang mendengar betapa banyak pekerjaan yang harus dikerjakan pacarnya. Ternyata sehabis ujian, David tidak lantas mempunyai waktu senggang. Pupus sudah impiannya untuk mengajak pemuda itu berlibur romantis berdua.

"Aku usahain bagi waktu deh, biar bisa nemenin kamu kalo kamu butuh." Kata David tiba-tiba.

Rebecca terkejut lalu tersipu malu. Ternyata David benar-benar menunjukan sosok seorang gentlemen dengan tidak begitu saja melepaskan tanggung jawabnya sebagai pacar hanya karena masih banyak pekerjaannya di sekolah.

"Oh, sayang! Kamu udah tahu belom, kalo adek kita udah jadian?" tanya Rebecca tiba-tiba. Ia terlihat begitu senang dengan berita itu.

"Iya. Udah tahu." Jawab David santai.

"Ih! Kamu kok kelihatannya nggak senang gitu? Kenapa emangnya? Emangnya Nadia nggak baik buat Steven?" tanya Rebecca bertubi-tubi.

David terkejut dengan pertanyaan terakhir dari Rebecca dan langsung menatap gadis itu. Bagaimana bisa pacarnya sendiri yang bahkan mengatakan bahwa adiknya, Nadia tidak baik?

"Maksud kamu apa bilang Nadia nggak baik buat Steven? Nadia itu adik aku, lho!" kata David serius.

"Ya, kan kamu tahu sendiri sifat Nadia kayak gimana." Jawab Rebecca pelan. "Tapi, tenang aja. Kata Steven, Nadia jadi lebih lembut sih, sejak mereka jadian." Lanjutnya canggung.

David hanya terdiam. "Lagian seru juga sih, kakak sama adek, sama-sama jadian. Sweet banget, deh." Lanjut Rebecca lagi.

David meletakan sendok dan garpunya dengan sedikit kasar. Ia mulai merasa tersinggung dengan arah pembicaraan ini. Status dalam keluarga akan selalu menjadi topik pembicaraan yang sensitif dalam keluarga mereka.

"Harusnya mereka nggak boleh jadian. Atau salah satu dari kita emang harus putus." Kata David tiba-tiba.

"Kok gitu, sih?" Rebecca terkejut dengan perkataan David barusan.

"Ya iyalah! Mereka bakal jadi saudara ipar. Nggak boleh ada hubungan asmara lagi." Jawab David serius.

"Tapi kan, Nadia cuman anak adopsi. Jadi nggak apa-apa dong, harusnya." Sergah Rebecca.

David menatapnya tajam. Bagaimana bisa ia berpacaran dengan gadis yang bahkan tidak bisa menghargai adiknya, yang sudah tinggal bersamanya lebih dari dua puluh tahun, dan masih tetap menganggap Nadia sebagai anak adopsi?

"Aku nggak suka ngomongin soal ini. Aku udah selesai. Kamu masih mau aku antar pulang atau naik taksi?" Kata David dingin.

"Kita nggak usah berhubungan dulu sampai kamu nyadar posisi kamu dan benerin persepsi kamu tentang Nadia adik aku. Kalo masih nganggep adik aku anak adopsi, jangan deket-deket aku dulu. Aku ilfeel." Lanjutnya dingin.

Rebecca terkejut dengan sikap David yang tiba-tiba berubah dingin hanya karena mereka membahas tentang hubungan Nadia dan Steven. Ia hanya bisa terdiam.

David terlihat sedang tidak ingin menunggu jawaban. Pemuda itu segera membayar semua makanan dan kemudian pergi meninggalkan Rebecca yang masih tercengang dengan sikapnya.

avataravatar
Next chapter