1 Prolog

Hujan deras dan kilat petir terlihat mengguyur permukaan atmosfer. Terlihat di bawahnya kepulan asap yang menari-nari di antara kepungan air, mencoba lolos untuk mencari pertolongan. Kini air itu sudah turun semakin deras menyatu dengan puing-puing bagunan roboh dan jasa-jasad yang sudah tak bernyawa, membawa serta warna merah dan hitam secara bersamaan serta bau anyir yang sejak tadi membumbung dimana-mana.

"Ryuga, ambil ini!"Seorang wanita berparas cantik terlihat memberikan sebuah belati kecil dengan sedikit ukiran di setiap bilahnya kepada anak lelaki di depannya. Wajahnya yang putih polos itu kini telah di penuhi oleh tetesan air hujan dan juga sebuah goresan luka pedang di pipinya. Baju yang awalnya terlihat mempesona kini berubah seperti kain rusak dan lusuh dengan cipratan darah berwarna hitam milik musuh membuatnya mau tak mau terlihat seperti gelandangan.

"Aruka!!"Teriak seorang pria yang tak kalah mengenaskan dari wanita tadi. Ia terlihat kewalahan menahan para musuh yang hendak melukai keluarganya.Terlihat satu dua serangan di luncurkannya dengan ganas kearah para musuh yang sedang meracau di depannya, membuat musuhnya itu mau tak mau harus menjauh beberapa meter dari pria pemberani itu.

"Cepat pergi dari sini, bawa adikmu!"

Kini wanita itu atau lebih tepatnya ibu mereka telah memalingkan tubuhnya sehingga membelakangi ke dua anaknya yang kini berada tepat di belakangnya.

"Tapi, ibu-"Terlihat seorang anak perempuan sedikit merengek tak setuju di belakang tubuh ibunya yang kini telah menjadikan dirinya tameng bagi kedua anaknya.

"Cepat pergi!"Kali ini wanita itu sedikit membentak untuk mempertegas setiap kata-kata nya.

"Ayo pergi.."Seorang anak lelaki menarik tangan mungil di samping tubuhnya, menggenggamnya kuat. Ia tahu kalau kata-kata Ibunya tadi itu tak dapat di toleransi sama sekali. Dan akhirnya dia hanya bisa mengiyakan.

Kini sang Kakak hanya dapat memenuhi permintaan ibunya, ia membawa adik kecilnya itu menyusuri hutan-hutan yang lebat. Tak jarang mereka terjatuh karena tersandung batu ataupun akar-akar pohon yang menonjol keluar dari dalam tanah, yang ada di pikirannya hanya satu, menyelamatkan adiknya.

Ia kembali menengok ke belakang melihat bagaimana kondisi adik kecilnya yang masih berlari tepat di belakangnya. Keadaannya sedikit mengenaskan, meringis melihat itu. Lagi-lagi ia di hantam oleh kenyataan bahwa rumahnya telah hancur. Tapi, yang dapat ia lakukan saat ini hanya kembali melemparkan seulas senyum menenangkan sebelum akhirnya kembali fokus pada jalan yang mereka lewati.

Semuanya akan baik-baik saja, adik kecil.

avataravatar
Next chapter