1 Friend?

"Anjir telat!"

Seorang anak laki-laki berlari dengan sekuat tenaga, sesekali ia melihat jam tangan yang bertengger rapi di pergelangan tangan kanannya. Ini hari pertama ia masuk Sekolah Menengah Pertama dan, gobloknya lagi, ia bangun kesiangan!

"Pak, bukain dong..." Ucapnya sambil masih terengah-engah mengatur nafasnya yang sejak tadi berlomba-lomba keluar masuk paru-paru saat berlari dari persimpangan angkutan kota hingga di depan gerbang samping sekolah barunya itu.

"Loh, kok telat. Cepetan masuk! Itu teman-temanmu sudah di barisan." Ucap garang satpam berkumis lebat itu sambil membukakan kembali gerbang yang beberapa menit lalu sudah ditutupnya.

Tidak lupa mengucapkan terima kasih, anak laki-laki itu langsung berlari menuju lapangan yang menjadi tempat upacara dan juga acara pertama dari kegiatan MOS (Masa Orientasi Siswa) di hari pertamanya. Ia melemparkan tasnya ke balik semak-semak di dekat barisan paling ujung yang bisa ia temui. Berlagak seperti ia sudah berada disana di menit pertama barisan dan santai saat senior berjalan patroli di dekat barisannya.

"YANG TELAT, ITU BARISANNYA BUKAN DISANA! MAJU KESINI!" Terdengar suara lengkingan dari salah satu senior yang menggunakan pengeras suara sedang mengarahkan beberapa siswa yang sudah berani melanggar peraturan MOS. Tetapi anak laki-laki itu berusaha untuk berpura-pura tidak tau atau mendengarkannya, sampai...

"Denger gak kakak senior di depan bilang apaan? MAJU!"

Satu tarikan di kerah bajunya membuat anak itu mau tidak mau pasrah saja digiring maju oleh senior laki-laki yang terlihat lebih garang dan juga tinggi seperti tiang bendera.

"Aish! Ketauan goblok!" Umpatnya dalam hati. Mau tidak mau saat ini ia harus pasrah diseret seperti anak kucing oleh seniornya itu ke depan barisan khusus pelanggar aturan.

Hanya bisa pasrah, pria kecil itu mulai memasuki barisan para murid yang senasib dengannya -melanggar aturan senior. Ia hanya bisa menoleh ke kiri dan kekanan saat mendapati dua senior yang mendata para murid di barisan itu.

"Gak ada dasi. Baju gak rapi." kata senior perempuan di depan murid yang berada di dua baris depan darinya sedangkan senior satu lagi mencatat sesuatu di buku besar yang ia bawa.

"Matilah aku! Aku gak bawa topi!"

"Ah taik."

"Rapiin dasi lu daripada dicatet!"

Kerumunan siswa di dekatnya sudah panik saat tau jika para senior itu sedang mencatat kesalahannya. Ia hanya bisa pasrah karena semua atributnya berada di dalam tas yang tadi ia sembunyikan di semak tanaman, tempat pertama ia berdiri.

"Kenapa lu bego sih, Byun!" rutuknya pada diri sendiri yang jelas tidak berarti apa-apa kecuali pasrah.

"Heh, ini sekolahan ya bukan markas gengster! Lepas!" 

Teriakan dari seniornya itu sontak membuat para siswa dan juga pria kecil itu menolehkan perhatiannya pada satu murid yang baru saja terkena semprotan mercon pagi-pagi dari senior perempuan yang galaknya terlihat tidak natural itu. Tetapi pria kecil itu kesusahan untuk melihat apa yang sedang terjadi di barisan depan. Salahkan saja tingginya yang tidak seberapa itu, tetapi ia penasaran ingin tau apa yang terjadi dan siapa yang terkenal omelan dari senior itu. Sebisa mungkin kedua kakinya berjinjit agar membawa tubuhnya yang kecil itu bisa lebih tinggi lagi untuk melihat barisan di depannya yang berbadan lebih tinggi darinya, tetapi itu tidak berlangsung lama karena ia sudah cukup kesal dan mengurungkan niatnya itu.

"Dasar! Pada makan penggaris kali ini orang, badan tinggi kek jelangkung!" gumamnya kesal.

"Sudah sana! Ambil barisan di belakang, ini kasihan teman kamu yang boncil gak keliatan!" terdengar suara senior itu kembali berteriak pada murid yang tadi berdiri jauh darinya.

"Dih, salah sendiri makannya rengginang jadi badannya kek peyek. Ngatain orang buto ijo, sendirinya kek kuyang." tiba-tiba si murid yang tadi kena marah senior berdiri di sampingnya dan mengomel perlahan tidak terima dikatai oleh senior tadi.

Beberapa saat kemudian, terlihat beberapa murid yang berdiri sebelum dirinya sedang diperiksa oleh senior yang tadi berkeliling memeriksa satu persatu murid disana. Rasa was-was dan gugup tadi tiba-tiba menghampirinya lagi, tetapi satu kalimat yang terlontar dari orang disebelahnya lah yang membuat semua perasaan gugup itu ambyar seketika.

"Napa lo? Kebelet pipis?"

Pria kecil itu langsung menoleh ke arah siswa yang ternyata sejak tadi memperhatikan tingkahnya. "Enggak, mau berak!" jawabnya ketus. Bodo amat deh dengan citranya nanti, udah kepalang kesel. Yakali gugup gini dibilang mau pipis.

"Ya ke WC lah, ngapain berak dimari. Emangnya lo kucing pake garuk-garuk pasir?" timpal si pria tinggi itu lagi dengan santainya.

"Ya suka-suka gue dong mau garuk pasir kek, mau gali kuburan kek. Apa urusannya sama lo? Kenal aja kagak." jawab si kecil ketus. Bukannya apa-apa, dia tuh lagi gugup gara-gara senior itu sudah pasti bakal ngasih hukuman karena dia gak pakai atribut sama sekali seperti topi dan dasi, lah ni orang malah ngajak tubir. Gimana gak kesel coba?

"Oh, gak kenal? Makanya kenalan." jawab pria tinggi itu sambil menaik-turunkan alisnya.

"Najis ih!"

"Heh, ini apaan lagi? Orang yang lain lagi diperiksa kalian malah ribut!"

"Ih ini kak, si kampret ngajak ribut masa. Kan aku diem-diem bae, gak ngopi malahan." kata si kecil melaporkan tindak keributannya dengan oknum kingkong yang entah siapa itu.

"Ngatain lagi ih si bunting!" kata si tinggi tidak mau kalah.

"Ih anjir, siapa yang bunting, hah? Gue cowok ya, punya bijik peler. Mata bapak lu bunting!" ucap tak kalah sengit dari si kecil.

"Ya lo kan bunting, buntelan miring."

"Bangsat!"

Masih asik dengan hina-hinaannya, mereka berdua tidak sadar telah menjadi bahan tontonan dari para murid disana dan juga seniornya yang sedari tadi berada di depan. Alhasil, dua geplakan di kepala didapatkan oleh mereka berdua.

"PISAHIN DIRI KALIAN DI BARISAN BARU DAN PUSH UP 25 KALI!"

"Gara-gara si jahanam!" - rutuk kompak mereka berdua.

avataravatar
Next chapter