webnovel

Surat ditengah malam

Klandasan,

"Pada saat perang dunia kedua Jepang melaksanakan kampanye untuk menaklukan Asia Tenggara. Saat Jepang memasuki Kalimantan dan menaklukan Tarakan. Jepang marah besar karena Belanda telah menghancurkan seluruh kilang minyak di Tarakan dan untuk mencegah terjadinya hal yg sama Jepang mengirim salah satu tahanannya ke Balikpapan yang berada di perintah Letnan Kolonel Van Den Hoogenband."

Cahaya lilin menerangi setiap sudut ruangan. Terlihat berbagai rak buku serta beberapa peta yang sudah mulai menguning tersusun di atas meja mengelilingi ruangan. Di tengah-tengah ruangan terdapat sebuah meja dan kursi utama terbuat dari kayu.

Kedua benda itu terlihat sangat rapuh tanda dimakan oleh usia. Meskipun demikian meja dan kursi tersebut memiliki berbagai macam ukiran-ukiran kompleks yang bisa memukau setiap orang yang berusaha mempelajarinya. Di atas meja itu terdapat sebuah tumpukan rapi surat dan sebuah pulpen.

Cahaya rembulan menyapa dengan lembut melalui jendela yang terbuka di sebelah meja utama. Jendela tersebut menghadap kearah pantai. Angin laut kemudian bertiup memasuki ruangan dan menerbangkan beberapa kertas serta peta.

Suasana malam itu bisa dibilang cukup dingin. Tiba-tiba pintu terbuka dan seorang pria bertubuh jangkung dengan rambut yang sebagian memutih melangkah memasuki ruangan. Pria itu memiliki garis muka yang keras tanda bertahun-tahun pengalaman pahit yang dimilikinya.

Ia adalah Letkol Cornelis van den Hoogenband yang telah diberi tugas oleh pemerintah Belanda untuk memimpin pasukan KNIL yang ada di Balikpapan. Hoogenband kemudian menuju meja utama dan segera menarik kursi. Kursi itu berderit kencang memprotes berat tubuh Hoogenband.

Ia menghela nafas dalam-dalam lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi sembari menikmati dinginnya angin laut malam. Setelah beberapa menit, ia segera mengeluarkan sebatang cerutu dan mendekatkannya ke arah lilin untuk menyalakannya. Ia menghisap cerutunya dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan sekali hembusan.

Kepulan asap bermunculan dan melayang-layang di udara. Dengan tatapan hampa Hoogenband terdiam dan mengagumi kepulan asap yang abstrak tersebut sebelum ia mulai tenggelam dalam surat-surat yang ia raih dari tumpukan di sebelah kanan nya. Beberapa jam terlewat begitu cepat, tanpa terasa malam sudah semakin larut.

Hoogenband baru saja selesai dengan surat terakhirnya. Ia meregangkan lehernya sebentar dan bersiap-siap untuk pergi. Baru saja dia berdiri tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar.

"Masuk!" Sahut Hoogenband dalam bahasa Belanda.

Pintu segera terbuka dan tampak seorang prajurit berdiri di luar. Tampang nya masih muda, kira-kira berumur 25 tahun. Dengan sedikit gemetar prajurit itu mendekat ke arah Hoogenband dan memberikan hormat. Hoogenband hanya tersenyum kecil dan balas memberikan hormat.

"Maaf mengganggu meneer tapi kita baru saja kedatangan 2 orang tahanan Jepang dari Tarakan."

Seketika muka Hoogenband segera berubah serius.

"Kenapa mereka diutus kemari dan siapa mereka?"

Pikiran Hoogenband mulai melayang menspekulasikan seluruh kemungkinan terburuk yang akan terjadi.

"Mereka adalah kapten Colijn dan kapten Reiderhoff. Mereka membawa sebuah surat dari tentara Jepang."

Prajurit itu segera meraih sebuah lipatan kertas dari saku dada nya dan memberikan nya pada Hoogenband.

"Apa kau sudah membacanya?"

Tanya Hoogenband sambil menerima surat dari tangan prajurit itu.

"Belum meneer." Ucap prajurit itu agak gemetar.

"Bagus." Balas Hoogenband sambil membuka lipatan kertas.

"Jika Belanda berani merusak fasilitas ladang minyak Balikpapan dan sekitarnya, maka semua komandan, prajurit-prajurit dan yang terkait akan dibunuh tanpa terkecuali."

Isi surat itu singkat tapi cukup untuk membuat muka Hoogenband seketika itu juga memerah. Ia meremas kertas itu dan merobek-robek nya menjadi berkeping-keping dan memukulkan tangan nya dengan kencang ke meja. Sontak sang prajurit terkaget dan mundur dua langkah.

"Jepang tidak boleh memasuki Balikpapan!!! Buat barikade di sekeliling kota dan hancurkan seluruh kilang minyak yang berada di Balikpapan! Om deze stad binnen te komen, ze moeten gemaakt zijn van korpsen, begrepen? Dan beri tahu kapten Colijn dan kapten Reiderhoff agar besok berkumpul di markas besar."

Perintah Hoogenband sambil menunjuk prajurit itu.

"Ja meneer!"

Prajurit itu segera memberi hormat dan bergegas meninggalkan ruangan, menyisakan Hoogenband dan keheningan di ruangan itu. Hoogenband segera memperbaiki posisi kursinya dan terduduk diam. Ia mengusap-usap wajahnya yang lelah dan berpikir sejenak.

"Apa yang harus kita lakukan? Kapan Jepang akan menyerang? Berapa banyak pasukannya? Arghhh…"

Hoogenband mengacak-acak rambutnya bingung apa yang harus ia lakukan. Baginya beban yang harus ditanggungnya ini terlalu berat. Meskipun sudah tahu akan rencana penyerangan Jepang tapi Hoogenband tidak mengantisipasi penyerangan yang begitu cepat.

Hoogenband segera duduk dan mengambil sebuah kertas kosong beserta pena. Ia kemudian mulai menulis sebuah surat kepada atasan yang ada di Batavia.

"Surat ini dikirimkan oleh kurir tercepat yang kami punya dan seharusnya tiba dalam 2 hari. Kami melaporkan bahwa rumor mengenai invasi Jepang terbukti. Saat ini, Kota Balikpapan sudah ditarget oleh Jepang. Maka dari itu, kami akan mundur dari Kota Balikpapan untuk bergabung dengan divisi lainnya di Samarinda. Kilang-kilang di Kota Balikpapan akan kami luluh lantahkan agar Jepang tidak mendapat keuntungan. Demikian surat ini."

Setelah beberapa kali membaca ulang surat yang ditulisnya, Hogeenband kemudian melipatnya lalu menyegelnya dengan lilin dan diberi cap kerajaan. Ia kemudian memanggil kurir tercepatnya. "BUDJANG!" Teriak Hoogenband tetapi tidak ada yang menyahut. "BUDJANG!" Sekali lagi Hoogenband berteriak, namun kali ini seorang anak remaja berkisar umur 15 tahun segera berlari memasuki ruangan.

"Ja, Meneer ada apa?", jawab Budjang kurir tercepatnya

"Kirimkan surat ini kepada jendral utama di Batavia dalam 2 hari".

"Siap meneer".

Hoogenband kemudian melangkah keluar dari ruangannya sambil menyalakan rokoknya yang mati.