webnovel

Part 2

     Duduk santai di meja kerjanya. Mengamati tumpukkan proposal yang sudah menanti sejak lama, namun tak kunjung disentuh olehnya. Menyeruput kopinya, yang merupakan gelas ketiga setelah seharian melewatkan jadwal makannya. Suramnya malam terpampang jelas dari balik dinding kaca apartemennya. Sedikit memutar posisi kursi kerjanya, mencoba mengalihkan pandangannya ke gedung-gedung pencakar langit yang berada di sekitar gedung apartemennya.

     Lama mengamati pemandangan itu, ia kembali menoleh ke tumpukkan proposal itu. keningnya mengkerut seakan tengah beradu batin. Menghela nafas karena lelah memikirkan itu. kali ini ia mengalihkan pandangannya kearah tempat tidur yang berada tepat di depan meja kerjanya. Disana, putri kesayangannya tengah tertidur pulas. Diamatinya wajah imut itu, gemas bukan main hingga tersenyum lama. Rasa rindu mendadak menyelimutinya. Cepat-cepat memutar posisi kursinya agar membawanya kembali menghadap ke luar dinding kaca. Dan kembali menghela nafas. Tentu senyuman itu sudah hilang dari wajah tampan itu.

     Tangannya bergerak cepat meraih cangkir kopi, sudah habis. Berniat kembali membuat kopi, ia bangkit dari duduknya, melangkah menuju dapur yang tampak seperti mini bar. Ketika hendak menuang kopinya, matanya tak sengaja melihat sebuah memo kecil yang menempel di mesin pembuat kopi itu. 'Jangan minum lagi!' tentu itu tulisan Sora. Walau Sora tidak akan tahu jika ia tetap meminumnya, tapi Sehun tetap memilih menyudahinya. Mengapa? karena Sehun selalu mendengarkan perkataan Sora. Merasa sudah sangat kelelahan, Sehun melangkah menuju kasur. Berbaring disamping Sora, sedikit berhati-hati ketika hendak naik keatas kasur, takut jika Sora terbangun berkat guncangan yang ia lakukan. Malam itu ia lewati dengan tidur lebih awal.

--

"Eonni...!!!!!! Akhirnya kau pulang juga!!!" teriak Hyeri memeluk kakaknya yang sudah 4 tahun lamanya tak kembali. "wah.. Aku rindu sekali padamu.." melompat ria dalam pelukan itu. Tidak menghiraukan raut wajah tak suka dari Yoona. "mana hadiah untukku?" ucapnya sesudah itu. Hal yang sudah ditebak oleh Yoona.

"Tidak ada." jawab Yoona singkat. Melepaskan pelukan itu lalu berlalu pergi menuju kamarnya. Tapi seseorang kembali menghalanginya.

"Nuna!!!" kali ini Baekhyun yang memeluknya. Yoona tetap dengan raut tak sukanya. "kupikir kau tidak akan kembali lagi." ujar adiknya itu dengan manja. Ia terlihat sangat bersemangat, berbeda dengan Yoona yang terlihat sangat terganggu dengan tingkah mereka. "nuna.." beralih menatap Yoona dengan mata bulatnya yang berbinar. "hadiah untukku?" lalu menyengir lebar.

"Tidak ada." jawab Yoona dengan jawaban yang sama. Mendorong tubuh adiknya itu agar tidak menghalangi jalannya. Tidak ingin terganggu lagi, kali ini ia melangkah cepat, masuk kedalam kamarnya yang lebih ia rindukan dari seisi rumah itu. Hal pertama yang ia lakukan disana. merebahkan tubuhnya diatas kasur empuknya. "hah, hanya hadiah yang mereka ingat?" menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. dari luar kamar, terdengar suara teriakkan kedua orangtuanya yang tengah memanggil namanya. Terdengar juga suara ketukkan pintu, sepertinya mereka tidak bisa membuka pintu kamarnya, itu karena Yoona mengunci pintunya dari dalam. Ia merasa harus beristirahat terlebih dahulu. Hari sudah terlalu larut untuk mengobrol dengan keluarganya yang tak pernah jauh dari kata berisik.

--

     Selimut tebalnya sudah berada di lantai, ditemani bantal dan guling miliknya. Lalu dirinya? Menguasai tempat tidur yang besar itu dengan kedua kaki dan tangannya yang terlentang lebar. Dengan dress ketat yang masih melekat di tubuhnya, syukur tidak ada yang melihat kondisinya pada saat itu. Sungguh, benar-benar kacau. Dari balik pintu kamarnya, suara aneh menyambut paginya. Suara aneh? Sebenarnya itu suara ayahnya yang tengah bernyanyi, namun sama sekali tidak pantas didengar. Sama kacaunya dengan kondisi gadis itu.

"Appa!!! Diamlah!!!" teriak Yoona yang masih terbaring malas di atas kasurnya. Masih menutup matanya. Masih berharap kembali ke dalam mimpinya. Sayangnya, suara aneh itu semakin terdengar jelas. Melengking tak berujung. "Aaarggggghhhh!" geram bukan main. inilah salah satu alasan dirinya enggan balik ke Seoul.

"You are my everything.. Byeolchorom ssodajineun unmyeonge.." terus bernyanyi bak Gummy sungguhan. "Geudaeraneun sarameul mannago.. Meomchobeorin.. Nae gamseumsoge.. Dan hanaui sarang.." ayahnya diam sejenak, menarik nafas panjang. Penuh keseriusan, menempelkan pipinya ke pintu kamar Yoona, siap melanjutkan sisa lagunya. "You are my everything.." beberapa detik lamanya hingga akhirnya suara ayahnya benar-benar tak terdengar lagi. Itu karena Yoona sudah berdiri di ambang pintu dengan wajah mengutuknya. Menatap ayahnya penuh amarah. "Omona, Putriku!" seakan tidak menyadari raut wajah anaknya itu, tanpa segan langsung memeluk Yoona. Penuh kerinduan. Dari jauh, suara teriakan tak kalah kacau terdengar, suara itu semakin mendekat dan semakin mendekat. Belum sempat mengedipkan mata, ibunya sudah ikutan menempel pada pelukan itu. Terkurunglah dirinya diantara pelukan ganda yang diiringan teriakan melengking dari kedua orangtuanya.

"Hentikan.." ujarnya penuh kesabaran. Tapi orangtuanya masih saja menempel padanya. "Kubilang hentikan!" mengalahkan teriakan orangtuanya dan sukses melepaskan pelukan itu.

"Anakku.. Kenapa kau berteriak seperti ini?" kata ibunya seraya mengelus telinganya.

"Hoh, sedari tadi kalian juga berteriak." mendahului orangtuanya melangkah menuju dapur. Masih dengan dress ketatnya dan rambutnya yang super berantakkan. Menghampiri wastafel dapur guna membasuh wajahnya. "apa mobilku sudah sampai?" ujarnya yang kini tengah meneguk air mineral. Duduk di ruang makan dan mulai menyumpit dadar gulung buatan ibunya.

"Sudah dari 3 hari yang lalu." kata ayahnya yang ikutan menyumpit dadar gulung itu yang ternyata terlalu asin. Mereka bahkan memuntahkannya secara bersamaan. Wajah ibunya langsung petak tak senang.

"Aku hanya ingin jalan-jalan saja." mencoba menyendok sup kimchi, hendak memuntahkannya, tapi ketika itu dilihatnya wajah ibunya yang tengah menatapnya penuh kutukkan. Hal hasil sup kimchi itu tertelan begitu saja. "eomma.." panggilnya lembut.

"Ne.." jawab ibunya tak kalah lembut diikuti senyumannya yang lebar.

"Mulai saat ini, carilah seorang koki." lalu pergi dari sana. Masuk kedalam kamarnya dan tak lupa mengunci pintu kamarnya. Ia bergerak dengan sangat cepat, hingga berakhir 15 menit saja, ia sudah siap untuk pergi dari rumah itu.

--

     Dengan Sora yang berada di pelukkannya, Sehun melangkah santai masuk kedalam perkarangan sekolah. Sehun terlihat santai dengan setelan trainingnya. Lalu Sora terlihat anggun dengan gaun putihnya. Ketika itu Sehun hendak menurunkan Sora dari pelukannya, namun putrinya itu malah melingkarkan tangannya di leher Sehun. Balik memeluk Sehun bahkan lebih erat, ia terlihat enggan berpisah dengan ayahnya. Salah seorang pengajar datang menghampiri mereka. Mencoba membujuk Sora agar ikut dengannya. Tapi ditolak oleh Sora.

"Sora-a.. kau harus sekolah.." bujuk Sehun mencoba melepaskan pelukannya.

"Appa tidak boleh pergi.." tolak Sora semakin mempererat pelukkannya. "Sora mau appa tetap disini." pinta anak itu. Menatap Sehun dengan tatapan memelasnya. Diam sejenak mencoba memikirkan itu. Lama menunggu, Sora malah merengek manja berusaha menahan ayahnya disana.

"Baiklah, tapi appa tidak bisa lama." ujar Sehun dan mulai melangkah masuk kedalam gedung sekolah, ditemani sang guru yang menuntunnya menuju kelas Sora.

"Wah.. hari ini Sora ditemani appa?" sapa ibu guru lainnya yang sudah lebih dulu berada di kelas. Sora mengangguk senang hingga tertawa kecil. Kali ini Sehun baru bisa melepaskan pelukan itu dan menurunkan Sora darinya. Anak itu langsung berlari guna bergabung bersama teman-temannya. "selama ini Sora selalu mengatakan bahwa ia merindukan appa-nya, padahal hanya beberapa jam saja terpisah, ia sudah sangat merindukan anda." kata ibu guru itu. "sepertinya ia sangat takut kehilangan anda.. dia pasti sangat menyayangi anda." sambungnya.

"Begitukah?" sejauh ini Sehun tidak terlalu mengetahui keadaan Sora. Dirinya terlalu sibuk dan Sora lebih sering ia titipkan ke orangtuanya.

"Anda bisa duduk disini, kami akan segera memulai pelajaran hari ini." meminta Sehun untuk duduk disana, bergabung dengan beberapa orangtua murid yang juga berada disana. Namun satu hal yang jelas, Sehun terlihat sangat tampan bergabung bersama para ibu-ibu.

--

"Yuri-a... Eodiya?" teriak Yoona ke ponsel miliknya. Saat ini dirinya tengah menghubungi teman dekatnya. Teman masa SMA-nya yang sama-sama bersekolah di Jepang dengannya. Namun mereka berpisah sejak Yoona memilih pindah ke Sydney untuk melanjutkan pendidikannya ke Universitas disana.

"Yak.. hubungi aku nanti." bisik Yuri. sambungan telepon itu pun terputus. Dirinya yang tengah menyetir memilih menepikan mobilnya sejenak di tepi jalan.

"Mwoya.." kesal tidak dihiraukan, ia mencoba kembali menghubungi teman dekatnya itu. Tidak diangkat. Tidak kenal lelah, ia kembali menghubungi nomor Yuri.

"Yak!" teriakan Yuri lah yang pertama mengguncang gendang telinganya. "jangan telepon aku sekarang." dan kini berbisik. "aku sedang di sekolah.." tambahnya dengan suaranya yang terdengar tertahan.

"Hehhh? Sekolah? Apa yang kau lakukan disana?" tanya Yoona yang ternyata sudah melacak lokasi Yuri. Dengan senyum nakalnya, menekan tombol lospeker di ponselnya dan kembali menyetir. Mobilnya mulai melaju menuju lokasi yang ia dapatkan.

"Bukankah sudah pernah aku katakan? Aku bekerja di sekolah kanak-kanak." masih berbisik tapi kini terdengar lebih malas.

"Heol.." lalu tertawa kencang mendengar itu. "soal itu aku lupa. Baiklah jika begitu, aku kesana sekarang. Tunggu aku.." kali ini Yoona yang lebih dulu memutuskan sambungan itu.

"M-mwo? Yak.. yak!!!!!!!!!" dan teriakan Yuri tak lagi didengar olehnya. 

     Memarkirakan mobilnya di area parkir yang dikhususkan untuk orangtua murid. Tak lupa menebalkan lipstik pink terangnya, tersenyum imut ke cermin dan siap keluar dari mobilnya. Yoona keluar dari mobil seraya menyeruput nikmat americano yang tadinya dia beli di perjalanan. Entah menyadari itu atau tidak, semua orang yang berada di perkarangan sekolah serentak melihat kearahnya. Beberapa ibu-ibu terlihat berlari menuju anaknya lalu menutup mata anak mereka. Ada juga yang melotot jijik penuh amarah. Dan para ayah, hanya termenung melihatnya. Mengapa begitu?

     Pada saat itu dirinya hanya mengenakan kaos turtle neck ketat bertangan puntung dan rok mini. Cukup tidak pantas untuk dikenakan di tempat seperti itu--dan sangat tidak cocok pada musim gugur. Apa dia tidak merasa dingin? Seakan benar-benar tidak menyadari itu, itu terus melangkah, dengan heels 7cm yang ia gunakan, melenggang masuk ke dalam gedung. Seorang petugas keamanan menahannya di pintu masuk, petugas itu menanyakan beberapa pertanyaan padanya, tapi dapat dengan mudah di jawab olehnya dan bisa segera masuk kedalam gedung itu.

"Adiknya Yuri? Bukankah Yuri tidak memiliki saudara?" batin si petugas seraya mengamati Yoona yang terus melangkah masuk. "keundae, aggasi.." mencoba menahan Yoona lagi, Yoona segera mempercepat langkahnya, melangkah asal guna meloloskan diri. Trrrt.. trrrt.. ponselnya bergetar. Dilihatnya nama Yuri di layar ponselnya. Tersenyum girang sembari menerima panggilan itu.

"Yak! kita ketemuan diluar saja, setelah selesai mengajar aku akan.."

"Aku sudah disekolahmu." sela Yoona. Lalu menyeruput americanonya.

"Mwo!!!!!!!" teriakan itu keluar kencang dari ponselnya, tidak hanya dari ponselnya, Yoona juga dapat mendengar teriakan Yuri di gedung itu. Pertanda bahwa Yuri benar-benar berada di sekolah itu. "michoso?!!! omo." mulutnya gerah hendak mengeluarkan sumpah serapah. "eo-eodiya!" dan suaranya bergetar menahan amarah.

"molla, cepat cari aku." kembali memutuskan panggilan itu dan tetap tersenyum. Tidak bisa membayangkan semarah apa temannya itu. Seraya menikmati americano miliknya, bersandar pada dinding gedung, menunggu Yuri menemukannya.

--

"Appa!" panggil Sora dari jauh seraya menunjukkan lukisan yang tengah ia buat. Sehun tersenyum kepadanya diikuti acungan jempolnya untuk memberi sang putri semangat.

"Himnae!" ujarnya hanya dengan gerakkan mulut. Trrrt.. Trrrt.. ponselnya bergetar. Tapi tidak dihiraukannya. Dirinya asik mengamati Sora dari jauh. Senang bisa melihat langsung aktifitas putrinya itu. Trrrt.. Trrrt.. kembali bergetar dan terus bergetar. Ia mencoba untuk tetap tidak menghiraukan panggilan itu.

"Sora benar-benar anak yang baik.." kata seorang ibu yang duduk disampingnya. Lantas Sehun langsung menanggapinya. "kemarin kulihat seorang anak tanpa sengaja menumpahi makanan ke celananya, tapi ia tidak marah. Sama sekali tidak marah. Ia malah tersenyum ke temannya itu dan pergi begitu saja ke toilet. Aku mengukutinya dan memintanya untuk mengganti celananya dengan rok anakku yang kebetulan sudah aku siapkan untuk jaga-jaga. Aku tidak tega melihatnya menggunakan pakaian yang kotor seperti itu."

"..." Sehun mendengarkan semuanya dengan baik.

"Tapi tidak lama dari itu, aku menemukannya di taman, ia tengah menangis. Ketika aku tanya mengapa, ia mengatakan, ia takut bahwa appa-nya akan marah karena ia menggunakan rok itu. Aku jadi serba salah, aku tidak memiliki pakaian lain selain itu. Karena itu, kebetulan kau ada disini, aku ingin minta maaf. Sora menggunakan rok atas permintaanku. Aku tidak tahu bahwa kau melarangnya menggunakan rok seperti itu."

"Aniyo gwenchanayo.. Anda sudah berbuat baik mengapa meminta maaf?" sahut Sehun. "saya yang seharusnya berterimakasih." tambahnya.

"Dan juga berkat anda, sekarang saya juga ikut melarang anak saya menggunakan rok pendek. Mengingat banyaknya kejahatan terhadap anak, benar-benar merisaukan."

"Aah, benar sekali. Karena itu juga saya selalu menyempatkan diri untuk mengantar dan menjemput Sora." ujarnya.

"Anda benar-benar hebat. Disela kesibukkan anda, anda masih bisa menjaga Sora dengan baik." memujinya tanpa henti. Sehun jadi bingung hendak berkata apa. "maaf jika saya lancang, tapi.. Apa anda tidak berniat mencari ibu untuknya? Kurasa nantinya Sora akan lebih bahagia jika ia memiliki seorang ibu." tanya ibu itu takut-takut. Raut wajah Sehun berubah tak tertarik, dan ibu itu dapat merasakan perubahannya. "aa, jesong hamnida. Saya sudah terlalu banyak bicara." Trrrt.. Trrrt.. dan ponsel Sehun terus berdering. Tidak ada pilihan lain.

"..." tersenyum seadanya ke ibu itu. Melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Ia mendengus tak bersemangat. "saya keluar sebentar." pamitnya. Buru-buru melangkah keluar dan langsung menerima panggilan itu.

--

"Yak!" panggil Yuri dari jauh. Dengan girang Yoona berlari menghampiri temannya itu. Segera dipeluknya Yuri dengan ponsel dan americano yang masih ditangannya.

"Aku sangat merindukanmu.." tidak menghiraukan raut mengutuk Yuri.

"Kau benar-benar gila. Ada apa dengan pakaianmu? Kenapa kau berpakaian seperti ini! Kau tidak kedinginan?!" memukul badan Yoona dengan geram, membuat Yoona langsung menjauh menghindari pukulannya.

"Aku tidak ingat dengan pakaianku.. mianhae." dan kembali menengir.

"Aish kau ini." mengacak pinggang dengan kesal. "ikut aku." menarik Yoona, hendak membawa Yoona keluar menuju taman. Mereka melangkah melewati kelas-kelas yang dipenuhi dengan anak-anak.

"Berisik sekali." keluh Yoona yang tak terlalu menyukai anak-anak.

"Lalu kenapa kau kesini!" betak Yuri lagi yang masih saja kesal terhadapnya. Tiba-tiba saja tangannya tertahan. Itu dikarenakan Yoona berhenti melangkah. Bahkan Yoona melepaskan genggaman tangan Yuri dari tangannya. Ketika Yuri menoleh padanya, dilihatnya Yoona tengah termenung dengan matanya yang menatap lekat ke seorang pria. Seorang pria yang berdiri beberapa meter didepan mereka, tidak jauh dari pintu masuk. "yak.." mencoba menegur Yoona, tapi gadis itu tetap saja mematung disana. "hoh, kenapa semua orang jatuh cinta padanya?" gumam Yuri yang tentunya sudah mengenal pria itu. Yang tengah mengobrol dengan seseorang dibalik ponselnya.

"Mwoya, kau kenal dia?" bisik Yoona. sadar setelah mendengar perkataan Yuri.

"Tentu saja.." jawab Yuri malas. "anaknya sekolah disini."

"Anak?!!" kaget bukan main. "aah.. majja." baru ia ingat mengenai tragedi ice cream itu. "pantas saja aku merasa pernah melihatnya. Aish, sangat memalukan."

"Waeyo?"

"Jadi perempuan cengeng itu sekolah disini?" grutunya.

"Bagaimana kau bisa tau? Ah, maksudku, bagaimana kau tahu bahwa anaknya seorang perempuan? Aku belum mengatakannya."

"Kemarin aku tidak sengaja menabrak anaknya di kafe. Ice cream anaknya jatuh ke dressku, dan kau tahu? ia marah besar padaku. Hah, padahal dress mahalku sudah ternodai dengan ice cream anaknya, jika saja ia tahu semahal apa dressku.."

"Mwo? Kau menabrak Sora? Dan dia marah? Semarah itu?" sela Yuri. "hah, kurasa kau satu-satunya orang yang membuatnya marah."

"Apa maksudmu?"

"Selama ia mondar mandir disekolah ini, ia dikenal sebagai pria penabur senyuman. Ia sangat ramah kepada siapapun. Marah? Aku tidak pernah melihat atau mendengarnya. Bahkan jika terjadi sesuatu terhadap anaknya, ia tetap tersenyum kepada kami. Mendengar ceritamu, aku jadi penasaran seperti apa dia ketika marah."

"Seram. Tapi tetap tampan." mendadak tersenyum terpana dengan pria yang masih asik dengan ponselnya itu. "oo?" dilihatnya pria itu melangkah keluar masih serius dengan ponselnya. Kakinya Yoona reflek melangkah mengikuti pria itu.

"Yak.. kau mau kemana? Jangan bilang kau mau menemuinya." mencoba menahan Yoona, tapi tangannya ditepis dengan cepat.

"Dia terlalu tampan untuk dibiarkan begitu saja." dan terus melangkah. Melewati kelas-kelas yang semakin terdengar berisik.

"Appa...!" teriak seorang anak. Ketika itu dilihatnya pria itu yang berhenti melangkah. Yoona pun ikut berhenti melangkah dan mencoba mencari arah suara itu. Tidak ada seorang pun di hadapannya selain pria itu, ia mencoba berbalik dan BRUKKK! Seorang anak menabraknya.

"Oh GOD!" erang Yoona dalam hati. "anak ini lagi?" dilihatnya anak itu yang terduduk di lantai dengan selembar lukisan ditangannya yang sudah basah. Basah? "..." mendadak mematung. Baru ia sadari, americano yang sedari tadi di tangannya sudah meluncur ke lantai, dan mengenali lukisan anak itu. Tentu, tak lama kemudian suara tangis Sora terdengar menggema di sepanjang koridor itu.

"Appa!!!" tangisannya membuat Sehun berlari kencang kearahnya. Hal pertama yang Sehun lakukan, menggendong Sora dan mengelus pundaknya. "appa.. lukisanku rusak.." Sehun terus berusaha membuat Sora tenang. Dihadapannya, masih mematung mengutuk diri sendiri. Tak tahu hendak mengatakan apa. Yang pastinya, Yoona malu luar biasa.

menoleh kearah Yoona. dilihatnya Yoona yang tengah melangkah mundur hendak kabur. Seakan menyadari sesuatu. "yak ahjumma, kau mau pergi begitu saja?"

"Mwo? Ahjumma?" pikir Yoona. Ia malah terbodoh mendengar dirinya disebut seperti itu.

"Tunggu, kau?" dan akhirnya benar-benar mengingat wajah itu. "kau, kau bukannya yang kemarin menabrak anakku?" kata Sehun tak percaya. Yoona memaksakan sebuah senyuman.

"Aaa.. Itu.. Mmm.. Aku.."

"Apa kau alergi terhadap anak-anak? Segitunya sampai gemar melukai mereka?" wajah Sehun mendadak serius, perkataannya menusuk hingga menancap tajam.

"M-mwo?" perkataan itu membentur batinnya.

"Jika kau tidak menyukainya, sebaiknya kau menjauh dari mereka. Ini yang kedua kalinya kau membuat anakku menangis. Aku tidak ingin terjadi yang ketiga kalinya, karena itu, kumohon pergilah dari sini. Ani, menjauhlah dari sini. Dari mereka yang tak kau sukai." Sehun membawa Sora pergi dari sana. Saking marahnya sampai lupa bahwa jam belajar Sora masih panjang. Seiring kepergiannya, beberapa pengajar terlihat keluar dari kelas. Mereka seperti tengah mencari sumber keributan yang tadinya mereka dengar.

"Yuri-a.. apa yang telah terjadi?" kata salah seorang dari mereka.

"Oo, tidak terjadi apa-apa kok.." melangkah cepat menghampiri para pengajar yang sudah berkumpul di koridor itu. Berkata manis dan sedikit mendorong paksa mereka agar kembali kedalam kelas. Dan Yoona, masih mematung disana.

"..." tak bisa berkata. perkataan yang baru saja Sehun lontarkan benar-benar menyakiti perasaannya. "alergi anak-anak? Melukai? Me-menjauhi mereka?" memikirkan perkataan itu membuatnya merinding. Pertama kali untuknya diperlakukan seperti itu. "dan, ahjumma?!!!" dan ini yang lebih membuatnya shock. "apa aku terlihat seperti ahjumma?"

"Yoona-a, gwenchana?" Yuri kembali ke hadapannya. Sepertinya temannya itu lebih mengkhawatirkannya.

"Yuri-a, apa aku terlihat seperti ahjumma?"

"Ne." jawab Yuri polos.

"Mwo?" tak terima dengan jawaban itu. "yak, kau tahu berapa biaya yang kuhabiskan untuk perawatan di sana?" malah memarahi temannya itu.

"Bukan tubuhmu, tapi dandananmu." bentak Yuri yang lelah menahan amarahnya. "berhentilah menggunakan makeup setebal ini. Lihat ini, sungguh norak. Kau tidak perlu dipoles juga sudah cantik."

"Memarahiku lalu memujiku." grutunya pelan. "bagaimanapun juga aku ini seorang designer, mana mungkin tidak menggunakan makeup." bantahnya.

"Tapi tidak senorak ini." diam sejenak. "wah, jinja, benar seperti yang kau katakan. Dia benar-benar seram. Setiap kata yang keluar dari mulutnya luar biasa menyakitkan. Yak, kenapa kau diam saja, kupikir kau tidak sepenuhnya salah. Sora yang menabrakmu."

"Dan minumanku membasahi lukisannya." sambung Yoona. "sepertinya aku ditakdirkan untuk dibenci olehnya. Aish! Kenapa dia harus tampan!" menapakkan kakinya kelantai dengan kesal.

"omo, pakaianmu.." baru disadari. Ternyata baju dan rok Yoona juga terkena minumannya. Membeku tak berkutik. Yuri tahu betul bahwa Yoona sangat mencintai pakaian-pakaiannya. "sebaiknya kau pulang saja." kata Yuri. "yak, sebelum ada yang melihat, cepat sana pergi.." mendorong Yoona agar segera melangkah pergi. Dengan ekspresi wajahnya yang seakan hendak menangis, Yoona melangkah lemah keluar dari gedung sekolah itu. Marah, malu, menyesal bercampur aduk mengacaukan batinnya. 

Continued.. 

(Lanjut? Komentarnya dulu dongs)

Next chapter