1 Prolog

***

Suara tangis terdengar lantang dari salah satu kamar di Istana Alba. Sang suami yang menunggu dengan perasaan was-was sejak tadi, langsung masuk ke kamar istrinya dengan tubuh gemetar.

Raja Agung Mahaphraya yang baru saja sampai langsung mengikuti putranya dari belakang. Saat masuk ke ruangan tersebut, sang raja mengulum senyum tatkala melihat Gasendra berurai air mata melihat istri dan cucunya yang selamat.

"Selamat, kau sudah menjadi ayah," ujar Jahankara memberi selamat.

Tak ada balasan dari Gasendra. Pria itu sedang menangis haru melihat istri tercinta serta anak mereka yang selamat serta sehat.

"Arunika, terima kasih. Terima kasih sudah bertahan," ucap Gasendra yang masih menangis di pinggir tempat tidur.

Wanita yang disebut namanya hanya tersenyum, tubuhnya terlalu lemas untuk sekadar berbicara. Anak mereka baru saja dibawa oleh para bidan dan dayang yang membantu persalinannya untuk dibersihkan terlebih dahulu.

"Gasendra, apa kau senang?"

Pria itu menoleh cepat pada sang raja. Dia terhenyak karena melupakan keberadaan sang ayah sekaligus Raja Agung Mahaphraya. Gasendra mengangguk pelan, "Sangat senang, Yang Mulia."

"Kalau begitu, aku juga senang."

Suasana hening menyelimuti mereka. Tak ada satu pun yang berbicara. Namun, kejadian itu tak berlangsung lama, karena Pangeran Mahaphraya yang baru lahir sudah dibawa ke kamar dalam keadaan bersih.

Seorang bidan yang menggendongnya menyerahkan pangeran mungil itu pada Gasendra dengan hati-hati. Gasendra langsung menerimanya dengan senyum yang merekah.

Ditimang-timangnya anak yang tenang itu dengan penuh kasih sayang. Sang ibu hanya bisa menatap suami dan anak itu dengan senyum yang terurai.

Tidak ada yang tak tersenyum di ruangan itu, bahkan sang raja sekalipun. Semua orang di dalam sana tersenyum melihat tatapan teduh milik Gasendra yang menatap putra serta istrinya dengan penuh cinta.

Dan tidak ada pula yang lebih membahagiakan bagi Arunika dari kelahiran putra pertamanya. Hati wanita itu menghangat melihat keakraban mereka. Dia menoleh pada sang raja yang sedang memperhatikan keduanya.

Jahankara yang merasa ditatap oleh seseorang pun langsung menatapnya balik. Dilihatnya Arunika dalam kondisi lemah sekalipun tetap memberikan salam hormat padanya, walau hanya dengan anggukan kecil. Dia hanya mengedipkan mata dalam waktu cukup lama untuk menanggapi hal itu.

"Siapa namanya?" tanya Jahankara menatap lurus pada putra semata wayangnya.

Gasendra tersenyum lebih dahulu, kemudian menjawab, "Chandra, namanya Chandra. Malam ini cahaya bulan terlihat lebih terang daripada biasanya. Saya berharap dia dapat membawa nasib baik dan cahaya bagi Kerajaan Mahaphraya."

Jahankara terdiam saat mendengar itu. Apakah Gasendra tidak menyadari ucapan dan harapannya?

Anak laki-laki itu ... dia tidak bisa menjadi calon Raja Mahaphraya, karena dia hanyalah seorang pangeran yang terlahir dari istri ke dua atau yang lebih dikenal sebagai selir.

"Chandra, hh ... Gasendra, hh ...."

Panggilan lirih terdengar di telinga beberapa orang yang berdiri tak jauh dari ranjang Arunika.

Baik Gasendra maupun Jahankara, mereka sama-sama membelalakkan mata saat melihat manik Arunika yang perlahan tertutup rapat.

"Arunika!"

Pekikan panik milik Gasendra bergema di kamar utama Istana Alba, diiringi dengan tangisan melengking dari putra di dekapannya.

Pangeran Chandra seolah-olah tahu apa yang sedang terjadi pada ibunya.

———

Ternyata prolognya selesai lebih cepat dari dugaan saya

Hope you like it, All!

avataravatar
Next chapter