1 PROLOG

"Jangan menangisiku. Karena air matamu membebaniku," pinta Zaidan.

"Be-beban?" tanya Hazel tak percaya.

Zaidan memberanikan diri meraih tangan Hazel dan menggenggamnya lembut. "Jangan bergantung padaku. Kamu harus kuat dan percaya diri. Tidak bisakah kamu begitu sehingga aku tidak terlalu khawatir?"

Hazel terisak. "A-aku—"

"Aku ingin memberimu kesempatan. Apapun takdirmu, maupun masa depanmu, aku ingin memberimu kesempatan untuk bahagia. Aku tak ingin mengacaukan hidupmu, jadi berhentilah mencintaiku." Zaidan kembali meminta untuk yang kesekian kalinya.

Kedua tangan Hazel bergetar, menghempaskan tangan Zaidan dalam satu hentakkan. "Aku akan hidup seperti yang kuinginkan, jadi pergilah kalau kau tidak menyukainya. Begitu maksudmu? Kenapa tidak berkata seperti; mari mencoba saling memahami dan lewati semua ini bersama-sama. Kenapa tidak seperti itu?"

Zaidan menunduk dan menggelengkan kepalanya pelan. "Sebab aku tidak yakin itu akan berhasil." Pria itu kembali mengangkat dagunya lalu tersenyum kecut. "Aku fikir ... mencintaimu adalah kesalahan. Jadi, mari ambil jalan masing-masing dan temukan kebahagiaan masing-masing."

"T-tapi—" gumam Hazel gugup.

"Aku ingin kamu kembali ke kehidupanmu!" pinta Zaidan. Menatap manik mata Hazel, mencoba mengalirkan rasa cinta dari sorot matanya.

"Tidak! hiks." Kali ini Hazel tak mampu lagi menahan tangisnya. Mencekal kedua tangan Zaidan kuat, menangis meraung seakan tak ada hari esok. "Aku ingin hidup denganmu, menjadi tua bersamamu, menggenggam tangan keriputmu, dan mengatakan aku semakin mencintaimu," tutur Hazel. Kembali menggenggam tangan Zaidan dan membasahi dengan air matanya. "I wanted to be happy for once. But—"

"Kelak kita akan bertemu lagi, itu akan menjadi hari terindah," ujar Zaidan sambil mengambil sesuatu dari saku sweater Hazel. Sebuah beanie hat putih yang sempat ia selipkan disana saat Hazel tertidur.

"Be-beanie?" tanya Hazel gugup.

Beanie hat putih milik Zaidan yang sempat ia kenakan dikepala Hazel 18 tahun yang lalu. Benda kecil yang berhasil menjadi saksi jatuhnya kedua hati dalam satu lubang yang sama. Sebuah kain yang sukses menjadi bukti tentang adanya cinta abadi, tak pernah luntur, tak pernah gugur, dan akan selalu tumbuh subur. Dan kali ini mereka mengulangnya lagi. Zaidan baru saja menaruh kedua tangannya diatas kepala Hazel dan mengenakan beanie hat itu diatasnya.

"Aku ingin kamu bahagia lebih lama lagi. Setidaknya dikehidupan sana kamu masih punya kesempatan untuk merubah takdir." Gumam Zaidan bertepatan dengan turunnya air hujan.

Hal yang sama terjadi kembali. Bedanya kali ini mereka memilih untuk tak berteduh. Zaidan masih menahan kedua tangannya dikepala Hazel, menarik ujung beanie hat itu secara perlahan sampai menutupi kedua mata wanitanya. Mendekatkan wajah dan memiringkan rahangnya. Sepasang mata cokelat hazel-nya terpejam, mengembuskan nafas hangatnya tepat didepan wajah Hazel. Kembali menangis tanpa sepengetahuan Hazel. Dan berbisik untuk yang terakhir kalinya. "You always be My Hazel . I'm the only man who has eternal love. And my eternal love ... is you."

Keduanya menangis bersama dibawah rinai hujan. Hazel spontan melingkarkan kedua tangan disekeliling leher Zaidan, sedangkan Zaidan lebih dulu menahan tengkuk Hazel dengan satu tangannya. Ini memang bukan ciuman pertama, bisa dibilang ini adalah ciuman terindah disepanjang hidup mereka. Tanpa seorang pun tahu apakah ciuman ini akan menjadi kenangan terakhir mereka atau tidak. Namun yang pasti, keduanya saat ini melakukannya sangat bersungguh-sungguh. Tak perduli akan mata lain yang memandang, tak perduli pada langit yang menangisi mereka, juga tak perduli dengan dinginnya air hujan, dan gelapnya angkasa malam.

Keduanya tak bisa berhenti menangis, tak perduli dengan bibir yang terus bertautan. Mereka tetap melakukannya seakan tak ada hari esok, seolah tengah mengukir kenangan untuk yang terakhir kalinya. Dan ini adalah kenangan terindah yang tak bisa mereka lupakan sampai kapanpun. Sekalipun keduanya harus mengalami amnesia, untuk malam ini, tetap akan membekas. Dan kehangatan ini membawa mereka kembali pada memori yang telah berlalu. Tentang pertemuan diperpustakaan Depok, kejutan manis diroofop INDOnews, Hazel Star, dansa dimansion Bali, dan pertemuan pertama 18 tahun lalu.

Rasa ini ....

Kehangatan ini ....

Air mata ini ....

Dan ciuman ini ... akankah jadi kenangan terakhir mereka?

"Zaidan," gumam Hazel setelah Zaidan melepaskan tautan bibir mereka.

Hazel tak bisa berhenti menangis apalagi setelah tahu bahwa diam-diam Zaidan kembali memasangkan kalung milik Abriana dilehernya. Sekarang Hazel tahu, Zaidan bukan menganggapnya Abriana, dia hanya ingin Hazel menjadi kebahagiaannya seperti Abriana dulu.

Dia tak ingin kehilangan Hazel. Dia ingin Hazel hidup lebih lama lagi. Dia ingin Hazel menemukan kebahagiaannya sendiri, tersenyum, dan tertawa tanpa dirinya.

Dia ingin Hazel menjadi Abriana, wanita kuat yang selalu menguatkannya, selalu menjadi penerang untuk orang lain, dan memiliki cinta yang sangat besar untuk dirinya sendiri. Dia tak ingin Hazel tidup seperti Zaidan, pria yang terus menderita sepanjang hidupnya, pria yang tak pernah diharapkan kehadirannya, dan pria yang tak mencintai dirinya sendiri.

Zaidan berbisik tepat didepan wajah Hazel sambil mengusap bibir Hazel dengan ibu jarinya."Tolong katakan pada diriku dimasa lalu; Berhentilah menjaga bintang yang sudah bersinar, Hazel Star. Jangan pernah menemuinya apalagi sampai mengencaninya. Sejak awal, mencintai Hazel adalah sebuah kesalahan."

"T-tapi––"

"Sekarang aku melepasmu. Pergilah dan jangan pernah kembali. Jangan pernah mencintaiku, dengan begitu masa depan kita akan berubah. Dan karena itu pula, hari ini takkan pernah terulang lagi," tutur Zaidan dengan senyum pilu. Memandangi tubuh Hazel yang perlahan berubah menjadi cahaya terang seperti bintang, menghilang, dan terbang ke angkasa malam.

"Hazel, cerita kita sudah usai. Tugasmu sekarang hanya melupakanku."

avataravatar
Next chapter