5 Chapter 5 Pesan Singkat Yuuto Untuk Temannya

"Hari ini kita di atas tanah, mungkin esok tanah di atas kita"

***

Rupanya Yuuto tadi terlalu lama bersama Anna, sehingga ketika ia sampai di kamar mayat ia mendengar percakapan dua teman kuliahnya, Ryan dan Simon.

"Kita terlambat, Yan." kata Simon.

"Menurut keterangan penjaga kamar mayat, jenazah Yuuto sudah di bawa pulang oleh Om Ripto." ucap Simon.

"Kalau gitu, kita kembali ke rumahnya saja." ujar Ryan.

"Eh, pakai mobilnya siapa jenazah itu di bawa pulang, ya?" tanya Ryan.

"Pakai mobil ambulance, kata penja kamar mayat itu." jawab Simon.

Yuuto punya keinginan untuk menampakkan diri di mata kedua teman kampusnya itu. Maka, ia berhasil membuat Ryan dan Simon berhenti melangkah dengan mata masing-masing terbelalak lebar.

"Hei, ngak perlu takut gitu!" kata Yuuto. "Gue masih Yuuto yang dulu, Yan!"

Ryan berpegangan pada lengan Simon dengan gemetar. Sementara itu, Simon sendiri juga gemetar dan tak bisa bicara. Wajah mereka pucat pasi, dihinggapi rasa takut yang menghambat peredaran darah. Yuuto menampakkan sikap tenang, tidak menakut-nakuti, dan berdiri dua langkah di depan mereka.

"Payah lu! Sama teman sendiri masa takut." Kata Yuuto.

"Eh, tolong kasih tahu sama om dan tante ku, juga kepada siapa saja, kasih tahu kalau aku belum ingin mati! Aku akan hidup lagi. Karena itu, raga ku tolong jangan di makamkan dulu. Oke, gitu aja! Kalau lu pada takut, gue pergi deh...!" ucap Yuuto.

Plass...! Ujud Yuuto menghilang di depan mata mereka. Kontan Ryan dan Simon berteriak-teriak sambil lari ketakutan. Bahkan kunci kontak mobil yang di pegang Ryan sempat jatuh dan tak berani mengambilnya. Suara teriakan mereka sempat menghebohkan sebagian isi rumah sakit, sehingga para dokter dan suster ikut sibuk menertibkan orang-orang yang mengerumuni Ryan dan Simon.

Malam makin menanjak, tanpa bulan. Tapi ada bintang. Sepi dan sunyi. Angin berhembus bagai membawa kelembapan tanah kuburan.

Di depan rumah itu, para tetangga serta teman-teman kuliah Yuuto berkumpul. Melek-melek dalam acara menunggui jenazah Yuuto. Jenazah itu di baringkan di ruang tamu yang sudah di kosongkan itu. Hanya ada dipan kecil tempat untuk menaruh jenazah.

Roh Yuuto melangkah memasuki rumah di mana ia tinggal bersama om dan tantenya.

Di halaman depan, tampak Pak RW sedang membicarakan tentang penggalian tanah makam dan surat-surat kematian kepada Pranowo, petugas Hansip yang selalu sibuk mengurus surat-surat kematian jika ada warga yang meninggal. Di halaman juga ada Tom, Nana, Kristi dan beberapa teman sekampus.

Sedangkan di teras, tampak Om Ripto sedang berbicara dengan Om Jhony, Mas Tristan, Tante Mirna dan Paman Sam. Mereka adalah saudara-saudara dari Yuuto dan dari istri Om Ripto, yaitu tante Mayumi. Mereka tidak melihat kehadiran Yuuto di situ, tapi Yuuto melihat mereka dan mendengar mereka membicarakan tentang telegram yang dikirim untuk ayah dan ibunya yang tinggal di Jepang, Tokyo.

Roh Yuuto melangkah ke ruang tamu. Siirr... Hatinya bagai teriris melihay jenazah terbaring dalam kerudung kain batik berwarna coklat kehitam-hitaman. Tante Mayumi masih menghabiskan sisa tangisnya, sedang ditemani Bu RW dan ibu-ibu PKK lainnya. Sedangkan di sekitar dipan tempat jenazah itu, Yuuto melihat teman dekatnya Yohan dan Sunny. Mata Yohan masih kelihatan memerah, pertanda ia habis menangis kematian Yuuto. Sedangkan Sunny hanya berwajah kuyu, memendam kesedihan yang dalam. Melihat dua teman akrabnya yang lain kampus itu, Yuuto menjadi terharu. Tapi ia segera menghibur diri, bahwa ia tidak akan berpisah selamanya dengan mereka. Ia akan hidup lagi, dan bisa berteman akrab kembali dengan mereka.

Sosok mayat yang terbujur kaku dan di selubungi kain itu di amati oleh Yuuto sampai beberapa saat. Lalu, timbul keinginan untuk segera masuk ke dalam raganya lagi. Ia membuka kain penutup jenazah itu. Wesss...!

Kain itu jatuh dari atas tubuh jenazah. Semua orang yang melihatnya menjerit seketika. Gaduh dan panik. Nereka berlarian saling tabrak. Bahkan Tante Mayumi sempat pingsan melihat jenazah sudah tak berkain lagi.

Yuuto tidak peduli dengan kekacauan itu. Ia segera memeluk raganya. Berusaha menembus raganya yang pucat pasi dan dingin. Tetapi, ketika ia bangun kembali raganya masih terbujur kaku di tempat.

Kekacauan di rumah duka sedikit reda setelah Om Ripto dan beberapa orang menenangkan mereka.

"Kena angin! Ngak apa-apa kok. Cuma kena angin kain itu tadi." ujar beberapa orang tua.

Jenazah pun kembali di selubungi kain. Suara gaduh dari kasak-kasuk mereka masih terdengar secara mengelompok. Di dalam rumah, di ruang belakang, di dapur, di sudut halaman rumah, bahkan yang tadinya sudah pulang ke rumah begitu mendengar peristiwa ini pun mulai berdatangan kembali.

Ke mana roh Yuuto saat itu?

Ia menyendiri. Masuk ke bekas kamarnya, dan duduk di ranjang dengan sedih. Ia menyesal membuat kacau suasana. Ia kecewa dengan dirinya sendiri yang telah mengalami kegagalan. Gara-gara ulahnya yang gagal itu, suasana jadi berantakan. Kaca bufet pecah di tabrak seseorang, meja dan kursi jungkir balik, bahkan tantenya jadi bahan kecemasan beberapa orang karena masih dalam keadaan pingsan.

"Seharusnya hal itu kulakukan tidak di depan mereka. Beruntung aku tidak menampakkan diri di depan mereka. Kalau sampai aku menampakkan diri di depan mereka, ah... entah jadi apa rumah ini. Mungkin akan rubuh di terjang kepanikan mereka." Gumamnya sendiri.

Ada suara gaduh lagi di halaman rumah. Dari kamar Yuuto terdengar celoteh beberapa orang yang tampaknya dalam ketegangan. Yuuto jadi tertarik untuk melihat apa yang terjadi di depan rumah.

Namun ketika ia hendak menembus dinding kamarnya, ia melihat pintu kamar di buka dan dua orang pemuda masuk melalui pintu itu. Mereka adalah Simon dan Yohan. Simon tampak terngah-engah dengan wajah pucat. Yohan sedikit lebih tenang, tapi jelas di hinggapi emosi kemarahan.

"Lu jangan bikin kacau suasana lagi! Jangan bikin gara-gara Mon!" Yohan menghardik.

"Gua nggak bikin gara-gara. Gua cerita apa adanya! Emang tadi gua ama Ryan ke pergok roh Yuuto waktu mau balik dari rumah sakit! Ini kenyataan, Yon. Fakta!" ujar Simon sambil gemetaran.

"Tapi lu jangan obral cerita begitu di depan orang banyak dong! Bikin sensasi saja. Belum jadi wartawan sudah bikin sensasi!" Yohan bersungut-sungut menahan keki.

"Sorry deh. Kalah emang gua dianggap salah, Sorry berat! Tapi elu mestinya tahu perasaan orang juga, Yon! Siapa orang yang nggak shock dan panik kalau tahu-tahu ia melihat roh temannya yang barusan diambil dari kamar mayat? Lu sendiri belum tentu bisa tahan diri kalau ngalamin kejadian kayak gua ama Ryan! Nggak mati jantungan masih untung lu!" ucap Simon sambil menahan kemarahannya.

***

Bersambung…

avataravatar
Next chapter