15 Chapter 15 Berlayar Ke Samudera Cinta 21++

"Warning!!! Cerita ini hanya boleh di baca dengan usia 21++!!!"

"Untuk yang di bawah umur di larang membacanya!!!"

***

Malam yang dingin itu di kelilingi oleh bintang-bintang gemerlap di langit yang membuat langit itu tampak indah untuk di pandang.

Pada malam itu, Yuki datang ke kamar Yuuto. Ia mengenakan kain putih, tanpa cahaya biru bening di tepian tubuhnya. Kain gaun putih itu bukan kimono yang dikenakan pada saat pertama berjumpa Yuuto di alam roh. Gaun itu seperti dari bahan satin, lebih tipis lagi, tanpa lengan. Tapi ada tali pengikat pada ke dua pundaknya. Rambutnya tetap terurai, meriap bagai menutup punggungnya sampai ke kedua sisi.

Kemunculan Yuki sangat mengejutkan Yuuto, sebab ia hadir tanpa membuka pintu pada saat malam melanturkan kesunyian. Jam beker menunjuk ke angka, 12 kurang sedikit. Suara radio mau pun TV telah menghilang. Hanya ada suara tetesan air di kamar mandi dari kran yang tidak tertutup rapat.

"Kenapa kamu baru muncul?" tegur Yuuto setelah menenangkan jantungnya yang berdebar-debar itu.

Yuki hanya menyunggingkan senyum berlesung pipit. Manis sekali. Ia pun duduk di ranjang, sementara Yuuto tiduran, setengah bersandar. Buku tentang teknik kamera yang tadi di bacanya keli ini di terungkupkan di atas perut.

"Kamu menunggu ku?" tanya Yuki sambil menggenggam kaki Yuuto.

"Ya, sejak kebangkitan ku, kamu nggak pernah muncul lagi. Aku hanya ingin menanyakan, mana janji mu? Aku tetap menjadi mahasiswa miskin seperti ini. Padahal menurut kesepakatan kita pada waktu..."

Belum sempat Yuuto menyelesaikan perkataannya, Yuki sudah menyela "Aku tahu semua yang kamu inginkan. Justu itu, aku sekarang datang untuk mengawali perjanjian kita."

Yuki menggeser duduknya, lebih maju, lebih mendekati wajah Yuuto yang memandang tak berkedip.

"Kamu mendapat kesempatan untuk menjadi photographer, bukan?"

"Bagaimana kamu bisa tahu?" tanya Yuuto heran.

Bibir yang sensual itu menyunggingkan senyum tipis.

"Aku tahu apa yang belum kamu ketahui." kata Yuki.

"Jangan merendahkan pengetahuan ku, Yuuto." lanjutnya.

"Maksud ku, apa kamu tahu kalau aku mendapat tawaran menjadi photographer?" kata Yuuto mengalihkan praduga, walau sebenarnya ia agak tak enak hati mengetahui Yuki tersinggung.

"Selama ini aku mengikuti mu. Bukankah begitu perjanjian kita?" ucap Yuki santai.

Yuuto menghela nafas. "Lalu, apa maksud mu datang malam ini?"

"Menyuruh mu menerima tawaran itu! Karena dari situlah kamu akan memperoleh apa yang kamu inginkan. Kamu akan menjadi kaya, Yuuto."

"Aku belum bertemu dengan Om-nya Yoona. Orang itu belum tentu setuju menggunakan tenaga ku."

"Aku sudah menemuinya, dan memerintah di dalam hatinya." ucap Yuki segera.

Sambil berbicara, tangan Yuki mengusap-usap dada Yuuto. Oleh Yuuto hal itu di biarkan saja. Wajah cantik yang pias itu di perhatikan terus, seakan ka sedang menikmati suatu keindahan yang agung. Dalam hati, Yuuto mengakui, bahwa kecantikan yang di miliki Yuki itu di atas kecantikan Irene, Yoona, Jessy, Sunny, atau lainnya. Ia mirip seorang ratu.

Terus terang, sejak Yuuto menikmati kecantikan dan kehangatan Yuki, ia tak begitu tertarik kepada Irene. Sikapnya kepada Irene hanya bias-biasa saja. Dulu, memang Yuuto pernah menyimpan rasa suka kepada Irene, tapi segera di kuburkan karena sikap Irene yang memusuhinya. Apalagi sekarang, bayangan wajah Irene tertutup rapat oleh kecantikan Yuki.

Namun demikian, Yuuto sadar siapa Yuki dan siapa Irene. Seandainya ia disuruh memilih keduanya untuk di jadikan istri, tentu ia memilih Irene. Masalahnya Irene adalah manusia wajar, sedangkan Yuli adalah roh yang menjelma menjadi manusia. Sebab itu, Yuki pun menaruh curiga kepada hati Yuuto, sehingga malam itu ia berkata dengan pelan tapi bernada tegas.

"Jauhi Irene. Aku tahu maksud gadis itu."

"Ah, kamu sudah menaruh curiga kepada ku." Yuuto berlagak tenang.

"Aku sungguh-sungguh, Yu. Jauhi gadis teman kuliah mu itu. Aku tahu, dia ingin merebut hati mu."

"Mungkin sudah berhasil merebutnya." jawab Yuuto tenang saja.

Yuki menggeleng. "Kamu belum terlanjur jatuh cinta kepadanya! Tapi dia akan berusaha supaya kamu jatuh cinta padanya dan tergila-gila padanya!"

Yuuto hanya menghela nafas. Selang sejenak, kemudian sebelum mengatakan sesuatu, Yuki lebih dulu bicara,

"Jangan beri peluang kepada Irene untuk mendekati mu."

"Dia teman ku! Kamu nggak bisa melarang dia begitu saja!" bentak Yuuto.

"Boleh dia berteman dengan mu, tapi jangan sampai dia berharap memiliki mu, Yuuto. Sebab aku akan menurunkan kegemaran ku kepada Irene jika ia nekat mendekati mu."

"Kegemaran mu? Apa itu?" tanya Yuuto heran.

"Aku gemar menyiksa! Aku suka mendengarkan teriakan orang yang tersiksa. Indah sekali suara-suara itu. Dan, seharusnya kamu juga ku jadikan budak ku untuk menjerit-jerit dalam siksaan. Semua tumbal yang di berikan oleh orang-orang seperti bapaknya Jessy itu ku jadikan penghibur hati ku. Ku siksa mereka sesuka ku, ku paksa ia berteriak-teriak kesakitan, dan ku nikmati suara mereka dalam setiap saat."

Yuuto sempat merinding mendengar kata-kata itu. Yuki tertawa dalam gumaman. "Kamu tidak perlu merasa takut. Kamu tidak perlu merinding. Kamu sudah beruntung, karena yang ku butuhkan dari mu adalah keindahan dan kenimatan dari bercumbu serta desahan mu yang mengairahkan ku itu. Bukan jeritan dari penyiksaan."

Kepala Yuki di rebahkan di dada Yuuto, kakinya mulai melonjor mengenai junior milik Yuuto serta tangannya yang terus merayap kemana-mana.

"Yu, tidakkah malam ini kamu ingin menjerit dalam keindahan lagi?" bisik Yuki pelan.

"Apakah itu merupakan tugas?" tanya Yuuto.

"Perintah."jawab Yuki pelan sambil tertawa dalam gumam.

Rambut yang halus dan bening itu mengeluarkan aroma wangi. Yuuto menciuminya setelah itu, ia tertawa pendek. Ia membelai rambut itu, karena jari-jemari Yuki mulai nakal.

Jari jemari Yuki sudah menjalar kemana-mana. Bahkan kini jari jemarinya sudah menurunkan rel sleting celana milik Yuuto.

Yuki pun meraba kejantanan Yuuto sambil memainkan kedua buah kelereng itu. Sesekali ia juga meremas kenjantanan milik Yuuto.

Yuuto tidak tahan, junior miliknya menegang karena jari jemari Yuki. Besar dan keras. Bahkan Yuki dengan segaja mengayunkan tangannya dengan perlahan naik turun mengikuti ritme.

Yuuto hanya membiarkannya saja, sesekali ia mendesah karena nikmat. Ia pun berbisik dengan pelan di telinga Yuki, "Yuki, bisakah kamu mengayunkannya lebih cepat?"

Yuki menyungingkan semyum tipis. Ia pun mengayunkan tangannya lebih cepat. Ke atas dan ke bawah sehingga Yuuto mendesah lagi karena nikmat. "Ahhh~ ini... ini nikmat sekali."

Yuki sangat menyukai jeritan keindahan itu. Jeritan itu membakar gairah Yuki sehingga Yuki pun basah dengan sendirinya.

"Yu, sepertinya aku sudah basah. Kamu sudah boleh memasukannya." bisik Yuki pelan hampir tidak terdengar.

***

Bersambung…

Sampai jumpa di chapter selanjutnya~

avataravatar
Next chapter