11 Chapter 11 Ruang Perasaan Yuki

Ketika matanya terasa tak bisa di pakai untuk melihat apa-apa lagi, gelap, roh Yuuto semakin berguling-guling cepat. Cepat sekali. Sampai-sampai ia tak tahu dan tak merasa apa yang telah terjadi pada dirinya.

Tangan Yuuto bergerak-gerak dengan kaku. Sepertinya ada yang ingin di singkirkan dari tubuhnya. Ia mulai mengerang, meronta, berusaha untuk bangun. Dan, dalam satu hentakan tertentu, akhirnya Yuuto pun berhasil melepaskan diri dari sesuatu yang menyakapnya. Ia tersentak bangun lalu terengah-engah.

"Oh, di mana aku...?!" pikirnya dalam tegangan yang membuatnya panik. Matanya memandang sekeliling. "Oh, tanah? Aku dikelilingi tanah dan, hei... bukankah ini di dalam liang kubur?!"

Yuuto mengerjap-ngerjapkan matanya. Memandang tubuhnya yang dibungkus kain kafan. Keadaan kain kafan itu sudah morat-marit tak karuan. Ia menyadari bahwa dirinya dalam keadaan telanjang jika tanpa kain kafan itu.

"Celaka! Roh ku sudah bisa kembali masuk ke dalam raga ku, tapi aku berada dalam liang kubur. Uuh... sesak napas ku!" Yuuto terengah-engah dengan di hinggapi rasa takut. Ia berusaha berteriak sekeras-kerasnya. "Toloooong…! Kelurkan aku dari dalam kubur inii…! Hoiii.... Tolooong...!"

Aneh. Semua yang dipandang Yuuto jadi bergerak-gerak. Bahkan kini apa saja yang di lihatnya terasa berputar. Makin lama makin cepat. Memusingkan, juga menakutkan.

"Tolooong…!" Yuuto memegangi kepalanya yang berdenyut sakit. Ia menjerit-jerit sekuat tenaga, sampai suaranya menjadi serak.

Lama-lama ia berhenti menjerit karena tak sanggup lagi mengeluarkan tenaga. Ia lemas, terkulai kembali dalam keadaan telentang. Kemudian merasakan segalanya serba dingin. Ia tak ingat apa-apa lagi. Pingsan.

Kalau saja Yuuto tahu, saat itu langit di atas kuburannya menjadi merah. Mendung hitam yang tadinya mengganting tebal itu berubah menjadi mendung merah. Perlahan-lahan mendung itu bergerak membuka ke kanan dan ke kiri. Mulai tampak garis putih kebiru-biruan. Itulah langit yang sebenarnya. Makin lama, mendung merah yang terbelah menjadi dua bagian itu bergerak berjauhan. Kian lebar, kian jelas warna langit sebenarnya.

Pada saat itu Yuuto mengerang dalam keadaan masih terbaring. Kelopak matanya bergerak-gerak, lalu membuka.

Samar-samar ia mulai memandang keadaan sekelilingnya yang terasa aneh. Dinding tanah bekas cangkulan baru masih kelihatan jelas. Yuuto juga sadar, bahwa ia terkurung dalam liang kubur. Tetapi, liang itu agaknya menjadi lebar. Lebar dan luas. Yuuto segera bangkit dan tertunduk.

"Oooh.... di mana aku ini? Mengapa liang kubur ku menjadi lebar dan luas. Terang. Papan penutup bagaian atas pun menjadi seperti langit-langit kamar yang tinggi. Oh, ajaib sekali!"

Matanya melebar, tak sempat berkedip. Memandang kanan-kiri dengan takjub. Pada waktu ia menoleh ke belakang, ia melihat Yuki sedang berdiri, jaraknya lima langkah dari tempat Yuuto duduk.

"Yuki...! "Sapanya gemetar.

Yuki diam saja. Hanya menyungingkan senyum tipis. Yuuto sibuk memandangi sekelilingnya lagi. Wajahnya menegang. Terpancar keheranan yang dalam.

Lebih heran lagi setelah ia tahu, bahwa ia duduk di atas lantai yang terbuat dari marmer putih. Yuuto berada tepat di ruangan tersebut, tanpa alas apa pun kecuali bekas kain kafannya.

"Yuki, mengapa kuburan ku menjadi seluas ini? Kapan di lebarkannya?" tanya Yuuto heran.

Yuki mendekat. Berdiri dalam satu jangkauan dengan Yuuto. Ia mengulurkan tangannya, Yuuto menyambut, kemudian berdiri.

Sejenak ia sibuk membetulkan letak kain kafannya. Kain itu di balut begitu saja, yang penting bisa untuk menutup tubuhnya yang polos itu beserta dengan junior kecil miliknya.

"Lebar dan luas sekali kuburan ku. Apakah kamu yang melebarkannya, Yuki?" tanya Yuuto lagi.

Yuki merapikan rambut Yuuto yang acak-acakan sambil berkata "Manusia melihat dengan mata, mengerjakan sesuatu dengan tenaga. Tetapi, roh melihat dengan hati dan mengerjakan sesuatu dengan perasaan."

"Ahh, sudahlah aku bingung beneran nih! Jangan berfilsafat dulu!" sambil mengibaskan tangannya.

Ia memandang ke sisi lain yang kosong. Sama kosongnya dengan tempat lainnya. Jadi ruangan lebar dan luas itu hanya berisi dia dan Yuki. Tak ada benda lain kecuali diri mereka.

"Memang aku yang melebarkan kuburan mu, Yuuto. Tapi semua itu ku lakukan bukan dengan tenaga melainkan dengan perasaan. Kamu ada dalam ruang perasaan ku!" jawab Yuki serius.

"Ruang.... perasaan mu...?! Kok aneh kedengarannya?" ucap Yuuto heran.

"Karena kamu sudah menjadi manusia kembali, sudah hidup lagi, jadi kamu tidak mudah memahami apa maksud 'ruang perasaan' itu. Sebaiknya, tak perlu kamu pikirkan lagi." ucap Yuki.

"Hmm... ya, benar. Sebaiknya yang ku pikirkan adalah keluar dari ruang perasaan mu, dan hidup sebagai manusia normal." ucap Yuuto.

"Aku setuju. Tapi, kita harus hidup bersama." ucap Yuki yang memandangi wajah Yuuto dengan tatapan tajam itu.

Dahi Yuuto berkerut. "Aku nggak ngerti maksudmu, Yuki."

"Kita akan hidup di permukaan bumi bersama-sama. Kamu tidak bisa jauh-jauh dariku, karena aku yang mengendalikan kamu." jawab Yuki dengan nada datar.

"Tidak bisa! Aku harus bebas ke mana aku suka!" bantah Yuuto.

"Kita sudah mempunyai perjanjian! Jangan mengingkari perjanjian jika ingin tetap hidup!" Yuki menggertak secara halus. Yuuto mulai cemas.

"Seharusnya kamu bertanya, mengapa aku mau mengabulkan permintaan mu untuk hidup kembali?"

"Karena alasan ku kuat. Bukankah begitu menurut ucapan mu yang pertama dulu?" kata Yuuto.

"Tidak hanya itu" gumam Yuki pelan dan tenang. "Ada alasan lain mengapa hal ini ku lakukan."

"Alasan lain? Alasan apa maksud mu?" tanya Yuuto heran.

"Hari kelahiran mu, sama dengan hari kematian ku. Jumat kliwon. Tanggal dan bulan kelahiran mu, sama dengan tanggal dan bulan kematian ku." jawab Yuki.

"Apa istimewanya?" tanya Yuuto.

"Kamu roh yang ku tunggu selama ini." jawab Yuki makin lirih.

Matanya memandang sayu namun punya keindahan yang mendebarkan hati Yuuto. Hanya saja, Yuuto berpura-pura tidak tertarik memperhatikan keindahan sepasang mata sayu itu.

"Bicara mu membingungkan aku. Bisa lebih jelas dan to the point saja?" tanya Yuuto lagi.

"Selama ini aku menunggu roh yang lahirnya sama dengan kematianku. Roh itu adalah roh seorang lelaki. Bapaknya Jessy baru sekarang memberiku tumbal roh lelaki. Tumbal itu adalah Kamu."

Yuki diam sejenak, melangkah pelan mengitari Yuuto sambil bicara lagi.

"Hanya roh lelaki yang mempunyai ciri-ciri seperti itulah yang bisa membangkitkan selera ku. Aku telah di kodratkan tidak tertarik kepada lelaki seganteng apa pun, kecuali yang mempunyai ciri-ciri seperti yang ku katakan tadi. Aku tidak akan bisa bercinta dan bercumbu dengan roh lelaki mana pun. Hanya kepada lelaki seperti kamu, aku bergairah dan tumbuh rasa suka, tumbuh hasrat untuk hidup dalam kemesraan... "

Yuuto terbengong. Benar-benar tidak mengerti harus bersikap bagaimana. Yang ia tahu, perempuan cantik itu makin mendekat dan memancarkan pesona indah dalam kesayuaan matanya yang berbulu lentik itu.

***

Bersambung…

avataravatar
Next chapter