webnovel

Chapter 1 - Pohon Lelesa

Pada tahun 1998, dunia sedang menghadapi abad kekacauan yang di mulai sejak ratusan tahun yang lalu. Di setiap harinya, seluruh langit selalu diselimuti oleh kabut merah.

Semua orang di seluruh dunia saling bertarung dan membunuh demi mendapatkan kekuatan, kebahagiaan, kebebasan untuk hidup tanpa beban.

Ini adalah zaman Raja Arata sang raja cahaya dan kegelapan memimpin seluruh dunia dan tidak ada satupun yang berani menentangnya. Raja Arata tidak pernah terlihat seperti apa bentuknya dan tidak pernah diketahui dimana keberadaannya.

Seluruh perintah yang diberikan oleh Raja Arata hanya bisa di dengar dalam mimpi para Derka. Derka adalah sebutan pada orang yang memiliki serpihan kecil dari kekuatan sang raja. Ciri-ciri orang yang memiliki serpihan kekuatan itu bisa dilihat pada sebelah mata seseorang yang berwarna merah dan sebelahnya lagi berwarna hitam. Semua negara masing-masing memiliki Para Derka sejati.

***

Waktu berada di negara Jepang.

Terlihat ada dua kelompok pria berjumlah sepuluh orang yang membawa katana saling menatap di area lapangan yang luas. Kedua kelompok tersebut adalah kandidat Derka yang akan menjalani ritual kebangkitan.

Semua orang bisa menjadi kandidat Derka, tapi tidak semua orang bisa menjadi Para Derka. Ada syarat khusus untuk menjadi Derka sejati.

Pemimpin dari salah satu kelompok mengacungkan katana nya ke langit.

"Aaaaa...."

Pada saat itu juga kesepuluh orang itu berteriak sambil berlari dan saling menebaskan katana nya satu sama lain.

Setelah pertempurannya selesai, hanya tersisa satu orang dari kedua kelompok itu. Saat pemenangnya menatap ke langit, sambaran energi berwarna merah dan hitam menyambar mata orang tersebut. Seketika, seluruh mata kiri nya berubah menjadi merah dan seluruh mata kanan nya menjadi hitam.

***

Waktu berada di negara Indonesia.

Pada siang hari yang diselimuti kabut merah, ada dua orang remaja bernama Erga Nagara bersama teman perempuannya yang bernama Gea Aryin sedang berada di sebuah hutan selama tiga hari. Dengan membawa perlengkapan kemping yang lengkap dengan stok makan yang cukup, mereka bisa bertahan hidup.

Mereka berdua terus berjalan mencari sebuah tempat yang ditunjukkan oleh buku yang diwariskan oleh ayahnya Erga. Sebuah buku dengan judul Arah Jalan Perjuangan Untuk Kesetaraan.

"Erga, apakah kamu yakin dengan buku yang kamu bawa itu?"

"Tentu saja. Aku sangat yakin, ini semua adalah petunjuk!"

"Sebenarnya aku sedikit ragu dengan itu, tapi aku penasaran dengan hasilnya."

"Ini adalah buku peninggalan kakek ku yang diwariskan pada ayahku saat kecil. Sekarang, buku ini di wariskan padaku sebelum orang tuaku meninggal. Aku harus tahu faktanya!"

"Iya, aku percaya padamu. Sekarang kita istirahat terlebih dahulu, ya."

"Baiklah, ide yang bagus."

Erga dan Gea beristirahat di bawah pepohonan yang juga terlihat ada sungai bersih di sana.

"Air sungai itu bersih banget ya." Ucap Gea sambil tersenyum.

"Ya, seandainya disini tidak angker, aku ingin membuat kerajaanku sendiri disini."

"Kamu selalu terlihat konyol dengan keinginanmu itu."

Gea tertawa saat mendengar omongan Erga yang selalu menghayal.

"Eh iya, Gea. Aku merasa hidupku tidak berguna saat orang tuaku tiada. Apa perasaanmu saat pertama kali kehilangan orang-orang yang kamu sayangi?"

"..."

Gea tidak menanggapinya dan hanya menatap Erga sambil tersenyum.

"Kenapa kamu menatapku seperti itu, bung?" Ucap Erga yang merasa malu dengan wajah yang memerah.

"Erga, jangan terlalu memikirkan orang yang sudah tiada sekalipun itu orang tuamu. Yang harus kita lakukan adalah berharap semoga mereka tenang di alam sana. Dulu aku sering menangis ketika orang tuaku juga meninggal. Lambat laun aku sadar, bahwa setiap kehidupan ada kematian. Dan suatu saat nanti aku akan mengalaminya."

Erga tersenyum setelah mendengar jawaban Gea yang menurutnya sangat masuk akal. Erga mendekati Gea lalu mengelus rambutnya.

"Terimakasih sudah menjadi teman yang selalu ada bagiku. Aku menganggapmu seperti adikku sendiri. Jangan sampai kamu juga pergi, kamu adalah satu-satunya orang yang aku sayangi, Gea."

"Iya, semoga maut tidak secepatnya memisahkan kita."

Gea dan Erga saling menatap dan tersenyum. Berbagi cerita satu sama lain bisa membuat hari mereka gembira. Melihat situasi keluarga mereka berdua sama-sama tiada.

"Baiklah, kita lanjutkan perjalanan kita"

Erga dan Gea bergegas untuk pergi dan berjalan mengikuti petunjuk yang ada di dalam bukunya.

Setelah beberapa saat kemudian, akhirnya mereka berhenti berjalan. Dan keduanya terdiam dengan perasaan bercampur. Perasaan kaget, takut, sedih, bahagia ada di dalam perasaan mereka berdua.

"Gea... Apa kamu bisa melihatnya? Apa kamu mempercayainya? Apakah ini pohonnya?"

Gea tertawa bahagia karena merasa teman yang dia percayai, berhasil menemukan rahasia itu.

"Whoaaa... pertama kalinya aku melihat pohon seperti ini. Apakah kita harus mendekatinya?"

"Jangan dulu, yang penting ini sudah menjadi bukti. Sudah aku duga, buku warisan kakekku pasti benar kalau ada sesuatu fakta lain di dunia ini."

Erga tersenyum sambil membuka bukunya kembali. Saat mencari petunjuknya lagi di dalam buku, dia terdiam karena merasa ada yang janggal dengan petunjuknya.

"Sebentar, ini sedikit aneh. Di dalam buku ini, petunjuk akhirnya adalah menemukan pohon besar yang bernama pohon Lelesa. Tapi tidak ada ciri-ciri khusus pada pohonnya." ucap Erga yang kembali membaca bukunya.

Pohon besar yang ada di hadapan mereka berdua itu memiliki batang berwarna biru berdetak seperti sedang bernafas layaknya manusia, tapi tidak bersuara sedikit pun.

"Maksudmu, tidak ada penjelasan di halaman terakhirnya?"

"Bukan hanya itu, ini baru halaman tengah. Sisanya tidak ada petunjuk apapun, hanya kertas kosong."

Saat Erga fokus mencari petunjuk lain di dalam buku, Gea dengan rasa penasarannya berjalan mendekati pohon besar itu. Ketika Gea berada di hadapan pohon itu, dirinya merasa bahwa detakan jantungnya sama dan selaras dengan detakan pohon itu.

Dalam hati Gea berkata, "ada apa dengan pohon ini, apakah pohon nya mengikuti detakan jantungku atau sebaliknya? Aku harus mencoba menyentuhnya meski hal buruk menimpaku."

Erga yang sedang mencari petunjuk lain di dalam buku, melihat kembali lembaran bagian awal buku tersebut. Ternyata kalimat awal nya mengatakan Untuk Perjuangan, Menyentuh akan tiada.

Akhirnya Erga sadar dengan kalimat itu. Itu menunjukkan bahwa siapapun yang menyentuh pohon itu akan tiada.

"Tchhhh..."

"..."

Erga mendengar suara Gea. Saat melihat ke arah pohon Lelesa, Erga kaget karena melihat Gea sudah menyentuh pohonnya.

"Gea, jangan sentuh pohon itu!"

Gea tidak sadarkan diri dan tubuhnya diselimuti oleh energi sihir berwarna biru.

Tiba-tiba angin berhembus kencang dan Erga berlari ke arah Gea karena merasa akan terjadi hal buruk.

"Geaaa..."

Satu detik saat Erga berlari.

Splash!

Cratttt!

Kepala Erga dan Gea terlepas dari tubuhnya karena tebasan dari energi sihir berwarna biru yang dipancarkan oleh pohon Lelesa.

Setelah Erga tiada, Gea berubah menjadi kristal biru, lalu pecah berkeping-keping. Aura biru yang dihasilkan dari jiwa Gea kini bersatu dengan pohon Lelesa.

Energi pohon Lelesa berdetak kencang dan menghasilkan ledakan cahaya yang sangat terang menyelimuti seluruh bumi.

Bersambung...

Pada next chapter disajikan waktu mundur sebelum terjadinya Zaman Raja Arata. Untuk hal lainnya tidak disebutkan, biar no spoiler club club.

terimakasih.

Note: Pohon Lelesa di ambil pada nama pohon angker bernama Leles yang ada di Subang Jawa Barat.

Trisna_Detacreators' thoughts
Next chapter