14 Bagian 13 - Request

"Bukankah bulan itu bagus, bahkan ia tampak sempurna untuk malam ini," timpal Ruxe mengalihkan pembicaraannya.

"Apa bagus dan sempurnanya bulan jika tanpa adanya bintang-bintang di sekelilingnya," sahut Ileana.

"Ada yang ingin kau tanyakan padaku?"

"Apa ada ucapan untuk mengusir bulan? Biar dia tukar posisi dan gantian sama bintang-bintang."

Ruxe terkekeh dengan apa yang diucapkan Ileana barusan, menurutnya ia sangat lucu dan menarik. Tetapi Ileana tak ambil pusing untuk hal itu, yang ia inginkan hanyalah jawaban dari vampir yang di sebelahnya ini.

"Jika memang ada, apa yang akan kau lakukan? Apa kau akan mengucapkan sesuatu agar bulan itu pergi menjauh?" timpalnya.

"Tentu saja, mengapa tidak? Aku akan mengucapkan sesuatu padanya agar dia bisa pergi," jawab manusia itu.

"Lalu, apa yang ingin kau ucapkan?" tanya vampir itu lagi berharap wanita di sebelahnya ini menjawab dengan kata-kata yang tak masuk akal atau tak ia mengerti sama sekali, itu yang membuatnya terkesan menarik dan merasa heran serta penasaran pada sosoknya.

"Jika harus ada bulan mengapa bintang menjauh? Dan di saat bintang hadir di kegelapan, mengapa mengapa cahaya bulan meredup?" Ileana pun berkata kemudian.

Ruxe semakin terpikat dibuatnya, " Kenapa kau malah berkata demikian?"

"Ayo jawab! Kau bilang, kau akan menjawab semua pertanyaan ku itu bukan?" ledeknya membuat Ruxe hanya pasrah.

"Mungkin karena cahaya bintang lebih terang dari cahaya bulan," jawab Ruxe.

"Naahhh, oleh sebab itu aku menyukai bintang dari pada bulan," sahutnya

"Bulan juga tak akan ada artinya jika tanpa matahari, kalau matahari menghilang maka bulan tak akan dapat sinarnya hingga seterang ini," lanjut Ileana lagi manik matanya tak pernah lepas memandang bulan yang balik ikut memandangnya dengan tatapan nanar. Seolah bulan tau apa yang akan terjadi dan apa maksud dari tatapan itu.

"Mungkin dengan bulan kau bisa melakukan sesuatu," ucap Ruxe.

"Melakukan apa kalau begitu?"

"Kata orang jika kita berdoa tepat dibawah bulan purnama, maka doa yang kita ajukan dapat dikabulkan olehnya."

"Apa kau mau mencobanya?" tambah Ruxe kemudian.

"Tentu..." balas Ileana antusias tak sabar ingin melakukannya.

Lalu, Ileana berjalan tepat dibawah bulan purnama yang sedang kehilangan sinarnya. Kedua tangannya ia tempelkan antara telapak satu dengan telapak yang lainnya serta dengan mata yang terpejam. Ia mengatakan sesuatu dalam hati kecilnya.

'Jika kau bisa mengabulkan doaku, aku mohon kabulkan lah permohonanku ini. Aku ingin bintang bisa menemani bulan untuk membantunya menerangi kegelapan dunia.'

Kemudian Ileana membuka matanya terkejut pada sosok pria di samping yang ikut memejamkan matanya sama seperti dirinya saat ini.

"Apa yang kau lakukan, Ruxe?"

"Tentu saja berdoa sama sepertimu...apalagi kalau begitu?"

"Apa yang kau ucapkan pada bulan?"

"Aku hanya ingin memperkuat doamu saja. Kau bilang kau ingin melihat bintang bukan? Maka, aku akan berdoa untuk itu."

"Jadi kau tau apa yang aku ucapkan?"

"Mmm....aku hanya mengira saja apa yang kau katakan padaku barusan."

"Bintang..." gumamnya merasa terperangah melihat pemandangan di atas seakan ia seperti tersihir oleh semuanya.

"Dia mengabulkan doamu bukan? Jangan katakan apapun lagi yang bisa membuat bulan menghilang. Bukannya dia baik padamu...? Dia telah mengabulkan doamu dalam sekejap. Bulan hanya ingin melihatmu bahagia, tersenyum padanya itu bukanlah masalah besar," jelas vampir itu.

"Sangat indah..." ungkap Ileana tak menghiraukan pernyataan vampir yang berada di sebelahnya ini.

"Bagaimana menurutmu...? Takjub, heh."

"Bulan akan tampak lebih indah dan sempurna, jika ada bintang yang berada di sekelilingnya dan menemaninya bersama dengan malam," tuturnya.

"Sekarang kau sudah tau kelebihan dari bulan..."

Haaahhhh....

Ileana menghembuskan napas panjangnya seraya duduk di tepi danau yang airnya dapat memantulkan bulan, terlihat seperti bayangan di cermin.

"Jika seperti ini kita harus apa? Apa harus melihat bulan dan bintang, seperti mereka melihat balik kita dari atas sana," gumamnya.

"Tunggu saja sampai bintang --"

Wsssshhhh....

Sebelum Ruxe melanjutkan kembali kata-katanya, sebuah benda di langit jatuh satu per satu. Melesat meninggalkan jejak-jejak yang tercipta menjadi kilatan cahaya putih kebiruan.

"Bintang jatuh..." komentar Ileana yang sedang terduduk melihat itu semua dalam diam dengan mata indahnya yang berbinar.

"Hei, bintang yang di atas sana, kemarilah! Aku ingin melihatmu dari jarak dekat. Aku hanya ingin bertanya padamu apa mungkin kau seindah itu?!!" teriak Ruxe sambil berdiri membuat Ileana menoleh padanya tak percaya.

"Apa yang kau lakukan?" timpalnya lalu berdiri tepat di samping vampir itu.

"Tentu saja memanggil bintang. Bukankah kau yang menginginkan benda itu?"

"Ah...bukan seperti itu juga caranya."

"Lalu...?"

"Mungkin kata nenekku kita bisa meminta permohonan pada bintang jatuh, sama seperti meminta permohonan pada bulan purnama."

"Oh ya..."

"Ya, dan mungkin kita bisa mencobanya."

"Jika iya...mungkin aku akan meminta sesuatu padanya," celetuk Ruxe dan mulai berdoa dalam hati seraya menutup kedua matanya.

Ileana yang melihatnya pun ikut berdoa lalu menutup matanya sama seperti Ruxe.

'Jika dibalik kegelapan ada suatu harapan, apa mungkin dibalik harapan ada keterpurukan...?' batinnya kemudian membuka matanya sedikit melihat Ileana yang masih memejamkan matanya.

'Mungkin jika keterpurukan ada, maka suatu harapan tak akan pernah hilang. Mereka pasti akan terus mengintai dari jarak jauh, meski tau kepastian tak pernah jelas,' batin Ileana dan mulai membuka matanya, Ruxe yang melihat itu langsung mengalihkan pandangannya pada air danau yang sudah tenang dan sunyi tak mau tertangkap basah oleh manusia itu.

*********

"Apa kau yakin jika rencana ini akan berhasil?" tanya wanita itu yang sedang duduk berhadapan dengan seorang pria.

"Berhasil atau gagal setidaknya kita harus mencobanya bukan? Itu bukanlah suara hal yang buruk untuk dilakukan," balas pria itu dengan senyum licik yang berkembang di bibirnya.

"Tapi, menurutku itu sangat berbahaya, Nicholas. Terlebih bidadari itu sedang berada didekat Ruxe."

"Mereka tidak akan berani menyerang, jika tak ada yang mengusik ketenangannya."

"Apa maksudmu? Apa yang telah kau rencanakan sebenarnya? Sungguh tak masuk akal!" tukas Lesta kesal pada Nicholas, sedangkan ia menatap tajam wanita itu tak suka dengan perkataannya barusan.

"Lesta, bukankah kau sudah tau konflik yang terjadi sudah mulai pecah satu per satu. Seharusnya kita bergerak cepat untuk bisa mendahului mereka dan segera mendapatkan Pure Crystal itu," jelasnya.

"Akan lebih baik jika dahulu manusia itu aku singkirkan, mungkin hal ini tidak akan pernah terjadi dan berakhir dengan konflik. Dan sekarang dia malah pergi ke Bran...aku tau sangat sulit mendapatkannya jika ia berada dibawah lindungan Vennosa," tambahnya lalu bangkit dan berdiri untuk meninggalkan tempat itu yang hanya tersisa Lesta.

********

Seorang pria berpostur tubuh tegap dan tinggi terus berjalan menyusuri lorong gelap dengan dominan warna hitam, menuju ke suatu tempat sampai dimana ia menemukan sosok orang yang tengah dicarinya.

Tok. Tok. Tok. Tok..... TOK! TOK! TOK!

Ia mengetuk pintu ruangan, lebih pantasnya menggedor pintu itu berulang kali. Mungkin jika dilihat dia saat ini sedang emosi. Apa mungkin karena kejadian tadi siang...? Entahlah...tak jelas...

"Kenapa? Sepertinya suasana hatimu sedang buruk," kata orang yang sedang duduk santai di atas kursi kerjanya, di ruang itu berada.

"Apa ayah tau rencana mereka yang sebenarnya?"

"Ayah tidak tau. Yang ayah mengerti tentang mereka.....mungkin mereka akan merencanakan sesuatu untuk mendapatkan benda itu," jawabnya.

"Benda? Benda apa? Dan apa maksud dari semua itu?"

"Davy, ayah memang tidak tau apa yang mereka merencanakan. Mereka akan melakukan segala cara untuk mendapatkan kekuatan besar itu."

"Sekarang para demon sialan itu mengincar bidadari yang memegang benda itu. Jika benda itu jatuh ke tangan orang yang salah, maka seluruh isi dari dunia ini akan hancur," tambahnya.

Hhhaahhh...

"Aku memang benar-benar tidak mengerti dengan semua hal ini. Mengerti satu hal saja sudah membuatku gila. Rasanya ingin sekali menghabisi mereka."

"Heh, bisa saja kau menjadi tempramen atau menggila karena hal ini. Begitu mengejutkan bukan...."

"Apa yang harus kita lakukan untuk mengalahkan mereka?"

"Ayah akan memikirkan cara yang terbaik untuk hal itu. Tapi, kenapa kau marah saat kau datang ke sini? Apa ada masalah lagi? Atau masalahmu dengan Ruxe belum selesai juga?"

"Bukan itu. Yang membuatku marah saat ini adalah --" Davy menarik napas dalam-dalam sebelum menceritakan semuanya yang telah terjadi, "Wanita jalang itu datang ke Bran, tapi aku tidak tau apa tujuan dia untuk datang ke sana," lanjutnya kemudian.

'Apa? Wanita itu datang ke Bran...? Untuk apa dia datang ke sana? Apa dia sudah tau bahwa bocah itu sedang bersama Ruxe? Jika hal ini terjadi, maka aku tidak akan tinggal diam begitu saja. Terlebih melihat mereka yang bertindak semena-mena terhadap manusia. Kalau wanita itu datang ke sana atas perintah dia, itu artinya Lesta dan Nicholas tau tentang hal ini. Ini memang benar-benar bencana besar,' batinnya merasa geram dengan semuanya.

"Kenapa ayah malah melamun? Apa yang pikirkan saat ini?"

"Ahh.... Tidak.... Bukan apa-apa," balasnya cepat.

"Baiklah. Jadi, kesimpulannya....ini semua benar-benar kacau, dan aku tidak akan tinggal diam!" tukas Davy mengepal kencang dan erat kedua tangannya, hingga baku-baku tangannya memutih.

avataravatar
Next chapter