12 Bagian 11 - Gloaming

"Apa yang mereka bicarakan? Sepertinya sangat penting," batinnya, kini dia sudah berada di belakang Ileana tanpa Ileana sadari.

PRANG!

Mangkuk dan gelas yang dipegang Ileana jatuh lalu pecah bersamaan, itu karena Ileana terkejut mendapati sosok Ruxe yang muncul tiba-tiba di depannya ketika ia berniat berbalik.

"Ah, maaf. Aku tidak sengaja," serunya pada Ruxe.

"Tidak apa-apa," balas Ruxe.

"Pergilah! Biarkan aku yang membereskan semuanya," perintah Ileana dengan menatap lekat manik mata milik Ruxe.

"Jadi sekarang kau mulai berani memerintah ku?" sindirnya.

"Tidak. Bukan itu maksudku. Aku hanya memintamu untuk pergi dari sini, karena aku takut kau akan terkena pecahan beling ini."

"Jangan!! Biar pelayan saja yang membereskan pecahan beling itu," tegasnya sembari memegang lembut tangan Ileana yang hendak mengambil pecahan beling.

"Benarkah?"

"Ya," balas Ruxe singkat tak lupa dengan wajah dingin dan datarnya mengakhiri sebuah ucapan tersebut.

"Ikut aku sekarang!" perintahnya lalu disusul Ileana yang mengikutinya dari belakang.

"Kita akan pergi kemana?"

"Nanti kau juga tau sendiri," jawabnya tanpa menoleh.

Setelah sampai di tempat yang mereka tuju, Ileana sempat protes, "Kenapa kita harus ke sini? Ini taman belakang kastil kan?" dimana terdapat Davy yang sedang berdiri mengarah pada mereka sambil menyilang kedua tangannya di depan dada.

Ruxe terkekeh, namun beberapa menit kemudian ia merespon pertanyaan Ileana, "Ini tempat favorit ku. Aku tidak pernah menyangka kalau ibuku menyukai tempat ini."

"Apa yang membuatmu menyukai tempat ini?"

"Lihatlah!" ucapnya seraya mengangkat jari telunjuk kanannya yang mengarah tepat ke arah matahari yang mulai tenggelam dimakan malam.

"Matahari...senja..."

"Ya. Sangat indah bukan...?! Itu alasannya kenapa aku menyukai tempat ini."

"Benar katamu, memang indah," responnya dengan mata yang berbinar.

Seketika ia mulai terperangah pada pemandangan di depannya saat ini. Ileana terus berjalan mendekati sebuah danau, lalu memposisikan dirinya untuk duduk di tepian danau.

Tak lama kemudian Ruxe dan Davy menyusul duduk di samping Ileana. Manik mata wanita itu tak lepas dari senja yang memikat perhatiannya, sehingga satu kalimat pertanyaan muncul dalam pikirannya.

"Kenapa harus ada danau disini?" tanyanya lebih ke dirinya sendiri tanpa ia sadari.

Ruxe mengalihkan pandangannya sebentar ke arah Davy, lalu menoleh ke arah manusia itu. Ia menatap wanita itu dalam tanda tanya, setelahnya ia menjawab, "Ratulah yang meminta dibuatkan danau secantik ini," kemudian kembali menatap matahari senja yang berada di seberang danau, dan mulai turun secara perlahan menghilang bersamaan dengan datangnya malam yang mulai menggelap ditemani bulan yang setia menggantung di langit hitam tanpa adanya kehadiran bintang disisinya.

"Ditengah hutan ada danau, disini juga ada danau," gumamnya.

"Baru pertama kali aku melihat ini... sangat cantik," ungkapnya dengan senyuman manis terbentuk dibibir merahnya.

Ruxe semakin terpikat, setelah ia melihat pemandangan yang mengejutkan dan kini ditambah lagi melihat wajah cantik Ileana disertai senyuman yang takkan pernah sirna ditelan masa. Membuatnya semakin tergila-gila.

"Bahkan ada yang lebih cantik dari senja, yaitu senyuman mu," batin Ruxe.

"Jangan terlalu banyak mengkhayal nanti menyesal, jangan terlalu banyak melihat nanti terpikat," bisik Davy tepat di telinga Ruxe, membuatnya berdecak kesal dalam hati.

********

Lesta berlari, lebih pantasnya disebut melesat membuatnya tampak terlihat bagaikan siluet hitam. Ia berhenti tak jauh dari keberadaan danau yang terletak di tengah hutan pinus. Ia mendengarkan sesuatu yang mengusik telinganya dengan seksama.

Suara ponsel yang terdengar jelas. Perlahan ia mengikuti suara itu sampai di dekat pohon berukuran besar yang tumbang.

"Apa vampir itu sedang penuh dengan amarah? sehingga ia menumbangkan pohon yang tidak bersalah dan tak tau apa-apa, heh. Mengagumkan!!" gumamnya sambil terkekeh pelan.

Sembari mengambil ponsel yang berada dibawah kakinya, ia kembali berkata, "Apa ini ponsel milik setengah bidadari itu? Dimana selendangnya? Bercak darah merah bercampur putih...jelas dia ada disekitar sini. Tapi dimana? Apa jangan-jangan vampir itu membawanya pergi...?"

Lesta pun terus saja mengikuti arah bercak darah itu sampai ia menginjakkan kakinya di dekat danau. Air yang kini tenang dan tak ada lagi batu yang menghantam ke permukaan. Ia menyeringai kemudian menyunggingkan sebelah sudut bibirnya. Mengetahui apa rencana mereka selanjutnya.

"Kau pikir aku bodoh, heh...aku tidak sebodoh apa yang kalian pikirkan."

********

"Namamu Ileana?" tanya Davy, membuat sang pemilik nama itu menoleh kepadanya dan mengangguk.

"Dan kau tidak bertanya darimana aku mengetahui namamu itu?" lanjutnya kemudian.

"Tidak juga. Kenapa harus bertanya? Aku sudah tau. Kau pasti mengetahui namaku dari Ruxe bukan?" respon Ileana sembari menatap Ruxe.

"Maaf, aku sampai lupa. Vampir disebelahku ini bernama Davy Braile Mackfoy," timpal Ruxe.

"Oh...jadi ini Davy yang kau ceritakan sebagai sahabatmu yang...hfpmmm....hfpmmm --" ucapannya harus terpotong manakala Ruxe membekap paksa mulutnya agar tidak berbicara lebih lanjut.

Ruxe menatap tajam wanita itu, hingga membuatnya bungkam seketika dan menunduk pasrah.

"Apa yang ingin kau katakan tadi?" tanya Davy pada Ileana.

Ileana menggeleng tanda menolak pertanyaan Davy. "Tidak ada dan bukan apa-apa."

********

"Maaf, Tuan. Ada yang ingin bertemu dengan anda," ujar pelayan itu lalu membungkuk hormat.

"Ada yang ingin bertemu dengan ku? Siapa dia?" Tanya Davy seraya mengerutkan dahinya.

"Entahlah saya juga belum tau, Tuan. Wanita itu sedang menunggu anda di taman depan kastil. Katanya ada hal penting yang ingin ia sampaikan," jelas pelayan itu lagi.

"Wanita? Siapa? Apa dia Camelia... ah, itu tidak mungkin dan mana mungkin. Bahkan ia saja enggan untuk datang ke Kastil Corvin apalagi datang ke Kastil Bran. Wanita siapa lagi kalau bukan dia," batin Davy.

Urutan pertama, Bran Castle terletak disebelah barat yang terdapat di bagian dunia vampir, dengan pemimpin mereka bernama Yang Mulia Raja Vennosa. Urutan kedua, Corvin Castle terletak disebelah Utara yang terdapat di bagian dunia vampir, dengan pemimpin mereka bernama Yang Mulia Raja Aro. Dan urutan yang ketiga, Peles Castle terletak disebelah timur yang terdapat di bagian dunia vampir, dengan pemimpin mereka bernama Yang Mulia Raja Adenso.

"Sudahlah, Davy. Temui saja dia...pentingkan tadi katanya...?" celetuk Ruxe.

"Maaf, Tuan. Saya permisi...takut mengganggu," timpal pelayan itu sambil membungkukkan tubuhnya.

Seketika mereka bertiga mengalihkan pandangannya menuju pelayan itu yang berdiri tak jauh dari lampu taman berada. Tampak mendapatkan penolakan ataupun persetujuan, pelayan itu langsung saja pergi meninggalkan taman itu yang hanya menyisakan Ileana, Ruxe, dan Davy.

Entah dalam hitungan beberapa menit dan beberapa detik, Ruxe menyeringai dan itu terlihat sangat mengerikan bagi manusia yang penakut. Seringai yang tercetak jelas di wajah tampannya seperti mengandung arti makna tertentu yang tidak bisa ditebak secara gamblang oleh seseorang.

"Apa...!?" sinis Davy pada Ruxe seolah mengerti isyaratnya.

"Tidak. Tapi, ku rasa sepertinya ini ada yang aneh," ungkapnya.

"Aneh apanya? Apanya yang aneh?"

"Sudahlah! jangan banyak berpikir. Kau akui saja."

"Aku harus mengakui apa?" tanya Davy yang semakin tidak mengerti maksud dari ucapan sahabatnya itu.

"Heh...kau masih tidak mengerti juga. Kau sudah membuat wanita itu isi dan menjadi dua kali lipat dari yang sebelumnya. Dan kau juga harus tanggung jawab. Aku tidak pernah menyangka jika sahabatku ini akan melakukan itu. Siapa wanita itu? Sudah berapa bulan? Dan anak siapa yang telah kau perbuat seperti itu? Dia yang memaksa atau kau? Ah ya...aku tau mungkin itu adalah salah satu alasan agar kau bisa belajar dari apa yang namanya mempertanggungjawabkan sesuatu," jelas Ruxe sambil menepuk pelan pundak Davy sebanyak dua kali.

'Kau sudah membuat wanita itu isi dan menjadi dua kali lipat dari yang sebelumnya'. Kalimat itu membuat Davy sontak langsung membulatkan matanya tak menyangka.

"Apaan sih," sangkal Davy seraya menepis kasar tangan sahabatnya setelah ia mengetahui arah pembicaraan Ruxe.

"Apa kau pikir aku ini bukanlah vampir tidak bertanggung jawab...!?!" kesalnya kemudian beranjak pergi ke taman depan kastil dimana ada sosok wanita sedang menunggu kehadirannya.

"Perasaanku mengatakan firasat buruk," batin Ruxe begitupun juga dengan Ileana. Yang mereka lakukan hanyalah berwaspada.

********

Di taman depan kastil, Davy sangat terkejut melihat sosok wanita yang sedang duduk di bangku taman dengan ukiran bunga manis menghiasi dan memperindah tampilan bangku berwarna putih itu.

"Hai, Davy. Putra ibu satu-satunya. Lama tak berjumpa," ujar sosok itu melihat Davy yang sedang dirundung amarah dengan wajahnya yang berubah merah padam, serta iris mata vampir itu berwarna merah darah. Namun, wanita itu tetap menanggapinya santai hingga membuat amarah Davy semakin memuncak dipenuhi dengan aura membunuh yang sangat terasa menekan atmosfir sekitar.

"Kau lagi. Apa mau mu datang kemari, hah? Ingin mencari masalah? Aku muak dengan sandiwara mu," geram Davy dengan matanya yang semakin menajam dan mengepalkan tangannya erat, hingga baku - baku tangannya memutih.

"Tadi aku mencari mu di Corvin, tapi ternyata kau tidak ada di sana. Lalu aku berinisiatif mencari mu ke Peles namun nyatanya kau tidak ada. Ku kira kau sedang bermain-main dengan Camelia. Tapi, nyatanya bukan. Kau malah berada disini bersama vampir brengsek itu."

"Jangan pernah mengatakan Ruxe itu brengsek!! Namun, ternyata sebaliknya! Kau yang brengsek!!!" serunya sembari mengambil dahan runcing yang yang terletak tak jauh darinya, lalu melemparkan dahan runcing itu pada sosok wanita yang sedang terkekeh melihat aksi anaknya.

Dia berhasil menghindar dengan mudahnya, sehingga dahan itu malah menancap mengenai pohon pinus. Wanita itu kembali terkekeh, kemudian perlahan ia mendekat ke arah Davy. Tak terlalu dekat....hanya berjarak beberapa meter saja. Mungkin itu sekitar 1,5 meter.

"Jangan terlalu banyak basa - basi. Apa mau mu kemari?!!"

"Hmmm....aku hanya ingin bertemu dengan mu itu saja. Bukan yang lain."

"Bohong!!! Pergi dari sini sekarang sebelum Raja dan Ratu melihatmu. Maka itu akan menambah masalah besar. Kau sudah melanggar peraturan untuk tidak memasuki wilayah vampir. Dan setelahnya kau akan berada dalam bahaya. Kau akan mati, Jalang!!"

"Oh iya, yang benar saja kau menyuruhku untuk pergi dari sini. Itu sama saja kau khawatir padaku."

Peraturan yang sudah ditetapkan. Demon tidak boleh memasuki wilayah vampir tanpa izin maupun tidak menggunakan surat pengantar, begitupun juga sebaliknya dengan vampir. Jika peraturan itu dilanggar maka mereka akan mati. Itu tidak akan terjadi pada demon yang disebut Davy 'Jalang' karena ia memiliki watak yang sangat culas dan licik sama seperti tuannya. Maka, akan sangat sulit menangkap mereka -- para demon itu.

Wssshh....

Davy mengarahkan tinjunya tepat ke perut wanita itu, namun tetap saja ia berhasil menghindar. Kekuatannya sangat jauh berbeda jika dibanding dengan kekuatan milik Davy.

"Kau mengkonfirmasi ku karena aku telah melanggar peraturan. Bukankah kau juga?"

"Aku, heh. Tentu saja tidak. Itu karena aku vampir bukan demon menjijikan sepertimu."

"Vampir...?" ia terlihat berpikir, "Mungkin vampir setengah demon maksudmu. Jika menurutmu aku ini menjijikan kau juga sama, Davy."

"Jangan samakan aku denganmu itu sangat jauh berbeda. Dan kau adalah makhluk penghuni alam terkutuk."

"Oh ya, kau harus ingat...setengah dari darah vampir mu itu adalah darah demon. Kau tidak bisa menolak kenyataan itu."

avataravatar
Next chapter