2 Bagian 1 - Ileana Miraciella Backdrop

Terlihat sosok wanita berdiri di loteng rumahnya. Kepalanya mendongak ke atas, melihat betapa indahnya pemandangan angkasa, yaitu beberapa ribuan bintang saling bertebaran menghiasi gelapnya langit atau lebih tepatnya mirip seperti karpet hitam polos yang membentang ke seluruh penjuru langit dengan adanya cahaya bulan purnama yang ikut menerangi langit malam bersama bintang.

Pandangannya menatap kosong ke atas, entah apa yang ada dipikirannya saat ini. Sepertinya hatinya sedang gelisah. Tidak tau jelas juga hal apa yang membuat hatinya gelisah seperti sekarang.

Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar dari luar kamar, suara ketukannya tertangkap oleh indra pendengarannya. Ia tersadar dari lamunannya dan menyadari ketukan tersebut. Dihampirinya pintu kayu itu, lalu membukanya secara perlahan.

"Nenek....? Sedang apa disini, Nenek belum tidur?" Tanyanya bingung.

"Iya nenek belum tidur, Ileana. Dan kau sendiri....kau belum tidur juga?" Tanyanya balik.

Wanita itu pun menggeleng cepat, terlihatlah mata yang berwarna biru langit itu pun menjadi sendu tatapannya juga sayu. Nenek itu melihatnya dengan cemas dan sedikit panik.

"Kau ingat dengan keluargamu diatas? Jangan sedih lagi, Nenek jadi ikut sedih. Percayalah, pasti mereka sangat mengerti dengan perasaanmu terlebih dengan keadaanmu sekarang," ucapnya sambil mengusap pucuk kepala cucunya.

"Iya aku tau, Nek. Kejadian itu memang sudah 2 tahun yang lalu, dan aku tidak pernah mengerti akan bernasib seperti ini. Aku benar-benar tidak menyangka mempunyai takdir seburuk ini," keluhnya yang terlihat jelas sangat frustasi.

"Apa ada yang lebih buruk dari ini?" Tambahnya.

Sang nenek yang sedari tadi melihatnya pun tersenyum mendengar kata-kata yang sangat malang dari cucunya. Ia mengerti bagaimana dengan perasaan Ileana. Walaupun Ileana bukanlah cucu kandungnya, tapi tetap saja Nenek sangat menyayangi Ileana.

"Entahlah. Jika hal itu terjadi, maka Nenek yakin ada seorang pangeran tampan yang akan menolongmu nantinya," ujar Nenek tulus sembari membelai rambut panjang berwarna pirang milik Ileana.

Ileana pun hanya tersenyum mendengar perkataan yang baru saja dilontarkan oleh neneknya tanpa mau menjawab. Karena ia sedang dalam suasana hati yang buruk. Benar-benar susah ditebak dalam kondisi yang seperti ini. Menenggelamkan diri dalam kegelapan dan kesunyian.

"Ah..sudah jam 10.15 ternyata. Tidurlah! Ini sudah larut malam," ucap Nenek tiba-tiba, dan berhasil memancing wanita itu untuk melihat ke arah jam dinding.

********

Ileana Miraciella adalah wanita berparas cantik, seorang bidadari malang yang turun ke bumi demi menghindari kemalangan ya. Ups, untuk Ileana lebih tepatnya bisa dikatakan setengah bidadari setengahnya lagi manusia. Ibunya yang bernama Alexandria seorang bidadari yang menikah dengan manusia dengan nama Johannes Thomson.

Ratu Merisa yaitu ibu dari Alexandria membuat aturan yang mengatakan 'bahwa setiap bidadari tidak boleh menikah dengan manusia, apalagi memiliki anak dari manusia tersebut, kecuali dengan kaumnya sendiri'. Jika hal itu terjadi maka bidadari dan manusia tersebut harus dihukum mati.

Cinta antara kedua beda makhluk tersebut tak bisa dicegah. Pengorbanan cinta mereka sangatlah besar, dari kekuatan cinta itulah bisa mengalahkan segalanya. Bahkan alam semesta pun tak bisa berbuat apapun, kecuali melihat betapa besarnya cinta dan merasakan getaran cinta mereka yang sangat kuat. Tidak satupun yang bisa mengalahkannya atau memusnahkannya.

Dan dari hubungan itulah mereka menghasilkan seorang anak perempuan cantik, manis, dan anggun.

3 tahun kemudian, Ratu Merisa yang mengetahui semuanya menjadi sangat marah. Akhirnya orang tua Ileana diutus ke kahyangan, menaiki kendaraan khusus bersama 3 prajurit. Mereka harus menjalani hukuman yang sudah ditetapkan, tapi malah menurut mereka itu bukanlah masalah besar.

Hukuman yang mereka jalani adalah hukuman gantung. Sudah disiapkan dua buah bangku, dua seuntai tali, dan sebuah cambuk. 15 menit hukuman dijalankan, mereka berdua berdiri di atas bangku masing-masing dengan tali kuat yang melingkar seperti ular dikejarnya. 1, 2, 3, 4, dan .....

Ssrrrtt.....

Salah satu prajurit menendang kedua bangku tersebut, hingga membuat kaki itu menggantung-gantung di udara. Sebelumnya mereka sudah terlebih dulu dicambuk, membuat darah yang ada di tubuhnya mengalir deras dan juga terdapat bekas luka memar yang memerah kemudian membiru. Disertai darah yang lama kelamaan alirannya mengecil.

Ileana yang kini tengah digendong oleh salah satu saudari ibunya ikut menyaksikan pertunjukan tersebut. Tanpa ia sadari air matanya mengalir deras sepeti aliran sungai kecil yang terbentuk di pipinya. Walau tak ada suara isakan tangis yang keluar dari mulutnya, tapi hatinya merasakan sakit yang teramat sangat. Napasnya tercekat ketika tiba-tiba melihat kedua kelopak mata ayah dan ibunya menutup secara bersamaan.

*******

Bayangan saat dirinya sewaktu kecil, terus menghantuinya ketika detik menit saat kenangan itu berakhir dan terus tersimpan di memorinya tanpa bisa melupakannya satu moment pun.

Ia tertidur di sebuah ranjang putih miliknya. Kemudian air matanya menetes menuruni wajahnya lalu mengalir membasahi bantal. Rambutnya yang berwarna pirang tergerai luas di atas kasur. Putih matanya kian memerah sehabis menangis.

Ileana mulai mengingat kembali masa- masa itu, masa-masa saat ia bertemu dengan neneknya dan berusaha melarikan diri dari pertunangannya bersama pangeran mahkota dari kerajaan lain. Kerajaan yang berada di kahyangan.

********

2 tahun yang lalu...

Disaat Ileana menginjak usianya yang ke 16 tahun, Ratu Merisa memaksanya untuk bertunangan dengan seorang pangeran tampan. Memang tampan tapi, Ileana tidak menyukai pria itu apalagi mencintainya.

Kemudian, ia kabur lalu turun ke bumi. Di situlah para publik heboh adanya penampakan pelangi tapi yang hanya tampak adalah warna putih, warna yang lain tidak terlihat. Mungkin itu karena jejak turunnya Ileana ke bumi.

Ileana berlari dan terus saja berlari dengan sangat kencang.

Menghindari kejaran para prajurit dibawah perintah Ratu Merisa. Lalu, tanpa ia sadari Ileana menabrak seorang wanita tua yang sedang bingung melihat tingkah lakunya sedari tadi.

BHUK.

"Akh...!" Pekiknya, ia menyadari hal tersebut, "maaf, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak sengaja," ucapnya seraya memohon, lalu membantu mengambil keranjang belanjaan yang tadi terjatuh. Tatkala Ileana menabraknya terlalu keras.

"Tidak apa-apa. Jangan minta maaf padaku, seharusnya aku yang yang minta maaf," sahut wanita tua itu lembut dengan meraih keranjang di tangan Ileana.

Hhaaah... haahhh....

Napas Ileana mulai tersengal-sengal dan juga terdengar putus-putus. Ia berusaha mengontrol dirinya sendiri, mulai mengatur napasnya agar stabil.

"Kenapa? Ada masalah? Mungkin saya bisa membantu," tawarnya sembari mengusap-usap pucuk kepala Ileana.

Bidadari itu hanya tersenyum dari segala rasa sakitnya yang ada, maupun itu secara fisik ataupun batin. Sekarang ia merasa tenang, karena baginya saat ini nenek didepannya terasa lebih seperti orang tua dimatanya dari pada Ratu Merisa.

"Apa aku harus menceritakannya pada orang yang belum aku kenal?" Ungkapnya merasa orang yang ada didepannya terlalu asing.

"Mungkin, itu jika kau mau," lirihnya dengan menatap dalam-dalam manik mata biru milik Ileana.

Sedangkan, Ileana hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Tanpa berpikir panjang lagi, ia mulai menceritakan semua peristiwa yang dialaminya. Semuanya. Tak satu moment pun dilewatinya untuk tak diceritakan.

Setelah mendengar kisah tersebut, si Nenek menjadi iba dan sedikit geram. Namun, ia segera mengontrol emosinya kembali. Sebuah tarikan napas yang sangat dalam mengakhiri cerita tersebut.

"Oh...jadi kau wanita bangsawan atau keturunan darah biru? Bukan hanya itu, kau seorang bidadari juga?" Dan Ileana mengangguk mengiyakan pernyataan tersebut.

"Panggil saja aku Nenek," ucapnya seraya menggenggam tangan Ileana erat memberikan ketenangan dan kekuatan di sana.

"Iya, Nenek," balasnya tak lupa senyuman manis terulas di bibir indahnya itu.

Dan sejak itulah Ileana tinggal bersama seorang nenek tua yang tulus menyayanginya dan merawatnya. Ileana juga menjadikan nenek itu sebagai tempat curhat dan berpeluk serta menangis jika ia sedang ada masalah.

********

Kenangan itu terus saja menghantui pikirannya seperti mimpi buruk yang terus selalu terulang di dalam benaknya. Waktu seakan terus berjalan bunyi detik jam dinding selalu mengiringi hari-harinya, semua kacau. Sedangkan, Ileana terus saja berangan-angan pada dirinya sendiri. 'Andai saja waktu bisa di ulang kembali. Pasti semua ini tidak akan terjadi. Kenapa aku harus ada dan lahir di dunia ini? Jika hidupku saja sudah sangat menderita'.

"Dan selalu menderita..." Gumamnya yang sedang mengigau.

Ia tersadar dari tidurnya setelah sinar mentari langsung menyinari wajahnya. Lalu mengerjapkan matanya beberapa kali, karena cahaya mentari yang terlalu menyilaukan. Kemudian, Ileana memposisikan tubuhnya untuk duduk di tepian ranjang sekitar beberapa menit.

1, 2, 3 ...5 menit.

KRIIING!!

Suara alarm membuatnya sedikit terkejut dan menoleh ke arah sumber suara. Ia menyipitkan matanya, melihat sudah jam 06.30.

"Kau terlambat!" Serunya, lalu mematikan bunyi alarm.

Langsung saja ia berlari ke kamar kecil untuk membersihkan tubuhnya. Setelah setengah jam ia keluar dari kamar kecil. 2 menit berpakaian dan 3 menit untuk dandan.

"Hai, Nek. Selamat pagi," sapanya girang setelah wanita itu bersiap-siap.

"Hai, Ileana. Pagi juga," sahut Nenek ditengah aksinya yang sedang membelai roti menggunakan pisau dan selai.

"Kau mau rasa apa?" Tawar Nenek pada Ileana yang kini sudah duduk diseberang kursi yang telah didudukinya.

"Cokelat kacang," balas Ileana.

Seraya memberikan roti pada Ileana, Nenek berkata, "jangan terburu-buru makannya nanti tersedak," ucapnya menasihati, karena melihat cara makan Ileana yang sangat terburu-buru akan berangkat ke sekolah.

Uhuk!

Tentu saja, setelah Nenek menyelesaikan kata-kata, ia langsung tersedak roti yang sedang dimakannya. Dengan segera mengambil gelas bening berisikan jus mangga yang terletak di samping piring dihadapannya, lalu meminum isinya secara perlahan.

"Apa Nenek bilang?!" ujar sang Nenek.

"Maaf," cicitnya dengan senyuman kikuk terbentuk di bibirnya.

********

"Huh, dimana dia? Kenapa lama sekali!?" d Desah seorang wanita dari depan gerbang.

"Apa dia telat lagi?" Timpal seorang wanita di samping wanita yang mendesah dan langsung berdecak kesal.

Yang ditunggu-tunggu dari tadi akhirnya muncul juga di hadapan mereka. Dengan tatapan sinis kedua wanita itu mereka bertanya secara kompak, "dari mana saja kau? Aku sudah menunggumu hampir 1 jam," kesalnya.

"Nerly, Weera, aku minta maaf. Aku tau aku salah. Maaf..."

"Baik, kami akan maafkan. Tapi janji jangan diulangi lagi! Kau paham?" Omel Weera.

"Iyaa...aku janji."

"Oke! Sekarang bukan waktunya untuk berdebat! Kita harus masuk ke dalam kelas sebelum terlambat! Ayo! Ileana, Weera," perintahnya, langsung mereka berdua masuk dan memulai pelajaran.

Sebelum mereka melangkahkan kakinya masuk ke kelas, sudah terlebih dahulu di hadang oleh seorang yang mereka kenal sebagai Bu Zhelda dengan tatapan yang menginterogasi seakan-akan ingin menerkam mereka bertiga. Bu Zhelda juga merupakan guru fisika paling galak serta mematikan satu sekolahan, sedang menatap tajam ketiga anak cantik yang juga menjadi primadona di sekolahnya termasuk juga Ileana—murid paling cerdas di sekolah.

"Kalian bertiga terlambat lagi!?!" Emosi Bu Zhelda meledak.

"Kalian tau kan? INI JAM SIAPA!!?" Sedangkan, Ileana hanya mengangguk beserta Nerly dan Weera pun sama.

"Sekarang! Sebagai hukumannya kalian harus berdiri di tengah lapang! Kalian MENGERTI!" Perintah Bu Zhelda tegas dan irasional.

"Tapi, Bu," tolak Weera.

"Kan panas," timpal Ileana.

"Iya, Buu," Nerly pun ikut menimpali.

"Mau saya tambahkan hukumannya!"

"Tidak usah, Buu. Jangan repot-repot," sahut mereka kompak.

"Kerjakan sekarang!!" Tegas Bu Zhelda lagi, membuat tiga bersahabat itu langsung lari melaksanakan perintahnya.

********

"BRENGSEK!!!" Maki Weera yang sedari tadi sangat kesal.

"SIALAN! Guru fisika apaan!" Seru Nerly yang ikut kesal.

Namun sedetik kemudian, Weera dan Nerly sedikit bingung melihat kelakuan Ileana yang hanya diam tak membuat suara apapun atau makian lainnya yang keluar dari mulut tipisnya. Mereka berdua saling melempar pandang satu sama lain, mencari jawaban yang pasti.

Kesal langsung saja Nerly bertanya pada Ileana.

".....ana," samar-samar suaranya terdengar walaupun tak sedikit jelas.

"...Ileana," ucap Nerly lagi.

"ILEANA!" ujar Weera dan Nerly kompak membuat Ileana terlonjak kaget.

"Ada apa?" Tanyanya yang ikut bingung.

Dalam keterjutannya ia menghela napas dalam-dalam untuk menghilangkan semua keterjutan itu. Sebuah helaan napas yang membuat Weera dan Nerly malah berbalik bertanya padanya.

"Seharusnya aku yang bertanya padamu!? Ada apa? Kenapa kau dari tadi terus saja terdiam ?" Tanya Weera mendengus kesal.

"Sepertinya kau memikirkan sesuatu? Tapi, apa?" Tanya Nerly masih dalam posisi yang sama—mengangkat 1 kaki.

"Aku tidak apa-apa," jawab Ileana.

"Aku tau pasti kau punya sesuatu masalah yang ingin kau bicarakan bukan? Bicaralah!"

"Mmmm..." Gugup jika Ileana ingin berbicara, tapi bel sekolah telah menyelamatkannya. Sebuah keberuntungan.

avataravatar
Next chapter